Keberadaan kampung tangguh menjamin keberlangsungan atau ikhtiar penanganan pandemi Covid-19. Kampung tangguh jangan sampai loyo atau masa depan situasi sudah bisa digariskan, yakni suram.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
Warga bermasker Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo di RW 009, Kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur. Di Surabaya terdapat lebih dari 3.000 kampung tangguh setingkat RT atau RW untuk menekan penyebaran pandemi Covid-19. Berbagai kebijakan telah ditempuh untuk menangani pandemi Covid-19. Namun, serangan wabah sejak Maret 2020 ternyata belum juga mereda. Surabaya, Jawa Timur, terus dan masih bersandar pada keampuhan Kampung Tangguh Semeru untuk menekan penularan Covid-19.
Kasus Covid-19 di Indonesia pertama kali diketahui terjadi di Depok, Jawa Barat, 2 Maret 2020. Setengah bulan kemudian atau 17 Maret 2020, kasus Covid-19 pertama diketahui terjadi Jatim. Ketika itu, diketahui ada 6 warga Surabaya dan 2 warga Malang yang terjangkit.
Sampai dengan Kamis (6/5/2021), Covid-19 telah menjangkiti 23.582 orang Surabaya. Mayoritas atau 22.105 orang berhasil sembuh. Covid-19 mengakibatkan kematian 1.365 orang. Masih ada 112 orang Surabaya yang dirawat karena Covid-19.
Kasus akumulatif di Surabaya setara dengan 15,9 persen dari 148.959 total kasus Covid-19 di Jatim. Dari data itu, pandemi Covid-19 di Surabaya tertinggi di antara 38 kabupaten/kota di Jatim. Surabaya masih menjadi bagian dari 27 kabupaten/kota dengan risiko atau bahaya penularan sedang (zona oranye). Yang 11 daerah risiko penularan rendah (zona kuning).
Berbagai kebijakan telah ditempuh untuk meredakan pandemi Covid-19 di Surabaya, antara lain pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), dan PPKM berbasis mikro. Yang disebut terakhir bergantung pada keberadaan lebih dari 3.000 Kampung Tangguh Semeru Wani Jogo Suroboyo. Kampung ini setingkat RT atau RW.
Saat ini, pemerintah memberlakukan kebijakan larangan mudik Lebaran 6-17 Mei 2021. Kampung Tangguh Semeru diharapkan berperan dalam mengawasi, mengantisipasi, dan menangani warga yang dalam perjalanan mudik atau dari luar daerah dan terindikasi terkena Covid-19.
Karantina
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, sebelum pemberlakuan larangan mudik, pendatang ke ibu kota Jatim ini wajib karantina. Pendatang juga diperiksa. Yang negatif Covid-19 tetap karantina dengan total waktu 14 hari. Yang terjangkit harus ditangani di fasilitas kesehatan sampai dinyatakan boleh pulang. Setiba di rumah, pasien harus menjalani masa isolasi tambahan minimal tujuh hari. Sebulan sejak dinyatakan keluar dari perawatan, pasien diminta tes usap PCR lagi.
”Kami mengharapkan setiap orang yang berkepentingan di Surabaya dalam kondisi sehat sehingga membantu dalam penanganan pandemi Covid-19,” kata Eri.
Dalam masa larangan mudik, gugus tugas kampung tangguh sangat berkepentingan untuk mengawasi mobilitas warganya. Pengawasan akan ditindaklanjuti dengan penanganan ketika muncul kasus Covid-19 di kampung sehingga dapat dilokalisasi atau tidak meluas. Kebanyakan kampung tangguh menyiapkan fasilitas karantina atau isolasi bagi warga pendatang. Fasilitas ini bisa balai RT, balai RW, atau rumah warga yang difungsikan khusus.
”Pemudik yang nekat dan telanjur tiba terpaksa harus mau karantina selama dua pekan di kampung,” kata Didik Edi Susilo, Ketua RW 005 Wisma Kedung Baruk sekaligus Ketua Kampung Tangguh Semeru setempat.
Senada diutarakan oleh Dermawan, Ketua RW 014 Kalirungkut dan Ketua Kampung Tangguh Semeru setempat. Namun, sejauh ini, belum ada warga yang mudik ke Kalirungkut begitu pula pergi dari wilayah itu ke luar Surabaya.
Didik dan Dermawan sama-sama mengatakan, gugus tugas kampung juga telah mendapat kewenangan untuk mendata siapa saja warga yang hendak bepergian dari Surabaya. Mereka yang bepergian untuk kepentingan mendesak atau bukan mudik akan diberikan surat pengantar dari lurah. Jika kembali ke Surabaya, warga terpaksa menjalani karantina dengan pengawasan dan pemeriksaan.
”Kami tidak melarang seseorang datang, tetapi yang datang harus dilengkapi dengan dokumen pendukung perjalanan, yakni surat keterangan dan surat hasil tes Covid-19 yang negatif,” kata Dermawan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, keberadaan dan keaktifan gugus tugas kampung tangguh amat penting dalam penanganan dan antisipasi penyebaran Covid-19. Aparatur gabungan tidak akan cukup untuk mengawasi dan mengendalikan mobilitas 2,87 juta jiwa untuk meredakan pandemi Covid-19.
”Bukan berarti menaruh beban itu di kampung tangguh melainkan tidak mungkin penanganan pandemi Covid-19 berjalan tanpa keterlibatan masyarakat,” kata Irvan.
Dalam konteks inilah, aparatur berusaha menjaga dan memelihara komunikasi dengan gugus tugas kampung tangguh. Tujuannya, ikhtiar menangani wabah yang belum mereda tetap menyala. Penanganan pandemi Covid-19 memerlukan ”stamina” luar biasa karena perlu waktu lama dan belum jelas ujungnya. Jika kampung tangguh menjadi loyo, rasanya masa depan sudah digariskan, yakni suram.