Dugaan Korupsi Beasiswa Aceh, Polisi Panggil Enam Anggota DPRA
Enam anggota DPRA dipanggil polisi menyusul temuan audit Inspektorat Aceh terkait penyaluran beasiswa dana aspirasi. Dari usulan Rp 20 juta-Rp 30 juta, yang diterima oleh mahasiswa hanya Rp 2,5 juta-Rp 7 juta.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Penanganan perkara dugaan korupsi beasiswa yang bersumber dari anggaran dana aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh masuk tahap penyidikan. Surat izin pemeriksaan terhadap anggota Dewan yang masih menjabat telah turun dari Kementerian Dalam Negeri.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Aceh Komisaris Besar Winardy, Rabu (5/5/2021), menuturkan, pihaknya telah mengirimkan surat pemanggilan terhadap enam anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk diperiksa. Pemanggilan enam anggota Dewan yang masih menjabat hingga 2022 itu dilakukan menyusul keluarnya izin dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Enam anggota Dewan yang dipanggil adalah AA dari Partai Amanat Nasional, AM dari Partai Gerindra, HY dari Partai Keadilan Persatuan Indonesia, serta IUA, YH, dan ZH ketiganya dari Partai Aceh. Namun, dari enam orang, baru dua orang yang memenuhi panggilan penyidik. ”Kasus ini tahap penyidikan, tetapi belum ada tersangka,” ujar Winardy.
Kasus dugaan korupsi dana beasiswa terjadi pada tahun anggaran 2017. Sejumlah anggota DPRA mengusulkan penyaluran beasiswa dengan mekanisme dana aspirasi. Dana aspirasi adalah anggaran yang diberikan kepada anggota DPRA berdasarkan usulan program masing-masing Dewan.
Besaran beasiswa dana aspirasi itu diduga tidak utuh diterima mahasiswa, tetapi dipotong oleh tim pengelola dana aspirasi tersebut. Bahkan, ada dugaan dana yang dipotong itu mengalir kepada anggota Dewan sebagai pemilik dana aspirasi.
Penyidik telah memintai keterangan 16 mantan anggota DPRA periode 2014-2019 dan 483 mahasiswa penerima beasiswa. Berdasarkan hasil audit Inspektorat Aceh ditemukan penyaluran beasiswa tidak sesuai dengan aturan. Dari besaran yang diusulkan Rp 20 juta-Rp 30 juta, yang diterima oleh mahasiswa Rp 2,5 juta-Rp 7 juta.
Indikasi kerugian keuangan negara tidak kurang dari Rp 9 miliar. Namun, bisa bertambah jika tahapan selesai. (Indra Khaira Jaya)
Dihubungi terpisah, Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Aceh Indra Khaira Jaya mengatakan, hasil audit sementara ditemukan ada indikasi korupsi dalam program tersebut.
”Indikasi kerugian keuangan negara tidak kurang dari Rp 9 miliar. Namun, bisa bertambah jika tahapan selesai,” kata Indra. Indra mengatakan, laporan final akan dibuat setelah pemeriksaan anggota Dewan aktif dilakukan oleh polisi.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan, kasus dugaan korupsi beasiswa tersebut sudah cukup lama mangkrak dan telah melewati dua masa kepemimpinan Kepala Kepolisian Daerah Aceh.
”Pada masa Kapolda Irjen Wahyu Widada (sekarang), kami berharap kasus ini tuntas, jangan diwariskan lagi ke Kapolda baru,” kata Alfian.