Sebanyak 33 Pos Penyekatan Didirikan di Sumsel, Operasional Mal Dibatasi
Jelang Lebaran, pos penyekatan dibangun di perbatasan Sumsel. Warga yang boleh melintas adalah mereka yang bekerja dan bebas Covid-19. Operasional mal dan restoran juga dibatasi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Jelang Idul Fitri, Sumatera Selatan mulai berbenah untuk menekan potensi penularan Covid-19. Sebanyak 33 posko penyekatan didirikan di pintu masuk Sumatera Selatan selama 6 Mei hingga 17 Mei. Operasional pusat perbelanjaan dan restoran dibatasi serta dijaga petugas agar tidak menimbulkan kerumunan.
Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Komisaris Besar Supriadi, Selasa (4/5/2021), di Palembang, mengatakan, sedikitnya 600 personel kepolisian dikerahkan untuk mengawasi kendaraan yang melintas di posko penyekatan. Posko dibangun sebagai tindak lanjut kebijakan larangan mudik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
Posko dibangun di perbatasan provinsi berkolaborasi dengan jajaran polda di provinsi terdekat, seperti Lampung, Bengkulu, dan Jambi. Posko juga dibangun di perbatasan kota/kabupaten.
Aparat akan berjaga selama 24 jam dan mengawasi setiap kendaraan yang melintas di jalur tol, nontol, bahkan jalur tikus. Hanya kendaraan yang memang memiliki tujuan tertentu dan mendesak yang diperbolehkan melintas, seperti kendaraan yang membawa logistik, bahan bakar, dan semua yang berkaitan dengan kesehatan.
”Di Palembang saja sejak awal puasa hingga kini masuk zona merah,” kata Supriadi. Kondisi zona merah itu membuat perlu ada pembatasan pergerakan warga lebih ketat.
Namun, warga yang karena pekerjaannya harus melintasi jalur perbatasan mendapat toleransi. ”Mereka pun harus dipastikan bebas Covid-19 dengan menyertakan surat atau menjalani tes pemeriksaan di setiap posko yang mereka lintasi,” ujar Supriadi.
Namun, kalau kendaraan yang melintas bertujuan untuk mudik, kami akan suruh putar balik. (Kombes Supriadi)
Untuk memaksimalkan pemeriksaan, ungkap Supriadi, kepolisian bersama dengan instansi terkait sudah menyiapkan peralatan untuk tes antigen dan GeNose C19 di setiap posko. ”Namun, kalau kendaraan yang melintas bertujuan untuk mudik, kami akan suruh putar balik,” ucapnya.
Wakil Gubernur Sumatera Selatan Mawardi Yahya menuturkan, warga tetap dilarang untuk mudik. Namun, dalam pelaksanaanya diperlukan pendekatan yang tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
”Kesadaran masyarakat adalah yang terpenting,” ucapnya. Sejumlah dinas terkait akan dikerahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kondisi pandemi saat ini di Sumsel.
Larangan mudik secara tegas baru dikeluarkan Sumsel setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegur pemerintah daerah di Sumatera Selatan karena tidak menjalankan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro secara optimal, Minggu (2/5/2021). ”Seluruh kepala daerah di Indonesia harus memiliki narasi yang sama. Dilarang mudik. Titik,” tegas Tito.
Jangan sampai karena kepentingan politik, ujar Tito, larangan mudik itu diabaikan dan tidak disampaikan secara benar. Menurut dia, larangan mudik terbukti efektif untuk menekan penularan Covid-19.
Dengan melarang mudik dan menyekat perbatasan secara ketat, jumlah warga yang masih bisa lolos untuk mudik hanya sekitar 7 persen. Sebaliknya, kalau dibiarkan atau bahkan diperbolehkan, jumlah warga yang mudik bisa mencapai 33 persen lebih.
Pembatasan mal
Selain pembatasan kendaraan, Sumsel juga memberlakukan pembatasan jam operasional di pusat perbelanjaan (mal) dan restoran hingga pukul 21.00. Jumlah pengunjung pun tidak boleh melebihi 50 persen dari kapasitas ruangan.
Terkait sosialisasi hal itu, Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Eko Indra Heri sudah memanggil 13 pemilik mal di Palembang untuk melaksanakan aturan tersebut.
Setiap pusat perbelanjaan juga akan dijaga aparat kepolisian yang akan memantau kegiatan di dalam mal tersebut. ”Jika ditemukan adanya kerumunan, langsung dibubarkan,” ucapnya. Karena itu, Supriadi mengimbau pengelola mal untuk menambah jumlah tenaga pengamanan jelang Idul Fitri.
Skema pengamanan yang sama juga akan berlaku pada pasar dan restoran. Jika ada kerumunan, ucap Supriadi, akan langsung dibubarkan. Jika ditemukan adanya pelanggaran, pengelola akan diperingatkan mulai dari teguran lisan hingga pencabutan izin usaha.
Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, menuturkan, mendekati Idul Fitri, pembatasan harus dilakukan karena mobilitas masyarakat meningkat. Karena itu, ketegasan pemerintah sangat dibutuhkan. ”Kepala daerah harus menjadi contoh untuk masyarakat,” katanya.