Batam Hadapi Beban Ganda, Lonjakan Kasus Positif di Tengah Gelombang Kepulangan Buruh Migran
Pemerintah Kota Batam risau dengan lonjakan kasus positif Covid-19 yang terjadi bersamaan dengan gelombang kepulangan ribuan buruh migran.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau, mulai risau dengan lonjakan kasus positif Covid-19 yang terjadi satu minggu belakangan. Kini, seluruh kecamatan di pulau utama kembali berstatus zona merah. Di tengah persoalan itu, Pemkot Batam juga harus mengurusi kepulangan ribuan buruh migran dari Malaysia dan Singapura.
Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad, Senin (3/5/2021), mengatakan, pihaknya mulai risau dengan pertambahan kasus baru yang selama satu minggu terakhir dua kali lipat lebih banyak dibanding kasus sembuh. ”Kami khawatir ketersediaan ruang rawat semakin terbatas dan beban tenaga kesehatan semakin berat,” katanya.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Batam menunjukkan, lonjakan kasus positif mulai terjadi sejak 14 April. Kini, hingga 2 Mei, tercatat total jumlah kasus positif 7.323 orang. Sebanyak 6.454 (88,12 persen) di antaranya sembuh, 708 (9,6 persen) masih dirawat, dan 161 (2,19 persen) meninggal.
Amsakar meminta warga kembali memperketat protokol kesehatan karena badai pandemi belum berlalu. Bahkan, pada 10 April lalu, Amsakar dan istrinya menjalani perawatan di RS Awal Bros Batam selama lebih kurang satu minggu karena positif Covid-19.
”Sepanjang saya hidup, ya, saat itulah kepanikan yang paling (parah) saya rasakan. (Penyakit) ini bukan main-main karena saya sudah merasakan sendiri,” ujar Amsakar.
Di Batam, terdapat 12 RS yang dapat merawat pengidap Covid-19. Kini, lebih dari setengah total jumlah pasien, 366 orang, menjalani perawatan di Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Covid-19 Pulau Galang. Jumlah itu melebihi kapasitas asli RS darurat tersebut, yakni 360 tempat tidur.
Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas Khusus Pemulangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Kepri Brigadir Jenderal TNI Jimmy Ramoz mengatakan, jumlah pasien di RSKI Pulau Galang meningkat dengan cepat selama beberapa minggu terakhir karena ada puluhan buruh migran dari Malaysia yang terdeteksi positif saat tiba di Batam.
Sejak 1 Januari hingga 1 Mei 2021, terhitung ada lebih kurang 14.000 buruh migran yang pulang melalui Batam. Sebelum dipulangkan ke daerah asal, mereka harus menjalani dua kali tes Covid-19 dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR).
Dua kali tes PCR itu dilakukan dalam jeda lima hari. Selama masa karantina itu, para buruh migran menempati tiga rumah susun (rusun) yang telah disediakan, yakni Rusun Badan Pengusahaan Batam, Rusun Pemkot Batam, dan Rusun Putra Jaya.
Kapasitas tampung tiga rusun itu 1.500 orang. Menurut Amsakar, 1.000 kamar telah terpakai. Hal itu memaksa Satgas Khusus Pemulangan PMI mencari tempat tambahan sebagai antisipasi. Kini, beberapa tempat tambahan mulai disiapkan, yakni Asrama Haji, Gedung Balai Pelatihan Kesehatan, dan dua hotel.
Pada 19 April, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Munardo berjanji memberi dana Rp 2,4 miliar per bulan untuk biaya karantina buruh migran. Namun, sampai saat ini dana tersebut belum juga diberikan.
Meski demikian, Amsakar menegaskan, Pemkot Batam akan tetap membuka pintu bagi buruh migran untuk pulang ke Tanah Air. ”Tidak ada pilihan bagi Batam. Mereka adalah warga Indonesia. Selama belum ada (dana) untuk itu, ya, kami yang harus meng-cover,” ucapnya.
Adapun untuk kepulangan buruh migran dari Batam menuju daerah asal sudah mulai diurus oleh Kementerian Perhubungan. Bagi buruh migran kurang mampu, Kemenhub akan menyediakan transportasi laut bersubsidi menggunakan Kapal Pelni. Ada tiga Kapal Pelni yang melayani rute dari Batam, yakni Kapal Motor (KM) Bukit Raya, KM Kelud, dan KM Umsini.