Curhat Pemulung Dorong Wartawan Bikin Gerakan #PonselPintaruntukPelajar
Bermula dari curhat pemulung, muncul gerakan #PonselPintaruntukPelajar yang diinisiasi kelompok Wartawan Lintas Media. Pandemi Covid-19 telah memicu mereka untuk juga beraksi nyata, selain berkiprah lewat berita.
Bermula dari curhat pemulung yang mencari ponsel bekas agar anaknya bisa belajar daring di rumah selama pandemi Covid-19, muncul ide berbagi ponsel bekas layak pakai untuk pelajar dari keluarga tidak mampu.
Saat itu, Covid-19 telah empat bulan mewabah di Indonesia. Sekolah ditutup, pelajar harus belajar dari rumah. Pemerintah menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh.
”Tadi pagi, ibuku kasih barang-barang bekas buat pemulung di dekat rumah. Terus pemulungnya nanya, ada HP bekas enggak? Katanya, buat anak-anaknya belajar di rumah karena dia enggak punya HP,” demikian pesan singkat Ghina Ghaliya di grup Whatsapp gerakan Wartawan Lintas Media (WLM), Juni 2020.
Curhatan pemulung itulah yang menjadi pemantik kami untuk merespons persoalan ini tidak hanya dengan pemberitaan, melainkan harus pula dengan aksi nyata.
Seusai Ghina menceritakan pengalamannya, percakapan di grup Whatsapp yang berisikan wartawan dari berbagai media itu pun langsung ramai. Satu per satu anggota memberikan ide. Muncullah inisiatif mengumpulkan ponsel bekas layak pakai untuk pelajar dari keluarga tidak mampu agar mereka tidak kesulitan mengikuti sekolah daring.
Sebagai wartawan, sebenarnya cukup sering kami menulis isu klasik tentang kesenjangan pendidikan dan akses digital yang tidak merata. Termasuk tantangan pembelajaran daring yang dihadapi anak-anak dari keluarga tidak mampu. Namun, curhatan pemulung itulah yang menjadi pemantik kami untuk merespons persoalan ini tidak hanya dengan pemberitaan, melainkan harus pula dengan aksi nyata.
WLM sendiri berdiri Maret 2020, saat kasus Covid-19 pertama kali muncul di Indonesia dan pemerintah mulai menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Ketika itu, kami melihat pandemi mulai memukul kehidupan banyak orang, khususnya dari kelompok rentan, seperti pekerja informal, transpuan, kaum disabilitas, perempuan, dan anak-anak.
Kondisi ini memanggil kami untuk langsung membantu masyarakat. Kami kemudian mengumpulkan dan menyalurkan donasi dalam bentuk sembako, makanan, paket kebutuhan esensial Covid-19 (masker, cairan antiseptik, vitamin), serta uang tunai untuk mengisi token listrik.
Lantas pada Juni 2020, kami memulai gerakan bantuan ponsel untuk pelajar tidak mampu. Sebulan kemudian, kami mengunggah inisiatif ini di media sosial dengan tagar #PonselPintaruntukPelajar.
Awalnya, kami tidak berharap banyak. Namun, di luar perkiraan, antusiasme publik begitu tinggi. Banyak orang menghubungi kami untuk memberikan ponsel, uang, atau membantu menyebarkan informasi lebih luas, serta memberi masukan tentang komunitas yang bisa diajak kerja sama untuk penyaluran bantuan.
Baca juga : ”Open Trip” Bunaken yang Bikin Sakit Hati dan Kepala
Bentuk donasi yang semula hanya berupa ponsel bekas berkembang menjadi donasi uang yang dikumpulkan melalui platform Kitabisa.com. Hingga Minggu, 18 April 2021, terkumpul donasi Rp 534.842.910 dari 1.555 donatur. Jumlah ini melewati target Rp 500 juta. Sementara untuk ponsel bekas terkumpul ratusan ponsel yang sudah dibagikan kepada para pelajar di sejumlah daerah.
Para donatur datang dari berbagai kelas sosial di Tanah Air. Tidak hanya dari mereka yang mampu. Bantuan juga datang dari mereka yang tidak punya cukup uang atau ponsel, tetapi ingin turut berpartisipasi dengan menyumbangkan apa yang mereka miliki berupa kelengkapan ponsel, seperti chargerdan headset.
Seperti kata pepatah, it takes a village to raise a child. Dibutuhkan uluran tangan banyak orang untuk mewujudkan akses pendidikan yang merata bagi anak-anak Indonesia.
Untuk menyalurkan bantuan, kami berkolaborasi dengan sekolah, guru, komunitas, dan kelompok belajar yang membantu distribusi lebih tepat sasaran. Berkat kerja sama ini, penyaluran juga berhasil menjangkau hingga ke pelosok Tanah Air yang tidak terpapar informasi gerakan ini.
Sejak Agustus 2020 sampai April 2021, kami telah menyalurkan ponsel bekas kepada 421 anak dari Sabang sampai Merauke. Kami juga rutin mengisi kuota internet untuk mereka selama tiga bulan pertama.
Berbasis data
Setiap hari datang puluhan pesan dari para calon donatur. Kami kemudian meminta mereka untuk mengecek dulu fitur-fitur ponselnya, seperti kamera, baterai, dan aplikasi pendukung, guna memastikan ponsel bisa dipakai belajar daring.
Sebagian calon donatur bersedia memperbaiki atau membelikan baterai baru untuk ponselnya yang ternyata diketahui rusak. Setelah berfungsi normal, barulah ponsel dikirimkan kepada WLM. Ponsel akan kembali dicek kondisinya sebelum dikirimkan.
Baca juga : Gempa Malang Memberiku Pelajaran tentang Ketakutan dan Kehidupan
Pada tahap pertama dan kedua penyaluran, kami datang ke sekolah-sekolah dan komunitas untuk menyerahkan langsung bantuan ponsel kepada pelajar. Seiring waktu, calon penerima tidak hanya berada di Jabodetabek. Jasa ekspedisi kemudian menjadi andalan untuk pengiriman ponsel ke sejumlah daerah.
Penyaluran dilakukan berbasis data. Untuk itu, calon penerima manfaat kami minta mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan fotokopi kartu keluarga, rapor terakhir, dan tulisan singkat alias curhat tentang kesulitannya belajar daring, serta karya dalam bentuk lukisan atau tulisan.
Baca juga : Di Adonara, Hancur-hancuran Sekalian Sudah...
Meski telah dijelaskan persyaratannya, kadang-kadang masih muncul hambatan, seperti orangtua tidak memegang fotokopi kartu keluarga atau rapor anak, sehingga distribusi ponsel terpaksa ditunda. Tidak jarang kami juga harus meminta mereka mengulang pengiriman dokumen karena tidak jelas, miring, atau bahkan kabur tulisannya.
Dengan banyaknya pekerjaan yang harus kami lakukan, kami sering tidak mampu merespons dengan cepat percakapan dengan orangtua dan guru. Jadilah, orangtua mengirim pesan berkali-kali agar kami segera membalas pesan mereka. Bahkan, banyak yang memulai percakapan hanya dengan mengirim ”P”, seperti pada era Blackberry Messenger. Maksudnya ping, untuk mencolek si penerima pesan agar segera membalas.
Kondisi ini membuat kami gemas sekaligus merasa bersalah karena tidak bisa merespons percakapan dengan segera. Keterbatasan waktu dan tenaga menjadi penyebab.
Untuk mempercepat kerja, WLM membagi diri menjadi beberapa kelompok. Ada kelompok yang bertugas memeriksa dokumen pelajar, mengatur penerimaan dan pengiriman ponsel bekas, membangun kerja sama antarlembaga, menjalin kerja sama dengan sukarelawan, mengisi pulsa, hingga mengurus media sosial, dokumentasi, dan rilis berita. Dengan adanya pembagian tugas dan tambahan pasukan kerja, kebutuhan masyarakat bisa semakin cepat tertangani.
Meski demikian, terkadang kami tetap kewalahan, terutama ketika terjadi masalah di luar kontrol. Misalnya, proses pengadaan ponsel yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Pada tahap awal, kami bekerja sama dengan salah satu penyedia barang elektronik. Akan tetapi, prosesnya butuh waktu lama. Tidak jarang sampai sebulan, bahkan lebih.
Baca juga : Akhir Pekan yang Viral
Selama waktu tunggu tersebut, muncul cecaran pertanyaan dari orangtua dan guru, seperti: ”Kok belum dikirim?” atau ”Kok lama ya? Anak saya kesulitan belajar dan ini mau ujian”. Sampai akhirnya, kami putuskan pindah ke penyedia lain yang menyanggupi pengadaan dalam waktu lebih singkat.
Masalah lain terjadi saat pengiriman. Beberapa kali telepon pintar yang kami kirim hilang di tangan jasa ekspedisi. Untungnya, ganti rugi seharga barang mereka berikan.
Niat baik rupanya tidak selalu disambut dengan itikad baik. Beberapa kali kami jumpai, bantuan ponsel yang seharusnya untuk pelajar justru dipakai oleh anggota keluarga lain. Sungguh memprihatinkan. Akhirnya, dengan berat hati kami melayangkan teguran kepada orangtua atau kakak siswa agar ponsel kembali dipakai siswa untuk belajar daring. Partisipasi sukarelawan yang ikut mengawasi pemanfaatan bantuan sangat membantu kami.
Pengalaman ini dan keterlibatan dalam kelompok Wartawan Lintas Media memberi kami banyak pengalaman lucu, suka duka, pelajaran, dan pemahaman baru. Terutama soal kondisi riil masyarakat, seperti tidak meratanya akses teknologi dan internet, fasilitas pendidikan, dan jalur distribusi.
Bantuan ponsel yang semula menyasar pelajar di Jabodetabek ternyata berkembang ke sejumlah daerah di Tanah Air. Beberapa daerah di antaranya baru kami kenal namanya lewat gerakan ini. Begitu pula dengan daerah-daerah yang tidak mendapatkan sinyal internet sama sekali atau jalur distribusinya sangat sulit, kami ketahui melalui kegiatan ini.
Beruntung ada komunitas wartawan di sejumlah daerah yang membantu memverifikasi data pelajar. Komunikasi kami terjalin melalui akun Instagram Wartawan Lintas Media.
Untuk penyaluran ponsel, kami juga dibantu oleh komunitas keagamaan dari masjid dan gereja, karang taruna, dan jaringan guru-guru. Bahkan ada seorang sukarelawan yang rela mengarungi laut dan melintasi pegunungan untuk menyerahkan bantuan ponsel, seperti terlihat dalam video yang dikirimkannya.
Gerakan #PonselPintaruntukPelajar telah menyadarkan bahwa masih banyak orang baik di Indonesia yang mau bahu-membahu membantu sesama.
Dengan berbagai tantangan, rasanya sangat terharu dan bahagia ketika mengetahui para pelajar sudah menerima ponsel yang kami salurkan. Apalagi ketika mendapatkan laporan bahwa nilai mereka meningkat, sedikit banyak berkat kehadiran ponsel yang memperlancar penyelesaian tugas-tugas sekolah.
Seperti kisah Ira dan Lena dari Bandung, Jawa Barat. Sebelum ini, keduanya sering terlambat mengumpulkan tugas sekolah karena ponselnya kerap rusak. Setelah menerima donasi ponsel dari WLM, mereka tidak lagi kesulitan belajar. Bahkan, guru menyebut Ira dan Lena adalah murid yang paling rajin mengumpulkan tugas sekolah dan berhasil mendapatkan ranking di sekolah.
Di luar itu, yang lebih mengharukan bagi kami di WLM, gerakan #PonselPintaruntukPelajar telah menyadarkan bahwa masih banyak orang baik di Indonesia yang mau bahu-membahu membantu sesama. Di tengah pandemi yang penuh ketidakpastian, semangat belajar anak-anak juga memberikan optimisme akan Indonesia yang lebih baik di masa depan.