Masalah Anggaran Belit BPBD Manado, Gaji dan Insentif Petugas Pemakaman Tak Dibayarkan
Masalah pengelolaan anggaran kembali membelit BPBD Manado setelah seorang mantan tenaga harian lepas menyatakan belum menerima semua gaji dan insentif pemakaman jenazah korban Covid-19.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Masalah pengelolaan anggaran kembali membelit Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Manado, Sulawesi Utara, setelah seorang mantan tenaga harian lepas menyatakan belum menerima semua gaji dan insentif pemakaman jenazah korban Covid-19. Temuan ini adalah bagian dari pemeriksaan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Manado.
Situasi ini adalah dampak dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Utara. Dihubungi dari Manado, Jumat (23/4/2021), Kepala Subbidang Hubungan Masyarakat BPK Sulut Nur Kurniawan mengatakan, pihaknya sedang memeriksa APBD Pemerintah Kota (Pemkot) Manado secara menyeluruh.
”Entitas pemeriksaan adalah APBD pemerintah daerah, bukan satu dinas atau badan saja. Pemeriksaan masih berjalan hingga sekarang, belum ada laporan final,” kata Kurniawan melalui pesan teks.
Kurniawan menolak menjelaskan ketika ditanya apakah ada kejanggalan dalam pengelolaan instansi lainnya di lingkungan Pemkot Manado. Ia juga menolak menyebutkan temuan awal yang memicu pemeriksaan. ”Tidak ada pernyataan sebelum laporan final,” katanya.
Sebelumnya, seorang mantan tenaga harian lepas (THL) BPBD Manado Samsu Hendrik Rajab (62) mengadukan instansi tempatnya bekerja dahulu ke Polresta Manado. Ia dan lima THL lain yang tergabung dalam satu tim sukarelawan petugas pemakaman jenazah Covid-19 belum menerima gaji selama Juli-Oktober 2020, masing-masing Rp 2 juta per bulan.
Dalam keadaan itu, mereka malah dikenai tuntutan ganti rugi (TGR) masing-masing sebesar Rp 4 juta yang berasal dari gaji Mei dan Juni 2020. Samsu yang berhenti bekerja di BPBD Manado pada November 2020 heran mengapa itu terjadi. ”Anehnya, saya terima gaji pada 1 November waktu keluar, tetapi itu tidak di-TGR-kan juga,” katanya.
TGR itu, kata Samsu, harus dikembalikan dengan cara dicicil kepada bendahara BPBD Manado. Namun, ia menilai kabar itu terlalu mendadak. Ia tidak diundang untuk berbicara secara langsung dengan penjelasan ataupun nota penagihan yang sah.
Di samping itu, ia menuduh BPBD Manado belum membayarkan semua insentif pemakaman jenazah korban Covid-19 yang menjadi haknya. Selama rentang Juni-November 2020, ia dan lima anggota timnya seharusnya menerima masing-masing Rp 47 juta, tetapi baru menerima Rp 38 juta.
”Kalau habis anggaran, saya enggak mau tahu. Kan, saya sudah melakukan kewajiban dengan memakamkan. Ini komitmen antara pekerja dan institusi. Mengertilah, kami ini mempertaruhkan nyawa untuk kemanusiaan juga, kerja siang dan malam, hujan dan panas, kami tidak pernah mengeluh,” katanya.
Gaji Samsu dan THL lainnya di BPBD Manado semestinya Rp 3 juta per bulan, tetapi dipangkas jadi Rp 2 juta sejak pandemi. Selama pandemi juga, ia mengklaim timnya telah menguburkan sekitar 200 jenazah. ”Karena itu, kami tuntut hak kami,” kata Samsu.
Kepala BPBD Manado Donald Sambuaga mengatakan, perkara yang diserukan oleh Samsu adalah hasil temuan BPK. Adapun Sekretaris BPBD Manado Peter Eman mengatakan, dirinya kurang memahami masalah tersebut, khususnya aktivitas tim pemakaman.
Seorang pegawai BPBD menyebut Samsu bukan tenaga kerja yang baik. ”Mantan THL itu tidak bagus orangnya. Tanya saja kepada orang-orang kantor, bagaimana ini Samsu orangnya,” katanya.
Masalah pengelolaan anggaran telah membelit Pemkot Manado setidaknya sejak 2020. Pembahasan APBD Perubahan Manado 2020 antara pemkot dan DPRD bahkan dihentikan tanpa konklusi. Diduga terdapat kerugian hingga Rp 119 miliar.
Pada awal 2021, Pemkot Manado mengumumkan akan memangkas jumlah THL dari 5.000-6.000 orang menjadi 3.000 saja. Sebab, realokasi anggaran akibat Covid-19 telah berimbas terhadap penyediaan dana untuk gaji THL. Dana yang mulanya Rp 146 miliar terpangkas sebesar Rp 39 miliar.
Masalah pengelolaan anggaran juga pernah membelit BPBD Manado hingga bermuara pada tindak pidana korupsi. Pada November 2020, mantan Kepala BPBD Manado Maximilian Tatahede divonis 6 tahun penjara karena terlibat korupsi dana hibah penanganan banjir bandang tahun 2014, sekalipun tak mendapat untung sepeser pun. Kerugian negara sebesar Rp 6,3 miliar.