PPKM berbasis mikro di Sumatera Selatan belum efektif. Beberapa hal yang menjadi indikator pun belum menunjukkan tren membaik. Salah satunya angka kematian yang semakin meningkat.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro di Sumatera Selatan belum efektif. Indikator kesehatan belum menunjukkan perbaikan, bahkan angka kematian akibad Covid-19 justru meningkat. Pemerintah Provinsi Sumsel diharapkan lebih serius dalam memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakan berbasis mikro, terutama menjelang Idul Fitri.
Epidemiolog Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, di Palembang, Selasa (20/4/2021), berpendapat, PPKM berbasis mikro di Sumatera Selatan belum optimal. Hal ini terlihat dari empat indikator yang belum menunjukkan tren perbaikan.
Indikator itu adalah angka kesembuhan di Sumsel yang masih 89,19 persen atau di bawah angka nasional yang sebesar 90,8 persen. Angka kematian juga masih tinggi, yakni mencapai 4,80 persen, lebih tinggi dari nasional yang sebesar 2,7 persen. ”Bahkan, angka kematian setelah PPKM malah lebih tinggi dibandingkan sebelum penerapan PPKM berbasis mikro,” ujar Iche. Sebelum PPKM dilangsungkan, angka kematian di Sumsel mencapai 4,75 persen.
Indikator lainnya adalah masih tingginya positivity rate, yakni 29,49 persen, lebih tinggi dibandingkan angka positivity rate sebelum PPKM, yakni sebesar 28,61 persen. Ini juga masih jauh dari standar Oraganisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang memberikan standar positivity rate harus di bawah 5 persen.
Selain itu, keterisian tempat tidur juga meningkat, yakni mencapai 51 persen atau lebih tinggi dibandingkan sebelum PPKM, yakni 30 persen. Hanya satu indikator yang menunjukkan perbaikan, yakni kasus aktif di Sumsel sebesar 6 persen lebih rendah dari kasus aktif nasional 6,5 persen.
Iche menilai belum membaiknya indikator PPKM di Sumsel harus menjadi peringatan bagi kepala daerah untuk lebih serius menerapkan PPKM berbasis mikro di wilayahnya. Konsep PPKM berbasis mikro, ujar Iche, sudah sangat baik, yakni melakukan penelusuran, pemeriksaan, dan penyembuhan dari lingkup terkecil. ”Tetapi implementasinya masih kurang,” ujarnya.
Iche mengingatkan agar pemerintah juga mengantisipasi peningkatan mobilitas jelang Idul Fitri yang kemungkinan besar akan meningkatkan potensi penularan. Jangankan di masa Lebaran, pada saat Ramadhan pun risiko itu tetap ada, yakni melalui sejumlah kegiatan, seperti buka puasa bersama atau shalat Tarawih secara berjemaah.
Agar pemerintah juga mengantisipasi peningkatan mobilitas jelang Idul Fitri yang kemungkinan besar akan meningkatkan potensi penularan. (Iche Andriyani Liberty)
”Kegiatan tersebut harus diawasi dan dipastikan mengikuti protokol kesehatan agar tidak memicu kasus penularan baru,” ujarnya. Kondisi itu juga harus menjadi bahan pertimbangan daerah untuk mengevaluasi pelaksanaan PPKM berbasis mikro di wilayahnya.
Pada periode pertama, ada tujuh daerah di Sumsel yang menerapkan PPKM berbasis mikro, yakni Kota Palembang, Prabumulih, Lubuklinggau, Kabupaten Banyuasin, Ogan Komering Ulu, Musi Rawas, dan Muara Enim. Ketujuh daerah itu dipilih karena berstatus oranye ketika PPKM periode pertama di Sumsel ditetapkan pada 6 April-19 April 2021.
Jika mengacu pada situs Sumsel Tanggap Covid-19 per 19 April 2021, jumlah daerah yang berstatus oranye meningkat dari 7 menjadi 12 daerah, bahkan Palembang masuk dalam zona merah.
Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru memberi sinyal bakal memperpanjang PPKM mikro di Sumatera Selatan. Namun, sebelum menetapkan hal itu, dirinya akan berkonsultasi dengan para ahli, termasuk epidemiolog dan juga jajaran dari dinas kesehatan mengenai kondisi pandemi terkini di Sumsel. Berdasarkan hasil pembahasan itu, nantinya dapat dipastikan apakah PPKM berskala mikro dapat dilanjutkan.
Menurut Herman, apabila PPKM dilanjutkan, pengawasan protokol kesehatan akan diperketat. Dengan begitu, potensi penularan bisa ditekan. Terkait status Palembang yang masih zona merah, ujar Herman, itu sangat flutuatif. Namun, dengan status itu menjadi peringatan untuk memperketat pengawasan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang Fauzia menuturkan, penerapan PPKM berbasis mikro dinilai efektif untuk menekan potensi penularan. Hal ini terlihat dari tidak ada lagi zona merah dan oranye pada lingkup rukun tetangga di Palembang. ”Semua zona kuning,” ujarnya.
Walaupun demikian, proses pengawasan harus dilakukan utamanya mendekati Idul Fitri. ”Kami sudah menginstruksikan seluruh jajaran puskesmas di Palembang untuk aktif dalam berkoordinasi dengan aparat di tingkat kelurahan guna memantau perkembangan warganya,” ujar Fauzia.
Walau dinilai efektif, dirinya belum mengetahui apakah PPKM berskala mikro di Palembang akan diperpanjang karena masih menunggu keputusan dari pemerintah provinsi. ”Kami menunggu instruksi dari pemprov terkait perpanjangan PPKM berskala mikro ini,” ujar Fauzia.