Tujuh daerah di Sumatera Selatan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro. Penetapan ini didasari atas status daerah tersebut yang masih zona oranye.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Tujuh kabupaten/kota di Sumatera Selatan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro. Penetapan ini didasari atas status daerah tersebut yang masih zona oranye. Kebijakan ini diharapkan dapat menekan angka penularan yang terjadi di daerah tersebut.
Pelaksana Tugas Asisten I Pemprov Sumsel Bidang Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat Akhmad Najib, Kamis (8/4/2021), di Palembang mengatakan, untuk menindaklanjuti Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2021 tentang perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro, Gubernur Sumsel Herman Deru menetapkan tujuh daerah menjalankan PPKM berbasis mikro. Ketujuh daerah itu adalah Kota Palembang, Kabupaten Muara Enim, Kota Prabumulih, Kota Lubuklinggau, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Komering Ulu, dan Kabupaten Musi Rawas.
Penetapan tujuh daerah itu didasari atas status daerah tersebut yang masuk kategori zona oranye. ”Penetapan status itu dilakukan jika dalam satu kawasan rukun tetangga ada tiga sampai lima rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam tujuh hari terakhir,” ujar Akhmad. Dalam skenario pengendaliannya, langkah yang dilakukan adalah menemukan kasus suspek dan melacak kontak erat, dilanjutkan dengan isolasi.
Dengan adanya keputusan itu, setiap kepala daerah harus segera membentuk posko penanggulangan Covid-19 dari tingkat kelurahan sampai rukun tetangga (RT). Adapun anggaran pelaksanaannya dibebankan ke setiap tingkatan pemerintahan dan bisa menggunakan dana desa.
PPKM mikro itu diberlakukan sejak 6 April hingga 19 April. ”Namun, jika status di daerah tersebut belum membaik, PPKM akan diperpanjang,” ucap Akhmad.
Ketujuh daerah itu adalah Kota Palembang, Kabupaten Muara Enim, Kota Prabumulih, Kota Lubuklinggau, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Komering Ulu, dan Kabupaten Musi Rawas.
Terkait sanksi, ujar Akhmad, pemerintah mengacu pada Peraturan Daerah Sumatera Selatan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum dalam Pencegahan dan Pengendalian Wabah Penyakit Menular, yakni berupa sanksi pidana dan sanksi administrasi. Sementara untuk 10 daerah yang tidak menjalankan PPKM berbasis mikro, lanjut Akhmad, diinstruksikan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat sesuai dengan perda yang ada.
Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, mengatakan, pemberlakuan status PPKM berskala mikro ini diharapkan dapat berdampak pada penurunan kasus penularan dan juga peningkatan pemeriksaan. Penetapan tujuh daerah itu juga sesuai dengan instruksi Mendagri.
Penetapan Sumsel sebagai satu dari 20 daerah yang menjalankan PPKM didasarkan pada angka kematian akibat Covid-19 yang lebih tinggi dari angka nasional, angka kesembuhan di bawah angka nasional, positivity rate di atas 5 persen, dan kasus aktif yang juga masih di atas angka nasional.
Menurut Iche, tingginya angka kematian dan positivity rate juga disebabkan oleh kurangnya pemeriksaan. ”Bayangkan ada daerah yang kontak eratnya positif. Ini menandakan pengawasan isolasinya tidak ketat,” ujar Iche.
Seharusnya, jika satu orang sudah terkonfirmasi positif, 30 orang yang melakukan kontak harus diperiksa. Namun, Sumsel masih di bawah itu. Tentu dengan adanya PPKM, diharapkan pemeriksaan bisa ditingkatkan.
Selain itu, ketika PPKM diberlakukan, pembatasan mobilitas penduduk akan lebih ketat. Pengawasan tidak hanya berskala kabupaten, tetapi sudah lebih rinci hingga skala rukun tetangga. ”Dengan dibatasinya mobilisasi, risiko penularan akan lebih rendah,” ucapnya.