PSU dan Sejumlah Rintangan Mengadang Pemimpin di Morowali Utara
Morowali Utara di Sulteng menggelar pemungutan suara ulang pilkada, 19 April 2021. Pemilihan diharapkan menghasilkan pemimpin yang mumpuni karena daerah itu memiliki sejumlah masalah yang perlu segera ditangani.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·5 menit baca
Pemungutan suara ulang pilkada dan pemungutan suara di TPS khusus segera dilakukan di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Perhelatan itu hendaknya berlangsung bebas dari kecurangan untuk mendudukkan pemimpin yang mumpuni. Daerah itu bergelut dengan sejumlah masalah, mulai dari kemiskinan hingga banjir.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Morowali Utara menetapkan 19 April 2021 untuk pemungutan suara ulang (PSU) dan pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) khusus perusahaan sawit PT Agro Nusa Abadi (ANA). Pelaksanaan PSU merupakan perintah Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada).
Pilkada Morowali Utara, 9 Desember 2020, diikuti pasangan calon Delis Hehi-Djira dan Holiliana-Abudin Halilu. Berdasarkan rekapitulasi KPU Morowali Utara, Delis-Djira menang dengan perolehan 34.016 suara (50,5 persen) atau unggul 1 persen dari Holiliana-Abudin yang mengantongi 33.398 suara (49,5 persen) atau hanya terpaut 618 suara.
Pasangan Holiliana-Abudin pun mengajukan gugatan ke MK karena diduga adanya pelanggaran di sejumlah TPS dan tak terlaksananya pemilihan untuk karyawan di PT ANA. Persidangan di MK mengungkap pelanggaran di dua TPS yang akan menggelar PSU, yakni tak adanya tanda tangan pemilih saat mencoblos dan pemilih yang mencoblos lebih dari satu surat suara. Keduanya bentuk pelanggaran dalam pemilihan.
Sementara, di PT ANA, karyawan yang memenuhi syarat untuk mencoblos tak difasilitasi menggunakan hak pilihnya. Padahal, mereka telah meminta KPU Morowali Utara untuk mendirikan TPS khusus di lingkungan perusahaan.
Namun, permintaan itu tak dilayani karena KPU beralasan TPS khusus hanya disediakan di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahan. MK memutuskan KPU harus membentuk TPS khusus di PT ANA karena hak memilih merupakan hak konstitusional yang harus dipenuhi.
Ketua KPU Morowali Utara Yusri Ibrahim, pada Minggu (10/4/2021), menyatakan total pemilih di TPS PT ANA 515 orang. Mereka memenuhi syarat untuk menggunakan hak pilihnya, di antaranya karena memegang KTP setempat dan benar belum mencoblos pada 9 Desember 2020. Di dua TPS lainnya, daftar pemilih tetap tak berubah. Totalnya mencapai 700 pemilih.
Dengan demikian, pemilihan pada 19 April 2021 akan diikuti 1.215 pemilih. Dengan selisih suara antara pasangan calon yang cukup tipis, 1.215 suara itu jelas akan menentukan pemenang pilkada nanti. Kedua pasangan calon pun akan mati-matian untuk merebut suara pemilih, baik untuk melebarkan keunggulan maupun untuk berbalik unggul.
Dengan kondisi itu, potensi kecurangan atau pelanggaran pasti cukup besar. Imparsialitas penyelenggara menjadi taruhan besar untuk memastikan pemilihan berlangsung jujur, berkualitas, dan bermartabat.
Terkait hal tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Morowali Utara mengklaim sudah menyiapkan petugas untuk mengawal tahapan dan pelaksanaan pemungutan suara ulang dan pemungutan suara di TPS khusus PT ANA.
“Petugas di desa dan kecamatan akan memastikan pengawasan berjalan, baik mencegah pelanggaran maupun mengambil tindakan atas pelanggaran yang berlangsung, termasuk politik uang. Intinya, kami sudah siap maksimal untuk mengawasi pemilihan,” kata Ketua Bawaslu Morowali Utara Andi Zainudin.
Penyelenggara diharapkan bekerja dengan maksimal agar pemungutan suara berlangsung benar sehingga pemimpin hasil pemilihan tersebut juga diterima semua pihak dan bermartabat. Kerja mereka harus mengonfirmasi pemimpin terpilih lahir dari penyelenggaraan pemilih yang jujur, bebas, adil, dan berkualitas.
Lantas, bagaimana tanggapan warga terkait PSU ini?
“Kami yang warga biasa ini hanya ingin agar PSU berlangsung dengan baik dan benar. Saya punya keyakinan pemimpin yang baik harus lahir dari cara yang baik pula,” kata Ilham Nusi (36), warga Kolonodale, ibu kota Morowali Utara.
Tantangan
Morowali Utara berjarak sekitar 350 kilometer dari Palu, ibu kota Sulteng. Daerah tersebut hasil pemekaran dari induknya, Kabupaten Morowali, pada 2012. Morowali Utara beribu kota di Kolonodale, kota kecil di Teluk Tomori. Jumlah penduduk Morowali Utara saat ini 128.323 jiwa.
Pemimpin Morowali Utara hasil pemilihan kali ini memiliki sejumlah tantangan yang membutuhkan kerja ekstra. Masalah yang perlu diselesaikan tersebut, antara lain, kemiskinan, bencana alam (banjir), dan isu pengelolaan sumber daya alam yang adil.
Terkait kemiskinan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Morowali Utara mendata jumlah penduduk miskin di kabupaten seluas 10.000 kilometer persegi tersebut pada Maret 2020 sebanyak 18.360 jiwa (14,3 persen). Jumlah tersebut tak menurun signifikan dari posisi pada 2015, yakni 19.810 jiwa (16,91 persen). Artinya, dalam empat tahun terakhir, hanya dientaskan 1.450 orang miskin.
Dosen sosiologi Universitas Tadulako, Palu, Cristian Tindjabate menyatakan, pemimpin hasil pilkada harus membedah penyebab mandeknya pengentasan orang miskin di Morowali Utara. Dengan cara itu, diharapkan pemerintah menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran sehingga kemiskinan terus berkurang.
Pada umumnya, ada tiga penyebab kemiskinan, yakni masalah kebijakan (faktor struktural), bencana alam (natural), dan budaya (kultural). Perlu dilihat faktor mana yang paling dominan di Morowali Utara sehingga intervensinya juga menjawab pokok soal kemiskinan tersebut.
Sering sawah di daerah tersebut gagal panen karena dilanda banjir.
Sejauh ini, belum ada upaya khusus penanganan kemiskinan di Morowali Utara. Intevensi selama ini hanya bersifat seumumnya yang dilakukan pemerintah, yakni distribusi bantuan sosial, seperti modal usaha. Hal itu pun tak dikawal sejauh mana perkembangannya di lapangan.
Masalah lain yang juga terkait dengan kemiskinan di Morowali Utara yakni bencana alam, khususnya banjir. Sejumlah daerah sering dilanda banjir besar yang berdampak tak hanya pada permukiman, tetapi juga lahan pertanian (sawah). Bencana tersebut sering menimpa Kecamatan Bungku Utara, Mamosalato, dan Petasia Timur. Sering sawah di daerah tersebut gagal panen karena dilanda banjir.
Jika kondisi itu tak tertangani dengan baik, dampak bencana akan makin mendera masyarakat. Bukan tak mungkin, kemiskinan akan menjadi-jadi karena sumber daya ekonomi warga rusak.
Pemimpin Morowali Utara ke depan juga perlu memperhatikan asas keadilan pengelolaan sumber daya alam, terutama pertambangan nikel di daerah itu. Morowali Utara merupakan salah satu daerah di Sulteng dengan cadangan nikel besar. Sejumlah perusahaan besar mulai membangun fasilitas pengolahan nikel (smelter) di kabupaten tersebut.
Prospek industri nikel menyongsong era kendaraan listrik perlu dicermati dari awal, terutama terkait dengan pengelolaan lingkungan dan penyerapan tenaga kerja lokal. Dua ketegangan itu selalu membayangi pertambangan dan industri pengolahannya. Jika tak dikelola dengan baik, keduanya akan menjadi bom waktu.