MK Putuskan Pemungutan Suara Ulang dan Pembuatan TPS Khusus di Morowali Utara
KPU Morowali Utara, Sulteng, siap untuk melaksanakan pemungutan suara ulang dan pemungutan suara di TPS khusus yang belum dilaksanakan pada Pilkada 9 Desember 2020.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang dan pemungutan suara dengan tempat pemungutan suara khusus di salah satu perusahaan sawit di Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Dengan begitu, KPU Morowali Utara harus membatalkan hasil rekapitulasi Pilkada Morowali Utara yang sebelumnya ditetapkan 17 Desember 2021.
Pada Jumat (19/3/2021), situasi di Kolonodale, ibu kota Morowali Utara, masih aman. Tidak ada kegiatan simpatisan para pasangan calon yang menonjol di jalan, misalnya konvoi atau berkumpul membentuk keramaian.
”Kami segera menggelar rapat untuk membahas teknis pelaksanaan putusan MK. Hasilnya akan kami konsultasikan dengan KPU Sulteng. Insya Allah, kami bisa melaksanakan putusan tersebut dalam rentang 30 hari ke depan sebagaimana ditetapkan MK,” kata Ketua KPU Morowali Utara Yusri Ibrahim saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Jumat.
Terkait tempat pemungutan suara (TPS) di perusahaan sawit PT Agro Nusa Abadi (ANA), Yusri mengatakan, semua karyawan yang memenuhi syarat untuk pencoblosan akan didaftar. Mereka juga akan dicek berlapis agar tak tumpang tindih dengan yang sudah menggunakan hak pilihnya.
Putusan MK atas perselisihan hasil Pilkada Morowali Utara dibacakan secara daring, Jumat. Sidang dipimpin Ketua MK Anwar Usman yang dihadiri semua anggota MK.
Pilkada Kabupaten Morowali Utara, 9 Desember 2020, diikuti pasangan calon Delis Hehi-Djira dan Holiliana-Abudin Halilu. Berdasarkan rekapitulasi KPU Morowali Utara, Delis-Djira menang dengan 34.016 suara (50,5 persen). Mereka unggul 1 persen dari Holiliana-Abudin yang mengantongi 33.398 suara (49,5 persen).
Pasangan Holiliana-Abudin lantas mengajukan gugatan ke MK. Keduanya menduga terjadi pelanggaran di sejumlah TPS. Pasangan calon tersebut menjadi pemohon perkara melawan termohon KPU Morowali Utara.
Anggota tim hukum Holiliana-Abudin, Arman Marunduh, menyatakan, putusan MK sesuai harapan. ”Kami akan konsolidasi internal tim pemenangan untuk memastikan pengawalan putusan agar tak terjadi lagi pelanggaran yang merugikan pasangan calon kami,” katanya.
Sementara itu, anggota tim hukum Delis-Djira, Yansen Kundimang, menyatakan, putusan MK harus diterima dengan ikhlas karena bersifat final dan mengikat. Kubunya akan mengawal jalannya putusan tersebut.
Semua warga tetap harus rukun, damai, dan bersilahturahmi untuk menciptakan kehidupan yang aman.
Gubernur Sulteng Longki Djanggola meminta semua pihak dewasa menyikapi putusan MK tersebut. Para pasangan calon dan simpatisan harus bijak menerimanya. ”Semua warga tetap harus rukun, damai, dan bersilahturahmi untuk menciptakan kehidupan yang aman,” katanya.
Dalam putusannya, MK menemukan ada pelanggaran di dua tempat pemungutan suara di Desa Peboa, Kecamatan Petasia Timur, dan Desa Menyo’e, Kecamatan Mamosalato.
Di TPS 01 Peboa, ada seorang pemilih mencoblos dua surat suara. Sementara di TPS 01 Menyo’e, tidak ada daftar hadir yang ditandatangani atau dicap jempol pemilih yang datang ke TPS menggunakan hak pilihnya. Hal itu membuat dokumen pemilihan diragukan keabsahannya. Padahal, daftar hadir termasuk dokumen penting dalam pemilihan.
Karena pelanggaran tersebut, MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di dua TPS tersebut, selambatnya 30 hari terhitung sejak putusan dibacakan. Adapun permohonan PSU di TPS lain tidak dikabulkan karena buktinya dipatahkan termohon.
TPS khusus
Amar putusan lainnya, MK memerintahkan KPU Morowali Utara untuk melaksanakan pemungutan suara dengan membangun TPS khusus di PT ANA. Pemungutan suara di perusahaan itu tidak dilaksanakan pada 9 Desember 2020 karena karyawan tak difasilitasi untuk melaksanakan haknya.
Mereka memang dipersilakan untuk mencoblos di sejumlah TPS di luar lingkungan perusahaan dengan fasilitas transportasi disediakan perusahaan. Namun, ada peraturan tak tertulis yang dianggap karyawan memberatkan sebagaimana diutarakan saksi pemohon, Sabrin.
Ia menyatakan, perwakilan perusahaan menyampaikan setelah mencoblos, karyawan harus mengikuti tes usap (swab) dengan biaya dipotong dari komponen upah karyawan. Jika terkonfirmasi positif dari hasi tes tersebut, seluruh biaya isolasi mandiri ditanggung karyawan.
Sabrin bahkan telah meminta KPU Morowali Utara untuk mendirikan TPS khusus di lingkungan perusahaan. Namun, hal itu tak dilayani karena KPU beralibi TPS khusus hanya didirikan di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara.
Mahkamah menilai hak pemilihan merupakan hak konstitusional setiap warga negara. MK memandang pemungutan suara dengan TPS khusus di PT ANA bagi karyawan diperlukan yang memenuhi syarat mencoblos dan belum menggunakan hak pilihnya. Dengan amar putusan tersebut, KPU Morowali Utara harus membatalkan hasil rekapitulasi Pilkada Morowali Utara yang ditetapkan pada 17 Desember 2021.