Pelaku kekerasan terhadap wartawan ”Tempo” di Surabaya, Jawa Timur, Nurhadi, harus diadili dengan hukuman yang tegas karena dianggap melanggar kebebasan pers.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kekerasan terhadap jurnalis Tempo di Surabaya akhir Maret 2021 terus mengundang protes dari berbagai kelompok pers, salah satunya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Forum Jurnalis Tasik Melawan meminta pelanggaran hukum ini ditindak tegas.
Forum Jurnalis Tasik Melawan mengadakan aksi damai di Tugu Asmaul Husna, Nagarawangi, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, Kamis (1/4/2021). Aksi yang berlangsung selama lebih kurang dua jam. Sejumlah tuntutan disuarakan lewat orasi, teatrikal, dan pembacaan puisi.
Koordinator Lapangan Aksi Forum Jurnalis Tasik Melawan, Adeng Bustomi memaparkan, peserta aksi lebih kurang 20 orang, mulai dari wartawan, anggota pers mahasiswa, hingga pegiat lingkungan. Mereka memiliki tuntutan sama, meminta polisi menegakkan hukum dalam menangani kasus kekerasan yang menimpa wartawan Tempo, Nurhadi, di Surabaya, Sabtu (27/3/2021).
”Kami mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus ini dan memastikan para pelakunya dihukum sesuai aturan yang berlaku. Kami juga meminta Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya memberikan perlindungan terhadap kerja jurnalistik,” katanya.
Nurhadi mengalami kekerasan saat hendak mewawancarai Angin Prayitno Aji. Eks Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini diduga terseret kasus korupsi yang disebut KPK merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Sabtu itu, Angin tengah menggelar resepsi pernikahan anaknya di Graha Samudera Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Laut Morokembangan, Surabaya. Saat keluar dari area resepsi, Nurhadi dicegat panitia pernikahan dan sekelompok orang.
Meski sudah menjelaskan statusnya sebagai wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik, Nurhadi tetap mendapatkan perlakuan kasar, seperti pemukulan, pemitingan, hingga telepon genggamnya dirampas. Seluruh isi ponsel dihapus hingga kartu selulernya dipatahkan.
Perlakuan tidak menyenangkan tidak cukup sampai di situ. Nurhadi lantas disekap di Hotel Arcadia, di kawasan Jembatan Merah, dan dipaksa menerima uang tutup mulut Rp 600.000.
Kekerasan terhadap media pun semakin meningkat. Menurut catatan yang dihimpun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, pada 2020 telah terjadi 117 kekerasan terhadap wartawan dan media, atau meningkat 32 persen dari tahun 2019 (79 kasus). Sementara itu, dari laporan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sebanyak 85 kekerasan terhadap wartawan selama tahun 2020.
“Kami juga meminta Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengusut dan menuntaskan kasus-kasus serangan serupa terhadap jurnalis, aktivis, termasuk para Pembela Hak Asasi Manusia. Apalagi, kerja jurnalistik dilindungi undang-undang,” tutur Adeng.
Sebelumnya, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Wahyu Dhyatmika dalam pernyataan tertulis menyatakan, penganiayaan tersebut melanggar prinsip kebebasan pers. Karena itu, pihaknya menuntut semua pelaku diadili dan dijatuhi hukuman yang sesuai.
Di samping itu, Wahyu meminta bantuan dari berbagai pihak untuk melindungi korban dari ancaman kekerasan lebih lanjut. Lembaga yang diminta ini antara lain Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Dewan Pers.
”Setelah semua berkas penyidikan lengkap, kami menuntut pelakunya dibawa ke meja hijau untuk menerima hukuman sesuai undang-undang yang berlaku,” ujarnya.