Kalangan jurnalis, organisasi dan tokoh masyarakat, serta akademisi mengecam penganiayaan terhadap jurnalis ”Tempo”. Mereka mendesak polisi mengusut tuntas kasus ini.
Oleh
Ambrosius Harto/Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS —Sejumlah pihak mengecam kasus kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo, Nurhadi, Sabtu (27/3/2021), di Surabaya, Jawa Timur. Nurhadi dianiaya ketika menjalankan tugas jurnalistik meliput mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji, tersangka kasus suap pajak Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sabtu pukul 18.25, Nurhadi mendatangi Gedung Graha Samudra Bumimoro di Jalan Moro Krembangan, Surabaya, untuk meminta konfirmasi dan meliput Angin terkait kasus yang sedang menjeratnya. Kebetulan, saat itu sedang berlangsung resepsi pernikahan anak tersangka. Namun, ketika sedang memotret Angin dari jauh, ia kemudian didatangi panitia dan difoto.
Saat hendak keluar dari gedung, ia dihentikan beberapa orang dan ditanya identitas. Meski sudah menjelaskan statusnya sebagai wartawan yang meliput, mereka tetap merampas telepon seluler Nurhadi dan memeriksa isinya. Nurhadi kemudian diinterogasi, ditampar, di-piting, dipukul di beberapa bagian tubuhnya, dan diancam akan dibunuh.
Ia juga dipaksa menerima uang Rp 600.000 sebagai kompensasi perampasan dan perusakan alat liputan, tetapi menolak. Penganiaya bersikeras memaksanya menerima, bahkan memotret ketika Nurhadi memegang uang tersebut. Nurhadi akhirnya tidak menerima uang itu dan meletakkannya di mobil pelaku.
Pukul 22.25, Nurhadi dibawa ke sebuah hotel di Jalan Rajawali, Surabaya. Ia kembali diinterogasi dua orang yang mengaku anggota Polrestabes Surabaya bernama Purwanto dan Firman. Pukul 01.10, Nurhadi baru diperbolehkan keluar hotel dan diantarkan pulang.
Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Wahyu Dhyatmika dalam keterangan tertulis, Minggu (28/3/2021), meminta Kapolda Jatim Inspektur Jenderal Nico Afinta menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo, memeriksa anggota yang diduga terlibat, dan membawa pelaku ke persidangan.
Selain itu, Tempo juga meminta Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan memproses pelaku dalam pelanggaran kode etik. Polri harus memastikan kasus kejahatan terhadap jurnalis tidak berulang.
Tempo juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Dewan Pers untuk melindungi korban dari ancaman kejahatan selanjutnya dan mengawal proses hukum kasus penganiayaan tersebut.
”Agar semua pihak menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers demi terjaminnya hak publik untuk mendapat informasi akurat mengenai isu-isu penting,” kata Wahyu.
Atas kejadian ini, Aliansi Anti Kekerasan terhadap Jurnalis yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Kontras, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya mendampingi korban untuk menempuh langkah hukum. ”Kami mengecam aksi kekerasan ini dan mendesak aparat penegak hukum profesional menangani kasus ini, apalagi mengingat bahwa sebagian pelakunya adalah aparat penegak hukum,” kata Eben Haezer, Ketua AJI Surabaya, Minggu (28/3/2021).
Menurut Eben, apa yang dilakukan para pelaku termasuk kegiatan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik dan melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Selain itu, juga melanggar UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik, dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Hak Asasi Manusia.
Di Jakarta, kecaman juga disampaikan Komite Keselamatan Jurnalis yang terdiri dari AJI, LBH Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, YLBHI, Asosiasi Media Siber Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Media Independen, Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi, dan Persatuan Wartawan Indonesia. Selain itu, 46 organisasi masyarakat sipil, 7 tokoh masyarakat, dan 11 akademisi mendesak kepolisian menindaklanjuti kasus kekerasan ini.
Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko mengatakan, Nurhadi telah membuat laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Jatim. Nurhadi juga telah menjalani visum et repertum di RS Bhayangkara HS Samsoeri Mertojoso, Surabaya, untuk melengkapi berkas-berkas laporan. ”Laporan tentu akan ditindaklanjuti oleh petugas,” kata Gatot.