Kawal Penyelidikan Kekerasan terhadap Jurnalis Nurhadi
Polda Jawa Timur jangan gentar mengusut tuntas kasus penganiayaan terhadap jurnalis ”Tempo”, Nurhadi. Seluruh yang terlibat, termasuk dari anggota Polri dan aparatur lembaga negara yang lain, harus diproses hukum.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Jawa Timur diminta mengusut tuntas kasus penganiayaan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi. Seluruh pelaku harus diselidiki dan proses hukum kasus ini akan dikawal sampai selesai.
”Kami mengecam setiap tindak kejahatan terhadap jurnalis yang bertugas,” kata Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur KH Abd Salam Shohib di Surabaya, Senin (29/3/2021).
Kejahatan terhadap jurnalis merupakan gaya lama dari rezim otoriter yang membunuh demokrasi dan kebebasan pers. PWNU mendukung langkah-langkah dari berbagai lembaga yang segera melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim. PWNU juga telah menugasi Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) untuk turut mengawasi perkembangan penyelidikan kasus tersebut.
Secara terpisah, Ketua DPRD Jatim Kusnadi meminta agar Polda Jatim tetap profesional dan tidak gentar untuk mengusut kasus penganiayaan terhadap Nurhadi, bahkan kasus-kasus serupa yang pernah terjadi, tetapi ”tenggelam” atau belum tuntas.
Ditemui secara terpisah di sekretariat Kontras Surabaya, Nurhadi mengatakan telah melaporkan setidaknya dua anggota Polri yang bertugas di Polda Jatim atau Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya yang telah menganiaya dirinya. ”Juga beberapa orang lain yang belum saya ketahui identitasnya,” katanya.
Nurhadi mengatakan, dirinya dianiaya saat berusaha mendapatkan konfirmasi dari mantan Direktur Pemeriksaan Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji, tersangka kasus suap pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sabtu (27/3) malam, Nurhadi mendatangi acara resepsi pernikahan anak Angin di Gedung Graha Samudera Bumimoro, Surabaya.
Saya dipukuli seperti maling sehingga terluka.
Meski sudah menyampaikan status sebagai jurnalis Tempo yang sedang menjalankan tugas jurnalistik untuk mendapatkan konfirmasi, para pengawal Angin yang sebagian kemudian diketahui ada yang anggota Polri tetap menganiaya, merampas alat kerja, menyekap, menginterogasi, dan melepas Nurhadi.
”Saya dipukuli seperti maling sehingga terluka,” kata Nurhadi. Peristiwa itu kemudian dilaporkannya ke Tempo lalu Aliansi Jurnalis Independen. Nurhadi kemudian melaporkan kasus itu Polda Jatim, Minggu (28/3), sekaligus melaksanakan visum et repertum di RS Bhayangkara HS Samsoeri Mertojoso guna melengkapi berkas laporan.
Senin, Nurhadi didampingi tim kuasa hukum dari Kontras Surabaya, AJI, dan LBH Lentera kembali mendatangi Polda Jatim untuk kelanjutan pemeriksaan. Selain itu, Nurhadi dan tim penyidik juga berangkat ke Bumimoro untuk prarekonstruksi perkara.
Sementara itu, jurnalis se-Surabaya unjuk rasa di depan Taman Apsari, seberang Gedung Negara Grahadi, mendesak pengusutan tuntas kasus kejahatan terhadap Nurhadi.
Ketua AJI Surabaya Eben Haezer mengatakan, teman-teman jurnalis di Surabaya patut mengawal kasus Nurhadi agar benar-benar ditegakkan. Polda Jatim diminta profesional dan tidak gentar untuk menyidik kasus tersebut jika melibatkan anggota Polri atau aparatur lembaga negara lainnya.
”Karena dianiaya, Nurhadi tentu tidak mengetahui semua pelakunya sehingga pengawalan kasus ini jangan sampai berujung ada yang dikorbankan untuk menutupi kasusnya,” kata Eben.
Jurnalis se-Surabaya menilai penganiayaan terhadap Nurhadi merupakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 12/2005 tentang Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik, dan Peraturan Kepala Polri No 8/2005 tentang Pengimplementasian Hak Asasi Manusia.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko mengatakan, proses penyelidikan terhadap penganiayaan Nurhadi masih berlangsung. Polda Jatim tidak keberatan jika kasus itu diawasi dan dikawal. ”Kami akan bertugas secara profesional,” kata Gatot.