Pemberian vaksin AstraZeneca kepada masyarakat di Sulut dihentikan setelah tiga hari penggunaan. Muncul ratusan kasus gejala seperti demam, menggigil, nyeri badan dan tulang, hingga mual dan muntah pascavaksinasi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS – Dinas Kesehatan Sulawesi Utara menghentikan pemberian vaksin AstraZeneca kepada masyarakat setelah tiga hari penggunaan, Sabtu (27/3/2021), akibat timbulnya ratusan kasus efek simpang pascaimunisasi. Beberapa penerima vaksin mengalami demam, nyeri badan dan tulang, hingga mual dan muntah.
Melalui surat resmi, Kepala Dinas Kesehatan Sulut dr Debie Kalalo menyatakan, penggunaan vaksin AstraZeneca akan dihentikan untuk sementara waktu. Hal itu dilakukan sembari menunggu penjelasan dan pernyataan resmi dari Kementerian Kesehatan serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pihaknya telah menyurati dua pihak tersebut, Jumat (26/3/2021).
Surat itu berisi laporan kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) yang dialami penerima vaksin. “Rata-rata keluhan sasaran (vaksinasi) adalah demam, menggigil, sakit kepala, badan terasa sakit dan lemas,” kata Debie dalam surat resmi itu.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, kebijakan ini adalah sebuah langkah kehati-hatian. Sejauh ini, 3.990 orang di Manado telah mendapat suntikan pertama AstraZeneca dan beberapa efek simpang (adverse effects) dirasakan 5-10 persen di antaranya, atau kisaran 200-400 orang.
Steaven mengatakan, dokumen izin darurat penggunaan (EUA) vaksin AstraZeneca sebenarnya telah menyebutkan KIPI berupa efek simpang dari vaksin ini tergolong sangat sering terjadi (very common) dan sering terjadi (common). Artinya 1 di antara 10 suntikan atau 1 dari 100 suntikan sangat mungkin diikuti gejala serupa.
Oleh karena itu, Dinkes Sulut menyiapkan model komunikasi risiko kepada masyarakat untuk dapat menerima fakta ini agar tidak terjadi kepanikan. “Pertama, akan ada investigasi oleh Komite Daerah (Komda) KIPI bersama Dinkes Sulut, Kemenkes, dan WHO. Kemudian, kami akan rilis (hasilnya) kepada media,” ujar Steaven.
Pola pendekatan vaksinasi yang targetnya adalah unit usaha atau institusi juga akan disesuaikan. Vaksinasi diharapkan tidak langsung dilakukan secara serentak terhadap seluruh karyawan atau pegawai, tetapi secara bertahap. “Supaya unit usaha tidak perlu ditutup kalau banyak karyawan yang terdampak KIPI.
Untuk memantau KIPI, selama ini, petugas observasi selalu menjelaskan dampak yang mungkin dirasakan penerima beberapa waktu setelah vaksinasi. Nomor telepon penerima juga dicatat di kartu vaksinasi. Pos-pos vaksinasi juga akan menyediakan obat demam, seperti paracetamol, di meja observasi pascavaksinasi.
Sulut telah menerima 50.000 dosis vaksin AstraZeneca pada Selasa (23/3/2021). Rencana awal, 21.000 dosis akan dialokasikan bagi warga Bitung. Sedangkan 29.000 dosis bagi Manado. Namun, kata Steaven, Bitung belum memulai vaksinasi dengan AstraZeneca. Penghentian penggunaan AstraZeneca berpotensi berujung kerugian negara karena semua dosis yang diterima Sulut kedaluwarsa pada Mei 2021.
Dinkes Sulut masih memiliki vaksin CoronaVac, tetapi hanya diperuntukkan sebagai vaksin dosis kedua bagi warga yang telah menerima vaksin. Hingga Jumat malam, sebanyak 63.917 pelayan publik telah menerima vaksin CoronaVac, tetapi baru 14.359 orang yang telah menerima suntikan kedua. Adapun 226 warga lanjut usia telah tuntas divaksin CoronaVac dari total 7.126 orang yang telah menerima suntikan pertama.
Sebelumnya, Gubernur Sulut Olly Dondokambey menyatakan vaksin AstraZeneca telah mendapat izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta fatwa Majelis Ulama Indonesia. Ia mengatakan, jika ragu, warga bisa menunggu kedatangan vaksin lain. Namun, belum ada pasokan baru CoronaVac ke Sulut hingga kini.