Sejak 2008 hingga 2020, Aceh memperoleh dana otonomi khusus sebesar Rp 81 triliun. KPK meminta setiap rupiah dana itu untuk pembangunan. Tidak boleh ada lagi praktik-praktik korupsi di Aceh.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengingatkan pejabat daerah di Provinsi Aceh agar menghindari perilaku korupsi. Setiap rupiah pengelolaan anggaran publik harus dapat dipertanggungjawabkan.
Hal itu disampaikan Firli Bahuri di hadapan Gubernur Aceh Nova Iriansyah saat meninjau aset milik Pemerintah Provinsi Aceh, di Banda Aceh, Jumat (26/3/2021). Firli menuturkan, KPK meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah.
”Dana otonomi khusus Aceh cukup besar, harus dipastikan setiap rupiah untuk pembangunan. Tidak boleh ada lagi praktik-praktik korupsi di Aceh,” kata Firli.
Aceh sebagai daerah otonomi khusus mendapatkan dana otonomi khusus setiap tahun. Sejak tahun 2008 hingga tahun 2020, Aceh memperoleh dana otonomi khusus sebesar Rp 81 triliun.
Firli menegaskan, dana otonomi khusus harus digunakan untuk kepentingan pembangunan. Jika ditemukan praktik korupsi, KPK akan menyeret pelaku ke pengadilan. ”Sekarang, bagi KPK, tidak ada lagi hari Jumat keramat, setiap hari adalah keramat,” kata Firli.
Penyebutan hari Jumat keramat berujuk pada kebiasaan KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap tersangka korupsi pada hari Jumat. Namun, kini, KPK akan melakukan penangkapan terhadap tersangka korupsi kapan saja.
Sekarang, bagi KPK, tidak ada lagi hari Jumat keramat, setiap hari adalah keramat.
Kasus korupsi dana otonomi khusus tidak sedikit menjerat aparatur negara di Provinsi Aceh, termasuk bekas Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan bekas Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Sejak 2004-2020, KPK telah menahan 1.250 tersangka korupsi. Tersangka paling banyak pihak swasta, yakni 329 orang, anggota DPR/DPRD sebanyak 280 orang, dan pegawai negeri 235 orang. Selama enam tahun itu pula, KPK menahan 150 orang kepala daerah.
Firli mengatakan, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang melanggar hak asasi manusia. Dia mencontohkan, korupsi terhadap bantuan sosial telah merampas hak warga miskin. Padahal, pelaku korupsi adalah orang-orang yang kaya materi dan bergaji besar.
Rendahnya integritas dan buruknya sistem memicu pengelola anggaran publik melakukan korupsi. Oleh karena itu, Firli mengatakan perlu pendidikan integritas dan perbaikan sistem agar korupsi dapat diberantas.
Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan, Pemprov Aceh terus melakukan perbaikan kinerja dan mencegah potensi korupsi. Penguatan kapasitas aparatur, integritas, dan pelibatan para pihak adalah upaya mencegah korupsi.
”Kami sangat mengapresiasi intervensi KPK selama ini. Intervensi jangan diartikan sebagai campur tangan, tetapi membantu,” kata Nova.
Nova menambahkan, pemberantasan korupsi dilakukan mulai dari pencegahan. Kinerja aparatur negara pengelola uang daerah harus diawasi oleh publik agar pemanfaatan anggaran sesuai dengan regulasi.