Bupati Banyuwangi: Mudik Bermakna, tetapi Keselamatan Lebih Penting
Mudik bermakna sosial ekonomi. Soal keluarga, juga ekonomi. Dampaknya besar jika mudik dilarang. Namun, pemerintah pasti memikirkan kepentingan yang lebih besar, yakni keselamatan warga.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Pemerintah telah menetapkan larangan mudik 2021 sebagai antisipasi penularan Covid-19. Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, kendati mudik punya nilai tradisi, larangan tersebut merupakan upaya pemerintah menjaga keselamatan warga.
Larangan mudik 2021 disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam jumpa pers virtual, Jumat (26/3/2021). Pemerintah Kabupaten Banyuwangi akan segera mengambil langkah strategis untuk menyesuaikan imbauan pemerintah tersebut.
Hal itu disampaikan Bupati Banyuwangi melalui jawaban tertulis kepada Kompas di sela-sela kegiatannya di Jakarta, Jumat (26/3/2021). ”Keputusan larangan mudik Lebaran tentu sudah dikaji dengan pertimbangan matang untuk menekan penyebaran Covid-19. Ini soal rem dan gas. Kalau ngegas terus, rem blong, kita bisa masuk jurang,” ungkapnya.
Ipuk mengatakan, meski tren kasus harian dan kasus aktif mengalami penurunan, kemudian tingkat keterisian rumah sakit juga turun, masyarakat tetap tidak boleh lengah. Ia lantas membandingkan dengan kasus di India dan Brasil yang mengalami lonjakan drastis penambahan kasus baru antara 53.000 dan 100.000 kasus per hari.
Menurut dia, seluruh pihak harus mewaspadai potensi penambahan kasus tersebut. Ia berharap tidak terjadi gelombang kenaikan kasus penularan Covid-19 kembali.
Dampaknya besar jika mudik dilarang, termasuk pergerakan ekonomi akan berkurang. Tapi, pemerintah pusat pasti berpikir untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu soal keselamatan warga. (Ipuk Fiestiandani)
”Saya sangat mengerti, mudik Lebaran bermakna luar biasa bagi kita semua. Mudik bermakna sosial-ekonomi. Soal keluarga, juga soal ekonomi. Dampaknya besar jika mudik dilarang, termasuk pergerakan ekonomi akan berkurang. Tapi, pemerintah pusat pasti berpikir untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu soal keselamatan warga,” ujarnya.
Pelarangan mudik, menurut Ipuk, merupakan bagian dari upaya vaksinasi yang sedang dilakukan pemerintah agar kondisi kesehatan komunitas tetap optimal. Terlebih, ia menyebut, saat ini vaksinasi Covid-19 belum mencapai jumlah yang ideal untuk mencapai kekebalan komunal atau herd immunity.
”Kebijakan yang diambil daerah harus sinkron dengan pemerintah pusat. Tentu dengan pertimbangan-pertimbangan lokal yang sesuai dengan karakteristik daerah. Kami akan mengimbau warga dengan tegas mengikuti anjuran pemerintah,” ujarnya.
Ipuk bahkan akan menyiapkan sanksi khusus bagi ASN yang tetap nekat mudik tanpa alasan penting. Terkait sanksi, Ipuk masih akan membahasnya dengan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Banyuwangi.
Ia juga akan segera berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 setempat terkait langkah teknisnya. Beberapa yang akan dibahas, antara lain, penyekatan di kecamatan dan desa. Tahun lalu, Banyuwangi menyediakan sejumlah rumah singgah dan fasilitas karantina sementara bagi warga yang nekat mudik ke Banyuwangi.
”Skenarionya bagaimana akan kami koordinasikan, tapi prinsipnya larangan mudik ini untuk kebaikan bersama karena pandemi belum berakhir. Tenaga kesehatan kita masih berjuang, siang dan malam, mari hormati mereka dengan menunda mudik,” ujarnya.
Berbagai tanggapan juga muncul di masyarakat terkait larangan mudik yang dikeluarkan pemerintah. Dyah Nita (30), warga Banyuwangi, bahkan sudah menduga larangan ini akan diterbitkan.
”Saya dan keluarga sudah menduga. Kami bahkan sempat berencana mudik ke Yogyakarta sebelum Lebaran. Karena saat Lebaran, pasti ada saja aturan yang ribet. Entah wajib rapid test atau swab. Eh, sekarang malah sudah dilarang,” tutur karyawan swasta tersebut.
Nita mengatakan, tahun lalu ia terpaksa membatalkan 11 tiket berbagai tujuan untuk ia dan keluarganya yang hendak mudik Lebaran. Total tiket yang ia kembalikan mencapai Rp 1,5 juta.
Tanggapan lain disampaikan Ahmad Suudi (29). Ia justru mempertanyakan kebijakan pemerintah yang setengah-setengah. Ia berharap pemerintah tidak hanya memberikan larangan, tetapi juga solusi.
”Seharusnya bukan larangan yang disampaikan pemerintah. Untuk menjamin mudik Lebaran tetap aman, pemerintah seharusnya memfasilitasi pemeriksaan kesehatan massal berupa tes cepat. Biayanya memang mahal, kalau mau murah, ya, hanya bisa memberikan larangan mudik,” keluhnya.