Di Banyuwangi, warga sukarela meminjamkan rumah kedua mereka sebagai tempat karantina bagi perantau. Warga yang tak memberikan tempat pun membantu menyediakan kebutuhan pokok.
Oleh
Angger Putranto
·4 menit baca
Solidaritas tak mengenal batas, seperti terlihat di perdesaan di Banyuwangi, Jawa Timur. Meski tak saling kenal, warga rela menyediakan kebutuhan pokok hingga rumah singgah untuk tempat isolasi mandiri perantau yang mudik di tengah pandemi Covid-19. Tak ada balasan yang mereka harapkan. Semuanya semata untuk kemanusiaan.
Sejak pemerintah pusat membuat kebijakan tak ada pelarangan pulang kampung, pekerjaan pemerintah daerah bertambah. Mereka harus memastikan para pemudik tak menjadi penyebar virus SARS-CoV-2 di daerah asalnya. Salah satu caranya dengan karantina. Mencari tempat untuk karantina tidak mudah karena tidak semua daerah memiliki gedung yang layak ditempati.
Namun, di Banyuwangi, warga sukarela meminjamkan rumah kedua mereka sebagai tempat karantina bagi perantau. Warga yang tak memberikan tempat pun membantu menyediakan kebutuhan pokok. Salah satu desa yang menyediakan rumah isolasi ialah Desa Gumirih di Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi. Kepala Desa Gumirih Murai Ahmad mengatakan, sudah ada warga yang mengizinkan rumahnya dijadikan tempat isolasi.
”Rumah ini memiliki empat kamar tidur. Lokasinya jauh dari permukiman warga. Perabotannya lengkap dan siap digunakan,” katanya, pekan lalu. Murai mengatakan, sejak ada instruksi Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas terkait satu desa satu rumah isolasi, ia langsung mencari warga yang bersedia. Pucuk dicinta ulam tiba.
Beruntung, Murai bertemu Muhammad Rifai, Kepala SMA Negeri Taruna Santri Darussholah Singojuruh. Perbincangan keduanya berujung kesepakatan menjadikan rumah kedua Rifai sebagai tempat isolasi mandiri pemudik. Keluarga pun mendukung niat mulia Rifai.
”Saya tidak khawatir karena sebelum dan sesudah penggunaan, pihak puskesmas pasti sterilisasi dengan penyemprotan disinfektan. Saya juga ikhlas tidak dapat ganti rugi apa pun dari pemda ataupun dari warga yang nantinya tinggal di rumah isolasi. Ini saya lakukan atas dasar keamanan dan kemanusiaan,” ujarnya.
Selama ini, Rifai hanya singgah di rumah itu setiap hari untuk merawat tanaman dan hewan peliharaannya berupa ayam, burung, dan ikan. Ia dan keluarga tinggal di Kecamatan Genteng yang berjarak 15 kilometer dari rumah di Gumirih.
Menurut Murai, selain menyediakan rumah isolasi, ia juga menghimpun bantuan bahan pangan. Saat ini sudah terkumpul 5 kuintal beras dari warga. ”Mereka (yang dikarantina) tak perlu bingung memikirkan makan karena semua kebutuhan pangan kami penuhi,” ujarnya.
Saya tidak khawatir karena sebelum dan sesudah penggunaan, pihak puskesmas pasti sterilisasi dengan penyemprotan disinfektan.
Desa lain yang telah menyiapkan rumah warga untuk tempat isolasi mandiri ialah Desa Bimorejo, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi. Kepala Desa Bimorejo Maksum mengatakan, ada dua rumah warga di dua dusun berbeda menjadi rumah isolasi. ”Rumah di Dusun Aseman milik keluarga TKI yang bekerja di Hong Kong, sedangkan rumah di Dusun Bimo milik warga yang saat ini tinggal di Bali,” katanya ketika dihubungi, Selasa (7/4/2020).
Maksum mengatakan, para kepala dusun sudah menghubungi pemilik rumah dan keluarga yang mengurusi rumah itu. Para pemilik rumah merespons positif dan rela rumahnya untuk sementara waktu menjadi tempat isolasi mandiri pemudik.
”Saat ini di desa kami ada sekitar 36 warga yang masuk dalam kategori orang dengan risiko (ODR). Mereka baru saja datang dari luar kota, misalnya Bali, Jember, Batam, dan Madura,” ujar Maksum. Warga yang masuk kategori ODR dalam keadaan sehat. Mereka kini memilih mengisolasi diri sendiri. Namun, seluruh aktivitas mereka dipantau perangkat desa.
Gotong royong
Hingga Selasa (7/4/2020), di Banyuwangi ada 212 rumah warga yang disiapkan menjadi rumah isolasi. Rumah-rumah itu menyediakan 495 kamar untuk warga ODR dan orang dalam pemantauan (ODP). Bupati Banyuwangi mengatakan, rumah isolasi berbasis desa itu penting untuk memastikan semua orang yang datang ke Banyuwangi melakukan isolasi secara optimal.
”Setiap orang ke Banyuwangi dari wilayah terjangkit wajib menjalankan isolasi mandiri selama 14 hari. Proses isolasi bisa jadi problem tersendiri jika di rumahnya terlalu ramai anggota keluarga atau tak ada kamar yang bisa digunakan. Maka, solusinya adalah rumah isolasi berbasis desa,” tutur Anas. Semua ODR dan ODP, lanjut Anas, dalam pemantauan puskesmas, pemerintah desa, babinsa, dan bhabinkamtibmas.
Tradisi gotong royong di Banyuwangi cukup kuat.
Antropolog dari Universitas 17 Agustus 1945, Banyuwangi, Andang Subahariyanto, mengatakan, rumah warga sebagai rumah isolasi berbasis desa merupakan wujud nyata gotong royong. ”Tradisi gotong royong di Banyuwangi cukup kuat,” ujarnya. Dalam masyarakat Osing, suku asli Banyuwangi, memang ada tradisi melabot atau ngersaya (baca: ngersoyok). Tradisi ngersaya tampak saat ada warga membongkar rumah. Warga pun bergotong royong mengangkat atau memindahkan kayu bangunan.
Dalam tradisi melabot, pemilik hajat biasanya dibantu tetangga dan kerabat menyiapkan aneka hidangan untuk tamu. Para perempuan akan membawa beras, gula, telur, dan aneka bahan pangan. Adapun laki-laki membantu mengupas kelapa. Covid-19 memang bisa menghilangkan nyawa. Namun, pandemi ini tidak dapat menggerus rasa kemanusiaan masyarakat Banyuwangi.