Pasokan Beras di Pasar Johar Karawang Meningkat hingga 60 Persen
Di tengah rencana impor beras, jumlah pasokan beras ke Pasar Johar Karawang, Jawa Barat, meningkat hingga 60 persen. Memasuki panen raya ini, pemerintah pusat diminta menunda impor untuk mengantisipasi anjloknya harga.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Pasokan beras ke Pasar Johar Karawang, Jawa Barat, meningkat hingga 60 persen di tengah rencana impor beras. Pemerintah pusat kembali diminta menunda impor untuk mengantisipasi anjloknya harga beras dalam negeri di pasaran.
Ketua Paguyuban Pedagang Beras Pasar Johar Karawang Sri Narbito, Kamis (25/3/2021), menyampaikan, peningkatan suplai beras ke Pasar Beras Johar terjadi sejak pertengahan Februari 2021, dari sebelumnya rata-rata 500 ton per hari menjadi sekitar 800 ton per hari. Pasokan ini terutama berasal dari Demak, Jawa Tengah, yang tengah panen, kemudian diikuti pasokan beras dari Indramayu, Jabar.
Sebanyak 80 persen beras yang diterima di Pasar Johar disalurkan ke pembeli di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Sisanya dikirim ke luar pulau sesuai dengan permintaan yang ada.
Tren harga sebulan terakhir menunjukkan harga beras turun akibat pasokan yang meningkat sehingga pedagang akan mengurangi pembelian beras. Semula harga rata-rata Rp 8.700 per kilogram berkurang menjadi Rp 8.000 per kilogram. Harga mulai merangkak naik pada tiga hari terakhir ini, yakni sekitar Rp 200 per kilogram.
Panen raya di Karawang diprediksi terjadi dua minggu lagi. Artinya, pasokan beras dari pantura Jateng dan Jabar akan berkurang atau berhenti. Namun, pasokan dari Karawang akan semakin meningkat, sekitar 800 ton per hari. ”Saat itu, harga beras kemungkinan akan turun lagi,” ucap Narbito.
Rencana impor ini dinilai Narbito akan berpengaruh pada harga beras di pasar. Kebijakan impor rentan menekan harga beras. Idealnya, impor beras bisa dilakukan dengan beberapa syarat, antara lain jika penyerapan beras lokal tidak bisa memenuhi target untuk pengadaan stok nasional dan jadwal rencana yang tepat.
”Kebijakan impor beras jangan ditetapkan atau diumumkan pada saat panen, karena meskipun impor belum dilakukan, secara psikologis akan memengaruhi anjloknya harga beras di pasar,” ucap Narbito.
Ia menduga kebijakan impor beras oleh pemerintah pusat ini untuk keperluan stok nasional dan stabilisasi harga. Sebab, berkaca dari pengalaman akhir tahun 2017 hingga awal tahun 2018, kala itu stok beras nasional menipis dan persediaan beras ke pasar langka akibat gagal panen. Hal ini menyebabkan melambungnya harga beras saat itu.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Karawang, setiap tahun produksi beras di Karawang masih surplus, sekitar 550.000 ton beras. Produksi mencapai 1,33 juta ton gabah kering panen (GKP) per tahun atau setara dengan 800.000 ton beras.
Kepala Dinas Pertanian Karawang Hanafi Chaniago berharap rencana impor beras ditunda. Sebab, kebutuhan beras di Karawang hanya sekitar 250.000 ton beras dari total produksi.
Tahun ini, Perum Bulog Subdivisi Regional Karawang menargetkan penyerapan gabah sebanyak 47.000 ton setara beras. General Manager Perum Bulog Subdivisi Regional Karawang Yanto Nurdiyanto sebelumnya menyampaikan, pihaknya telah menyerap gabah sebanyak 750 ton setara beras. Penyerapan dalam jumlah lebih besar diperkirakan terjadi pada April-Mei dan Agustus-September. Bulan tersebut merupakan puncak masa panen di Karawang.
Stok beras yang tersedia di gudang sebanyak 24.500 ton dari total kapasitas 104.000 ton. Artinya, kapasitas gudang masih mencukupi untuk penyerapan target beras tahun ini. Dari stok tersebut, 23.000 ton adalah sisa impor tahun 2018.
Sejumlah petani berharap gabah hasil panen bisa dibeli Bulog dalam kondisi apa pun, dengan harga yang tinggi. Namun, pembelian oleh Bulog diatur berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020.
Dalam aturan ini disebutkan, harga pembelian gabah kering panen (GKP) dengan kadar air paling tinggi 25 persen sebesar Rp 4.200 per kg di tingkat petani dan harga pembelian gabah kering giling (GKG) dalam negeri dengan kadar air paling tinggi 14 persen dan kadar kotoran paling tinggi 3 persen sebesar Rp 5.250 per kg di penggilingan atau Rp 5.300 per kg di gudang Bulog.
Sementara untuk harga beras dengan kadar air paling tinggi 14 persen, butir patah paling tinggi 20 persen, kadar menir paling tinggi 2 persen, dan derajat sosoh paling sedikit 95 persen sebesar Rp 8.300 per kg.
”Kualitas gabah saat penyerapan sangat penting karena menentukan kekuatan beras yang akan disimpan di gudang nanti. Jika kadar air di bawah 14 persen, akan lebih tahan simpan dibandingkan dengan kadar air di atasnya,” ucapnya.