Alat berat membongkar bangunan Pasar Kito di Jambi Selatan, Kota Jambi, Selasa (9/3/2021). Sebanyak 131 pedagang direlokasi ke pasar modern yang dibangunkan oleh Pemerintah Kota Jambi.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Riki (35) tak berdaya melawan alat berat yang meruntuhkan bangunan pasar milik keluarganya. Pasar tradisional yang telah 15-an tahun menghidupi ratusan pedagang itu kini terlindas oleh keberadaan pasar baru yang dibangunkan pemerintah, hanya berjarak 50 meter. Pasar tradisional bernama Pasar Kito itu pun akan segera rata menjadi puing.
”Sungguh kami sesalkan karena tidak ada peringatan jauh-jauh hari. Hanya ada surat pagi tadi berisi supaya kami mengosongkan lapak. Lalu, alat berat datang untuk meratakan pasar ini,” keluh Riki, Selasa (9/3/2021).
Tak jauh dari situ tampak Delima dan putrinya menangis karena tak sempat menyelamatkan barang-barang miliknya di lapak sayuran. Setibanya di pasar, lapak itu sudah tergaruk ekskavator.
Delima sebenarnya telah mendapatkan lapak baru di pasar rakyat modern yang diresmikan Kamis (4/3/2021). Pasar itu bernama Pasar Rakyat Pasir Putih.
Dua pekan berjualan di pasar yang baru ternyata sepi pengunjung. Lalu, Delima memperoleh kabar duka, abangnya meninggal. Ia pun memutuskan libur berjualan untuk berada di rumah duka. Sewaktu kembali lagi ke pasar, lapaknya ternyata telah diisi oleh pedagang lain.
Ia pun bermaksud kembali ke pasar lama. Namun, di pasar lama, lapaknya pun telah menjadi puing.
Lain lagi dengan Supriyono yang tak kebagian lapak di pasar baru. Dia mencoba bertahan di pasar lama itu. Apa daya pembongkaran pasar lama tak mampu digagalkan.
Pasar Kito dibangun di atas lahan keluarga Riki seluas 400 meter persegi. Lebih dari 100 pedagang menyandarkan penghidupannya di sana. Selain berdagang, sebagian menjadikan pula kiosnya sebagai rumah tinggal. Karena khawatir bakal kehilangan tempat tinggalnya itulah sejumlah pedagang mencoba menahan petugas untuk berhenti, tetapi tidak mempan.
Ada 50-an petugas gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian Resor Kota Jambi. Ada pula petugas dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) serta Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Jambi. Setelah alat berat meratakan bangunan, petugas DLH langsung mengangkut puing untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah.
Menurut Mustari, Kepala Satpol PP Kota Jambi, pembongkaran Pasar Kito harus dilakukan karena pemilik lahannya belum memiliki izin mendirikan bangunan pasar dan juga belum mengantongi izin usaha pasar tradisional. Keberadaan pedagang kaki lima di sekitar pasar juga disebut-sebut menjadi penyebab kemacetan lalu lintas.
”Pasar ini telah melanggar tiga aturan,” katanya. Ketiga aturan yang dimaksud adalah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Bangunan Tak Berizin, Perda No 5/2015 tentang Pasar Tradisional yang menyebutkan bahwa setiap pasar tradisional harus memiliki izin, dan Perda No 12/2016 tentang Penanganan Pedagang Kaki Lima.
Menurut Mustari, Pasar Kito sebenarnya cukup strategis. Letaknya persis di tepi jalan menuju Bandara Sultan Thaha. Andaikata pemilik pasar mau mengelolanya sebagai sentra oleh-oleh, bakal menjadi peluang ekonomi yang menarik. Yang pasti, lanjutnya, bangunan pasar yang lama itu tetap harus dibongkar. Tidak ada pelonggaran.
Andaikata pemilik pasar mau mengelolanya sebagai sentra oleh-oleh, bakal menjadi peluang ekonomi yang menarik.
Terkait pelanggaran yang disebutkan kepada pihaknya, Riki justru menyesalkan pengajuan IMB yang telah diupayakan sejak lama tak pernah ditindaklanjuti. ”Sudah kami ajukan, tapi hingga sekarang tidak pernah diberikan izinnya,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, sewaktu Pasar Rakyat Pasir Putih dibangun pemkot setahun silam, pengelola Pasar Kito pun tidak pernah diberikan pemberitahuan apa pun. ”Tidak ada sosialisasi ataupun pemberitahuan sebelumnya,” ucapnya.
Relokasi 131 pedagang dari Pasar Kito ke Pasar Rakyat Pasir Putih berlangsung sebulan lalu, menyusul tuntasnya pembangunan oleh Pemkot Jambi. Pembangunan pasar-pasar rakyat modern menjadi salah satu program daerah itu.
Wali Kota Jambi Syarif Fasha menargetkan di setiap kecamatan akan dilengkapi satu pasar milik pemerintah. Dua wilayah yang belum punya pasar pemerintah, yakni di Simpang Rimbo dan Kebun Kopi, akan dibangunkan pasar pada tahun ini juga.
Sebelumnya, dibangunkan dua pasar pemerintah di kawasan Seberang Kota Jambi. Namun, pasar pemerintah tak diminati pedagang. Pasar pun sudah setahun lebih terbengkalai sejak dibangun. Bangunan pasar kini bahkan mulai retak-retak dan berlumut. Rumput dan semak memenuhi bagian muka pasar tersebut.
Menurut Abdul, warga setempat, minimnya komunikasi dengan masyarakat menyebabkan pasar pemerintah tidak direspons. Letak pun terbilang jauh dari permukiman. Para pedagang enggan menggelar lapak di sana dan tetap memilih berjualan di pasar tradisional yang telah ada.
Sementara di Pasar Rakyat Pasir Putih, sebagian lapak telah diisi oleh pedagang yang diboyong sebulan lalu dari Pasar Kito. Agar menarik para pedagang, pemkot menawari pedagang retribusi gratis selama tiga bulan.
Namun, selama masa awal relokasi, pedagang di pasar yang baru mengeluh karena sepi pembeli. Kondisi sepi terjadi karena pembeli terpecah berbelanja pada dua pasar yang lokasinya berdekatan. Melihat kondisi itulah, pemkot mengambil tindakan dengan membongkar pasar lama. Kebijakan itu bagaikan terpaan badai bagi penghidupan para pedagang di pasar lama.