Infrastruktur Mitigasi Gempa dan Tsunami Perlu Ditingkatkan di Banyuwangi
Banyuwangi merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang masuk dalam wilayah rawan gempa dan tsunami. BMKG merekomendasikan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyiapkan sarana prasarana mitigasi bencana.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Masuk dalam wilayah rawan gempa dan tsunami di Jawa Timur, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika merekomendasikan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyiapkan sarana prasarana mitigasi bencana. Kawasan rawan terutama wilayah Banyuwangi yang berada di bagian selatan Pulau Jawa. Daerah tersebut juga memiliki catatan tsunami saat ada gempa besar di tengah laut di selatan Jawa.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam kunjungannya ke Banyuwangi, Kamis (4/3/2021). ”Banyuwangi sudah memiliki peta rencana kontigensi bencana tsunami. Rambu-rambu evakuasi juga sudah disiapkan. Namun, sarana prasarana pendukungnya perlu ditingkatkan,” ujarnya.
Sarana prasarana pendukung tersebut di antaranya jalan dan jembatan menuju titik evakuasi. Rekomendasi itu didasarkan pada pengamatan dan simulasi evakuasi yang dilakukan tim BMKG di Pantai Pancer, Banyuwangi.
Tsunami tercatat pernah menerjang Desa Pancer, Banyuwangi, 2 Juni 1994. Dari 3.081 penduduk desa, 121 orang tewas dan 27 orang luka-luka. Selain itu, dari 996 bangunan rumah, 704 rumah di antaranya runtuh akibat tsunami.
Hasil modeling kegempaan BMKG, lanjut Dwikorita, gempa terburuk bisa mencapai magnitudo 8,7 dan berpotensi menghasilkan gelombang setinggi 18 meter. Apabila kemungkinan terburuk itu terjadi, terjangan air dapat mencapai 2 kilometer dari bibir pantai.
BPBD Banyuwangi sudah menetapkan Bukit Gumuk Sainem sebagai tempat evakuasi sementara (TES) jika terjadi tsunami. Masalahnya, untuk menuju bukit tersebut ada sungai yang cukup lebar.
”Sungai itu juga berpotensi menjadi jalan masuk air laut. Kami merekomendasikan pemerintah daerah untuk menyiapkan jembatan agar jalur evakuasi tersebut aman dilewati saat warga melakukan evakuasi,” kata Dwikorita.
Sungai yang dimaksud Dwikorita memiliki lebar 20 meter. Sungai tersebut berjarak sekitar 600 meter dari bibir pantai. Adapun Bukit Gumuk Sainem berjarak 1 km dari bibir pantai.
Kami merekomendasikan pemerintah daerah untuk menyiapkan jembatan agar jalur evakuasi tersebut aman dilewati saat warga melakukan evakuasi. (Dwikorita Karnawati)
Menanggapi hal itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan terima kasih atas peringatan dini dan rekomendasi yang diberikan BMKG. Ia berencana segera melakukan rapat untuk membahas hal ini dengan jajarannya.
”Sesegera mungkin kami akan bahas ini. Jalur evakuasi tersebut memang merupakan kaharusan untuk memenimalkan jatuhnya korban akibat bencana. Kami memang tidak bisa mencegah bencana, tetapi setidaknya kami bisa meminimalkan jatuhnya korban,” ujarnya.
Ipuk berharap langkah-langkah pencegahaan untuk memenimalkan jatuhnya korban jiwa dapat lebih dimatangkan. Ia juga berharap ada sinergisitas lain yang bisa dikembangkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan BMKG.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logisitik BPBD Banyuwangi Eka Muharam mengatakan, daerah sepanjang pesisir selatan Banyuwangi memang masuk daerah rawan bencana tsunami. Saat ini sudah ada delapan peringatan dini yang dipasang di sejumlah titik.
”Kedelapan sistem peringatan dini itu dipasang di Dusun Pancer dan Kecamatan Muncar, masing-masing dua unit, serta Desa Rajegwesi, Desa Blimbingsari, Desa Grajagan, dan Kampung Madar. Sistem peringatan dini tersebut sistemnya masih semimanual sehingga jika ada laporan bahaya tsunami butuh manusia untuk menekan sirene tanda bahaya,” ujar Eka.
Eka mengungkapkan, kedelapan sirene tersebut memiliki tiga sistem pengoperasian dan output bunyi yang berbeda. Hal ini tentu akan membingungkan operator dan warga yang mendengar tanda bahaya. Ia berharap ada upaya untuk menyinkronisasi seluruh sistem peringatan dini tersebut.