Dampak Letusan Sinabung, Petani di Karo Merugi Rp 29 Miliar
Kerugian petani akibat erupsi Gunung Sinabung mencapai Rp 29,17 miliar. Petani terus ”berjudi” menanam sayur dan hanya lari saat erupsi terjadi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KABANJAHE, KOMPAS — Awan panas guguran dari Gunung Sinabung merusak 3.045,8 hektar lahan pertanian di empat kecamatan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kerugian petani mencapai Rp 29,17 miliar dan berpotensi lebih besar karena Sinabung masih terus erupsi dan mengeluarkan awan panas guguran.
Pantauan Kompas, Rabu (3/3/2021), kerusakan lahan pertanian terjadi di sisi barat Gunung Sinabung, meliputi Kecamatan Payung, Tiganderket, Kuta Buluh, dan Tigabinanga. Abu vulkanis menempel di daun tanaman dan membuatnya layu dan sebagian tumbang.
Para petani pun membiarkan tanamannya karena tak bisa diselamatkan lagi. Paparan abu masih cukup pekat di wilayah itu. Setiap kendaraan melintas, abu beterbangan di jalan.
”Setelah abu Sinabung menempel di daun tanaman, hujan turun sehingga abu mengeras dan sulit dibersihkan,” kata Mustaria Patangin-Angin (56), petani di Kecamatan Tiganderket.
Ladang Mustaria seluas 2.000 meter persegi yang ditanami timun dan cabai merah secara tumpang sari pun rusak semuanya. Ia seharusnya memanen 3 ton timun dari ladangnya dengan harga Rp 3.000 per kilogram. Sementara cabai merahnya seharusnya bisa menghasilkan 1 ton dengan harga Rp 10.000 per kg. ”Saya merugi hampir Rp 20 juta,” kata Mustaria.
Kerugian juga dialami Daniel Surbakti (45), petani lain di Tiganderket. Jagung di lahan sekitar 1 hektar tidak bisa diselamatkan. Seharusnya ia bisa memanen 5 ton jagung dengan harga Rp 3.500 per kg. ”Saya merugi hampir Rp 15 juta,” kata Surbakti.
Surbakti mengatakan, petani sudah beberapa kali merugi karena paparan abu Sinabung. Namun, mereka belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah. ”Bagi kami, bertani itu seperti berjudi. Kalau sudah terkena abu, pasti merugi,” ucapnya.
Kepala Dinas Pertanian Karo Matehsa Karo-Karo mengatakan, saat ini mereka masih mendata kerugian yang dialami petani. ”Kami sedang mengajukan permohonan bantuan ke Kementerian Pertanian. Biasanya ada bantuan bibit,” kata Matehsa.
Ia menyebutkan, ada 27 jenis tanaman yang rusak di empat kecamatan. Komoditas yang mengalami kerugian paling banyak adalah cabai merah dengan total kerugian Rp 7,1 miliar, jeruk (Rp 2,8 miliar), bawang merah (Rp 2,5 miliar), salak (Rp 2,5 miliar), dan pisang (Rp 1,6 miliar).
Bagi kami, bertani itu seperti berjudi. Kalau sudah terkena abu, pasti merugi.
Letusan masih terjadi
Pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung, Armen Putra, mengatakan, aktivitas Sinabung masih cukup tinggi pada Rabu. ”Awan panas guguran terjadi dua kali pukul 08.52 (jarak luncur tidak teramati) dan pukul 15.03 dengan jarak luncur 2.000 meter,” kata Armen.
Sehari sebelumnya, awan panas guguran terjadi secara beruntun sebanyak 13 kali dengan jangkauan cukup besar, yakni 2.000 meter hingga 5.000 meter. Tinggi kolom abu lebih dari 5.000 meter.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Natanael Perangin-Angin menyebutkan, pihaknya masih fokus menangani dampak paparan abu. ”Kami juga berpatroli meminta warga keluar dari ladangnya dari zona merah,” katanya.
Meski bahaya di depan mata, puluhan warga masih beraktivitas di ladang, seperti di Desa Berastepu dan Desa Gamber. Kedua desa itu merupakan zona paling berbahaya karena merupakan jalur awan panas. ”Kami harus berladang karena ini sumber hidup kami. Kalau gunung meletus, kami langsung lari,” kata Anto Sitepu (40), petani di Berastepu.