Jangkauan Awan Panas Sinabung Semakin Mendekati Ladang Milik Warga
Gunung Sinabung masih mengeluarkan awan panas dengan skala besar. Awan panas meluncur 2.000-5.000 meter menuju kawasan ladang yang masih ditanami warga.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
POS PENGAMATAN GUNUNG API SINABUNG
Gunung Sinabung meletus dan meluncurkan awan panas guguran hingga 13 kali dengan jangkauan 2.000 hingga 5.000 meter di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Selasa (2/3/2021).
KABANJAHE, KOMPAS — Rangkaian awan panas guguran Gunung Sinabung terjadi sebanyak 13 kali dengan skala cukup besar, Selasa (2/3/2021). Awan panas meluncur 2.000-5.000 meter menjangkau Sungai Lau Borus yang berbatasan dengan ladang yang masih ditanami warga di zona merah. Awan panas itu termasuk yang paling besar dalam beberapa tahun ini.
”Kami meminta warga untuk benar-benar tidak memasuki zona merah karena letusan dengan skala besar bisa terjadi sewaktu-waktu,” kata pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Armen Putra, Selasa.
Armen mengatakan, rangkaian awan panas guguran dari Sinabung dimulai dari pukul 06.42 dengan jarak luncur 2.000 meter ke arah tenggara-timur. Setelah itu awan panas guguran pun terjadi bertubi-tubi dengan total sebanyak 13 kali hingga pukul 08.20.
Letusan besar bahkan terjadi pada pukul 07.15 dengan jarak luncur 4.500 meter ke arah tenggara timur dengan tinggi kolom abu hingga 5.000 meter. Akibatnya, warga yang beraktivitas di ladang atau di luar rumah pun pulang ke rumah untuk berlindung dari dampak letusan. Suasana di sejumlah desa sempat gelap beberapa saat karena tertutupi kolom abu letusan.
Gunung Sinabung meletus dan meluncurkan awan panas guguran hingga 13 kali dengan jangkauan 2.000 hingga 5.000 meter di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Selasa (2/3/2021).
Armen mengatakan, rangkaian awan panas tersebut merupakan karakter Sinabung yang dapat meletus dengan skala besar sewaktu-waktu. Awan panas diakibatkan pembentukan kubah lava di puncak yang diikuti migrasi fluida, batuan padat, dan gas ke permukaan kubah. ”Migrasi fluida ini diindikasikan lewat jumlah gempa frekuensi rendah dan hibrid yang sangat tinggi,” kata Armen.
Menurut Armen, erupsi eksplosif masih berpotensi terjadi, tetapi ancamannya hingga saat ini masih berada pada radius rekomendasi pada Level III (Siaga). Kejadian awan panas guguran, awan panas letusan, dan guguran batuan pun masih berpotensi terjadi seiring pertumbuhan kubah lava di puncak.
Meski demikian, bahaya Sinabung bisa dihindari dengan tidak memasuki zona merah, yakni radius 3 kilometer dari puncak Sinabung. Khusus untuk jalur awan panas, zona merah diperluas hingga 4 km untuk sektor timur-utara dan 5 km untuk sektor selatan-timur.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Natanael Perangin-Angin mengatakan, tim gabungan dari Pemerintah Kabupaten Karo, kepolisian, TNI, dan sukarelawan kini fokus menangani dampak hujan abu vulkanis.
HUMAS POLRES KARO
Petugas menyiram abu vulkanis hasil letusan dan awan panas guguran Gunung Sinabung Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Selasa (2/3/2021).
”Ada empat kecamatan yang terpapar hujan abu vulkanis, yakni Tiganderket, Kuta Buluh, Tiga Binanga, dan Lau Baleng. Wilayah yang terpapar abu berada di sisi barat Sinabung sesuai arah embusan angin,” kata Natanael.
Natanael mengatakan, tim gabungan telah mengerahkan mobil pemadam kebakaran dan kendaraan taktis meriam air milik Polres Karo untuk menyiram tumpukan abu di jalan dan rumah masyarakat. Paparan abu cukup pekat dengan ketebalan hingga 2 sentimeter. Ketika kendaraan melintas, abu pun beterbangan dan mengurangi jarak pandang. Abu juga menumpuk di atap rumah dan ladang.
Petugas pun membagikan masker kepada masyarakat untuk mengurangi risiko paparan abu. Aktivitas masyarakat yang berada di wilayah yang terpapar abu pun hanya membersihkan rumah saja. Masyarakat tidak berladang dan warung-warung pun tutup.
Natanael mengatakan, tim gabungan juga berpatroli untuk melarang masyarakat masuk ke zona merah. Hingga kini, ladang di zona merah di jalur awan panas, seperti Desa Berastepu dan Desa Gamber, masih ditanami warga dengan tanaman hortikultura. Sejak aktif meletus pada 2010, awan panas Sinabung sudah beberapa kali menelan korban jiwa dari petani yang beraktivitas di zona merah.
Yahya Ginting (56), warga Naman Teran, mengatakan, letusan Sinabung cukup besar dan membuat suasana di desa mereka sempat gelap beberapa menit. Warga pun pulang ke rumah masing-masing untuk berlindung dari dampak abu. ”Kami berharap hujan abu tidak sampai merusak tanaman pertanian kami. Dalam setahun belakangan, kami sudah merugi beberapa kali akibat paparan abu,” katanya.
