Gelombang Tinggi Melanda Perairan Maluku dan Papua
Gelombang tinggi antara 1,25 meter-4 meter melanda perairan di Maluku dan Papua. Demi keselamatan, aktivitas nelayan kecil dan operasional pelayaran rakyat dihentikan sementara waktu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN DAN FABIO M LOPES COSTA
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Angin kencang dengan kecepatan 46 kilometer per jam serta gelombang tinggi hingga 4 meter menerjang hampir seluruh wilayah perairan di Maluku dan Papua. Demi keselamatan, pelayaran rakyat dan aktivitas nelayan tradisional berskala kecil dihentikan untuk sementara waktu. Cuaca buruk itu diperkirakan masih berlangsung hingga lima hari mendatang.
Menurut data yang dihimpun dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Maritim Ambon, pada Selasa (2/3/2021) hingga Jumat mendatang, hampir semua wilayah Maluku diterpa angin kencang dengan kecepatan maksimum 46 kilometer per jam. Angin kencang itu dapat membangkitkan tinggi gelombang hingga 2,5 meter.
Wilayah perairan yang dilanda gelombang tinggi itu mulai dari Laut Banda, Laut Arafura, Kepulauan Kei, Kepulauan Tanimbar, Laut Arafura, perairan di sekitar Pulau Buru dan dari hampir semua sisi Pulau Seram. Perairan yang cenderung aman adalah Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter.
M Zainuri Damayanto, prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Ambon, dalam keterangan tertulis menyatakan, tinggi gelombang bisa mencapai dua kali lipat dari prakiraan tersebut. Menurut dia, angin kencang yang membangkitkan gelombang tinggi itu bertiup dari arah barat dan barat laut. Secara klimatologis, saat ini masih terjadi musim barat di sejumlah wilayah Maluku.
Menurut pantauan Kompas pada Selasa siang, angan kencang terasa hingga di Kota Ambon. Gelombang juga menerobos masuk hingga Teluk Ambon. Mulut Teluk Ambon menghadap ke barat, arah datangnya angin kencang. Sejumlah kapal bergeser dari pelabuhan untuk menghindari benturan akibat dipukul gelombang.
Di beberapa perkampungan nelayan sepanjang Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, nelayan dengan perahu motor kecil memilih tidak melaut karena risiko gelombang. Nelayan yang nekat kebanyakan menggunakan kapal berukuran di atas 10 gros ton. Itu pun mereka melepas jaring di dalam Teluk Ambon.
Perahu nelayan dilarang untuk berlayar dalam kondisi kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter. (Tato Agustinus)
”Biasanya, kami keluar teluk sampai ke Laut Banda. Kondisi ini berisiko. Beberapa bulan lalu, ada kapal nelayan, teman kami, tenggelam karena nekat. Kondisi ini mungkin sampai satu minggu ke depan,” kata Ateng Silooy (50), nelayan di Desa Eri, Kecamatan Nusaniwe. Akibatnya, jumlah tangkapan mereka pun berkurang.
Kurangnya hasil tangkapan menyebabkan harga ikan di pasaran meningkat. Ikan kombong padi yang biasanya Rp 5.000 per ekor menjadi Rp 8.000 per ekor. Di Pasar Mardika, tidak banyak ikan segar yang dijual. Hampir semua ikan yang dijual adalah ikan yang sudah diawetkan menggunakan es batu atau disimpan di ruang pendingin.
Di Pelabuhan Rakyat Batu Merah, sejumlah kapal pelayaran rakyat masih berlabuh. Kapal dimaksud untuk tujuan Pulau Buru dan Pulau Seram. ”Kami belum diizinkan syahbandar,” ujar La Mansur (34), awak salah satu kapal. Sementara kapal lain, terutama kapal milik Pelni, tetap beroperasi seperti biasa.
Gelombang di Papua
Dari Papua dilaporkan, perusahaan pelayaran dan nelayan diimbau waspada terhadap tinggi gelombang laut di sejumlah wilayah perairan di Papua. Dari hasil pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, tinggi gelombang laut dapat mencapai 2,5 meter hingga 4 meter.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Tato Agustinus memaparkan, tinggi gelombang mencapai 2,5 hingga 4 meter di Perairan Samudra Pasifik di utara Biak dan utara Jayapura. Sementara itu, tinggi gelombang 1,25 meter hingga 2,5 meter berada di Perairan Jayapura-Sarmi, Perairan Biak, Teluk Cenderawasih, Laut Arafuru bagian timur dekat Merauke.
”Tinggi gelombang di beberapa wilayah perairan terjadi dari tanggal 1 hingga 7 Maret 2021. Sementara angin di wilayah Papua bagian utara umumnya bertiup dari arah barat ke timur dengan kecepatan angin berkisar 0,5 hingga 20 kilometer per jam dan wilayah Papua bagian selatan bertiup dari barat ke utara dengan kecepatan 5-20 kilometer per jam,” paparnya.
Menurut Tato, perahu nelayan dilarang untuk berlayar dalam kondisi kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter. Sementara kapal tongkang dilarang pada kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter. Sementara kapal feri tak dapat berlayar pada kondisi kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter.
Kepala Seksi Keselamatan Berlayar Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Jayapura Ferdinand Selalurin mengimbau pengelola kapal perintis dan kapal barang lebih berhati-hati di tengah cuaca ekstrem. ”Kami berharap para pengelola jasa kapal perintis memperhatikan data BMKG. Kami akan mengeluarkan larangan untuk berlayar jika kondisi cuaca tidak memungkinkan,” tuturnya.