Revisi Perda RTRW Jadi Momentum Perbaikan Kualitas Lingkungan di Kalsel
Pada periode 2015-2020, masih ada izin konsesi yang diberikan. Bahkan, sebagian izin tersebut berada di kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS – Revisi Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015-2035 diharapkan jadi momentum perbaikan kualitas lingkungan hidup di Kalimantan Selatan. Penataan ruang menjadi salah satu upaya penting dalam mencegah dan mengurangi dampak kerugian maupun kerusakan akibat bencana ekologis.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membuka ruang untuk revisi Perda Nomor 9 Tahun 2015 sejak 2020 lalu. Desakan untuk merevisi Perda RTRW tersebut semakin menguat setelah bencana banjir besar melanda wilayah Kalsel pada Januari 2021. Banjir menerjang 11 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, banjir yang menghantam Kalsel pada awal 2021 dapat dimaknai sebagai tuntutan agar pemerintah lebih serius terhadap penataan ruang ke depan. Dalam konteks ini, revisi Perda RTRW Kalsel merupakan jawaban dari tujuan penataan ruang.
”Momentum revisi RTRW Kalsel haruslah menjadi upaya perbaikan dan penegakan hukum terhadap pemanfaatan lahan untuk industri ekstraktif yang tidak sesuai dengan pola ruang yang ada,” kata Kisworo lewat siaran pers, Senin (1/3/2021).
Berdasarkan kajian Walhi Kalsel terhadap Perda RTRW Kalsel 2015-2035 terlihat bahwa pemerintah belum begitu serius mengendalikan pemanfaatan ruang di Kalsel. Pada periode 2015-2020, masih ada izin konsesi yang diberikan. Bahkan, sebagian izin tersebut berada di kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Untuk izin konsesi mineral dan batubara (minerba) misalnya, ada sekitar 36.450 hektar (ha) di kawasan lindung dan seluas 233.220 ha di kawasan budidaya. Ada pula lahan terbuka pertambangan minerba di luar batas konsesi yang diberikan. Penerbitan izin untuk minerba oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak sesuai dengan pola ruang dalam lampiran Perda RTRW Kalsel.
”Tata ruang di Kalsel cenderung serampangan. Sebab, masih ada penerbitan konsesi izin sumber daya alam yang bertentangan dengan keinginan rakyat untuk adanya produk tata ruang yang berkeadilan dan menjamin lingkungan hidup yang baik,” tuturnya.
Menurut Kisworo, penataan ruang seharusnya dapat menjadi salah satu upaya dalam pencegahan dan pengurangan dampak kerugian ataupun kerusakan akibat bencana ekologis. ”Pemerintah harus segera berbenah dan tegas terhadap kejahatan mafia tambang,” ujarnya.
Koordinator Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) Kalsel Gusti Nordin Iman mengatakan, persoalan tata ruang saat ini juga mendapat ancaman serius dari Undang Undang ”Omnibus Law” Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU tersebut telah menerabas regulasi pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.
”Pengesahan Omnibus Law memberi peluang penguasaan ruang sebesar-besarnya kepada korporasi ekstraktif sehingga pemerintah terkesan abai dalam perbaikan tata kelola ruang yang berkeadilan untuk rakyat,” katanya.
Di sisi lain, data informasi geospasial yang dibuat masyarakat secara partisipatif untuk menunjukkan keberadaan pengelolaan atas ruang hidup mereka juga tidak pernah dijadikan pertimbangan oleh pemerintah.
”Lemahnya penegakan hukum dan kontrol pemerintah terhadap pelanggaran atau penyimpangan di bidang pertambangan, kehutanan, dan perkebunan juga jadi faktor penyebab yang mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup di Kalsel,” kata Nordin.
Peranan strategis
Manajer Tata Ruang dan Geographic Infomation System (GIS) Eksekutif Nasional Walhi, Achmad Rozani mengatakan, pemerintah daerah Provinsi Kalsel yang saat ini melakukan revisi Perda RTRW 2015-2035 harus memahami peran strategis dari penataan ruang dalam kerangka tujuan perbaikan kualitas sosial ekologis di Kalsel pada masa yang akan datang.
”Fakta dugaan penyimpangan ruang dalam temuan Walhi Kalsel harus dapat dilakukan tindakan penegakan hukum oleh Pemprov Kalsel dan jangan menggunakan momentum revisi ini sebagai upaya pemutihan atas pelanggaran tata ruang yang ada,” katanya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalsel Nurul Fajar Desira sebelumnya mengatakan, Perda RTRW Kalsel akan direvisi agar bisa lebih memperkuat antisipasi dan penanganan bencana banjir ke depan.
”Dalam revisi Perda RTRW, kami akan memetakan kembali kawasan-kawasan yang selalu mengalami banjir di 13 kabupaten/kota. Semuanya diidentifikasi untuk mencari penyebab dan solusinya,” kata Fajar.