Banjir di Kalimantan Selatan pada awal tahun 2021 ini merupakan bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun lebih dari 50 tahun.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Banjir besar di Kalimantan Selatan pada awal tahun ini disinyalir tak hanya dipicu curah hujan yang sangat tinggi, tetapi juga akibat rusaknya daerah tangkapan air. Di bagian hulu, alih fungsi hutan dan lahan jadi kawasan pertambangan dan perkebunan monokultur sudah berlangsung lama, sementara di bagian hilir terjadi alih fungsi lahan menjadi permukiman.
Banjir di Kalimantan Selatan pada awal tahun 2021 ini merupakan bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun lebih dari 50 tahun. Bahkan, Pemerintah Provinsi Kalsel menyebut banjir ini merupakan siklus 100 tahun sekali karena pernah terjadi pada tahun 1928 silam di Hulu Sungai Tengah.
Banjir kali ini menyebabkan 11 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel terendam. Hanya Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru yang tidak terdampak. Hingga Minggu (24/1/2021) sore, Pos Komando Tanggap Darurat Banjir Provinsi Kalsel mencatat 712.129 jiwa terdampak banjir. Sebanyak 113.420 orang di antaranya harus mengungsi.
Banjir juga menelan korban jiwa. Sebanyak 24 orang meninggal dan 3 orang dilaporkan masih hilang. Banjir merendam 122.166 rumah, 609 tempat ibadah, dan 628 sekolah. Beberapa infrastruktur jalan dan jembatan juga rusak.
Lahan sawah terdampak banjir mencapai 46.235 hektar (ha). Pembudidaya ikan terdampak banjir sebanyak 8.817 orang dengan kerugian mencapai Rp 93,68 miliar. Sejumlah kegiatan atau program Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel juga terdampak banjir dengan kerugian sekitar Rp 1,45 miliar.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel Hanifah Dwi Nirwana mengatakan, kejadian banjir Kalsel kali ini dipicu beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, antara lain curah hujan yang luar biasa tinggi atau anomali curah hujan, pasang surut air laut, morfologi daratan, sedimentasi sungai, dan alih fungsi lahan.
”Yang sering diperbincangkan di media sosial saat ini adalah alih fungsi lahan. Jelas, alih fungsi lahan itu mau tidak mau ada kontribusinya. Tetapi seberapa besar proporsi atau kontribusinya sedang dalam kajian kami,” ujar Hanifah dalam konferensi pers secara virtual, Minggu sore.
Menurut Hanifah, beberapa faktor penyebab banjir tersebut perlu ditelusuri untuk mencari solusi ke depan, yakni bagaimana melakukan langkah korektif untuk bisa mereduksi banjir jika itu terjadi lagi. Keberadaan infrastruktur pengendali banjir juga sedang dikaji seberapa besar kemampuannya dalam mereduksi banjir jika terjadi anomali curah hujan.
”Kami sedang melakukan kaji cepat untuk bisa membuat permodelan dan langkah-langkah strategis apa yang bisa dilakukan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang dalam menghadapi situasi ini dan situasi serupa di masa mendatang. Seluruh elemen dan komponen bisa bekerja bersama agar ke depannya tidak akan ada kejadian sedramatis sekarang ini,” katanya.
Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalsel Nurul Fajar Desira, pihaknya sudah mulai rapat koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk penanganan banjir jangka pendek, menengah, dan panjang. Program jangka pendeknya adalah memperbaiki infrastruktur yang rusak akibat banjir.
”Untuk jangka menengah dan panjang, kami bersama semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD), akademisi, dan para ahli sedang menyusun kajian komprehensif dari hulu ke hilir mengenai penyebab banjir dan solusinya. Kami berharap dapat mengendalikan daya rusak banjir jika itu terjadi lagi,” kata Fajar.
Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina mengatakan, Pemkot sudah melakukan pemetaan di bagian selatan dan timur Kota Banjarmasin, yang dibelah oleh Jalan Ahmad Yani untuk solusi persoalan banjir. Wilayah Kecamatan Banjarmasin Timur dan Banjarmasin Selatan merupakan daerah terdampak banjir paling parah, serta sebagian wilayah Banjarmasin Utara.
”Kami akan segera menormalisasi beberapa ruas sungai untuk mempercepat surutnya air. Selain itu, upaya penyedotan dengan pompa juga sudah dilakukan di Sungai Gardu dan Sungai Lulut (anak Sungai Martapura),” katanya.
Untuk jangka panjang, menurut Ibnu, beberapa sungai di Kota Banjarmasin memang harus dikeruk, seperti Sungai Pemurus agar bisa mengalir lancar ke Sungai Kelayan, lalu masuk ke Sungai Martapura. Sungai Guring dan Sungai Veteran juga perlu dinormalisasi dan ditata agar airnya bisa mengalir lancar ke Sungai Martapura. ”Mudah-mudahan normalisasi itu bisa untuk mengantisipasi banjir agar tidak terjadi lagi seperti sekarang ini,” ucapnya.