Tiga Orangutan yang Dilepasliarkan di Kaltim Bebas Covid-19
Sebanyak tiga orangutan dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Orangutan tersebut dipastikan bebas Covid-19 sehingga siap dilepasliarkan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Geliat perlindungan hidup orangutan di Kalimantan Timur kembali hidup setelah tiga orangutan dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur. Ini merupakan pelepasliaran orangutan pertama selama pandemi Covid-19.
Pelepasliaran ini merupakan kerja sama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur dan Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS). Pelepasliaran orangutan (Pongo pygmaeus) ini adalah yang ke-24 di Kaltim oleh Yayasan BOS dan BKSDA Kaltim. Setelah pelepasliaran tersebut, sudah 121 orangutan dilepasliarkan di Kehje Sewen. Kegiatan ini juga didukung lembaga donor, donatur swasta, dan organisasi konservasi lainnya.
Hutan Kehje Sewen memiliki luas 86.450 hektar dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu untuk Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE). Hutan itu dikelola sebagai sebuah area konsesi yang menyediakan habitat layak, terlindungi, dan berkelanjutan bagi orangutan.
PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI), perusahaan yang didirikan oleh Yayasan BOS, mendapatkan izin konsesi hutan itu selama 60 tahun dengan biaya 1,4 juta dolar AS. Sumber dana berasal dari para donor Yayasan BOS yang berasal dari Eropa dan Australia.
Kepala BKSDA Kaltim Sunandar Trigunajasa N mengatakan, orangutan yang dilepasliarkan adalah dua jantan dan satu betina berusia 21-28 tahun. Sebelumnya, satwa tersebut diselamatkan dari perdagangan ilegal dan perburuan. Ketiganya dirawat di Samboja Lestari agar siap hidup mandiri di hutan.
Ketiga orangutan itu dibawa dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari pada 17 Februari 2021 menggunakan jalur darat ke Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur. ”Di Kutai Timur, helikopter menanti untuk membawa mereka langsung ke titik pelepasliaran di sisi utara Hutan Kehje Sewen. Kandang dibuka mulai tanggal 18 Februari dan berjalan lancar,” ujar Sunandar yang dihubungi dari Jakarta, Senin (22/2/2021).
Ia mengatakan, tak ada aktivitas pelepasliaran orangutan sejak Covid-19 mewabah di Kaltim pada Maret 2020. Hal itu dilakukan sebagai langkah antisipasi penularan Covid-19 kepada satwa. Ia mengatakan, kebijakan itu merupakan upaya melindungi satwa liar di hutan agar tak tertular virus SARS CoV-2.
Selama pandemi, seluruh personel yang ada di lembaga konservasi juga dipastikan bebas Covid-19. Pelepasliaran orangutan ini, kata Sunandar, sudah dipersiapkan matang dengan berkoordinasi dengan seluruh lembaga konservasi yang bermitra dengan pemerintah. Satwa yang sudah dilepasliarkan juga dipastikan bebas Covid-19.
Di Kutai Timur, helikopter menanti untuk membawa mereka langsung ke titik pelepasliaran di sisi utara Hutan Kehje Sewen. Kandang dibuka mulai tanggal 18 Februari dan berjalan lancar.
Selama kurang lebih setahun terakhir, Yayasan BOS, mitra pemerintah yang merehabilitasi orangutan, menyusun dan mematangkan sejumlah protokol baru pelepasliaran orangutan. Selain itu, berbagai standar kerja baru juga dibuat untuk penyelamatan dan perawatan orangutan di tengah pandemi Covid-19.
”Kami melakukan tes berkala bagi para staf dan memastikan semua yang berinteraksi dengan orangutan bebas Covid-19. Begitu juga dengan orangutan, semua yang kami kirim ke luar pusat rehabilitasi sudah kami pastikan sehat dan bebas virus SARS-CoV-2,” kata CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite.
Sunandar mengatakan, pemerintah terus berkoordinasi lintas sektor untuk menekan alih fungsi habitat orangutan dan satwa lain di Kaltim. Perusahaan pengelola hutan industri juga diminta berkoordinasi jika terjadi konflik dengan orangutan. Perlindungan satwa liar ini, kata Sunandar, penting dilakukan demi kehidupan manusia juga.
”Jika terjadi kepunahan populasi satwa di hutan, keseimbangan alam tidak terjadi. Satwa-satwa itu berkontribusi secara alami menjaga dan menanam pohon melalui kotoran dan sisa makanan mereka. Prosesnya puluhan hingga ratusan tahun. Dari hutan itu, oksigen dihasilkan dan dinikmati manusia,” tutur Sunandar.