Saat Bersih dan Sehat Saja Belum Cukup di Candirejo
Para pelaku wisata berupaya menerapkan standar protokol CHSE di destinasi wisata masing-masing. Namun, mereka mengeluhkan hal ini tidak berimbas pada peningkatan kunjungan wisatawan.
Pandemi memaksa setiap orang, termasuk pelaku usaha, tetap bertahan. Pun para pelaku wisata yang sepenuh daya menerapkan protokol kesehatan. Namun, tanpa dukungan pemerintah, upaya mereka tak cukup menggaet kunjungan.
”Semua standar layanan sesuai protokol kesehatan sudah kami penuhi, tetapi jalan kami ke depan masih bergantung pada kebijakan pemerintah,” ujar Sekretaris Koperasi Desa Wisata Candirejo Ahmad Mudhofar Ersyidik, Rabu (10/2/2021).
Segala upaya pembenahan, perbaikan fasilitas, dan perbaikan standar layanan sesuai protokol kesehatan sudah dilakukan sejak pandemi bermula tahun lalu. Semula, di tahap awal, segala upaya tersebut dilakukan agar Desa Wisata Candirejo bisa mengantongi izin dari Pemerintah Kabupaten Magelan agar bisa kembali beroperasi di tengah pandemi.
Izin sudah diperoleh, tetapi pembenahan terus dilakukan agar bisa memenuhi protokol kesehatan berbasis cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan), dan environment sustainability (kelestarian lingkungan), atau yang biasa disingkat CHSE. Kepercayaan diri pun kembali meningkat, akan kembali mampu menarik kunjungan wisatawan.
Awal 2021, optimisme pun semakin bertambah karena salah satu hotel bintang lima mengajak kerja sama untuk membuat empat paket wisata baru dengan mengambil obyek salah satu destinasi wisata yang mulai viral di Desa Candirejo. Namun, kegembiraan itu tak lama karena seminggu setelah rencana itu mulai dibahas, tiba-tiba saja muncul rencana pemerintah untuk melakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
”Rencana itu langsung diputuskan ditunda. Pihak hotel merasa paket tersebut tidak tepat dibuat dan ditawarkan karena PPKM pasti membuat banyak orang memilih menunda bepergian,” ujarnya.
Pada akhirnya, menurut dia, Desa Candirejo pun kembali menjalankan aktivitasnya seperti semula, menawarkan sembilan paket wisata. Namun, dengan bertubi-tubinya program pembatasan kegiatan masyarakat, seperti PPKM dan gerakan ”Jateng di Rumah Saja”, beberapa waktu lalu, maka jumlah wisatawan yang datang sejak Januari hingga 10 Februari 2021 hanya terdata 16 orang saja.
Berdasarkan pembicaraan dengan rekan-rekan pelaku wisata lainnya, Ersyidik mengatakan, geliat wisata di Kabupaten Magelang juga masih akan tetap lesu karena pemerintah diprediksi masih akan memberlakukan berbagai kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat.
”Karena mungkin masih ada kebijakan-kebijakan lain yang sulit diprediksi, tahun ini, kami pun belum berani memaksimalkan kegiatan promosi,” ujarnya.
Tahun ini, Ersyidik mengatakan, dia dan rekan-rekan pelaku wisata memutuskan untuk melihat perkembangan situasi, termasuk dampak vaksinasi terhadap perkembangan kasus Covid-19. Jika memang berdampak positif mampu meredam penularan, barulah pada 2022 bisa dilakukan promosi pariwisata secara optimal. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka respons pasar terhadap upaya promosi dan geliat pariwisata dimungkinkan baru akan terasa pada 2023.
Baca juga: Penerapan Standar Protokol Kesehatan di Sektor Wisata Mendorong Kepercayaan Wisatawan
Pandemi memang menciptakan situasi yang sungguh sulit bagi Koperasi Desa Wisata Candirejo. Jika biasanya mendapatkan keuntungan bersih lebih dari Rp 100 juta per tahun, pada 2020 mereka rugi Rp 86 juta sehingga tidak ada sisa hasil usaha yang bisa dibagikan kepada 87 anggotanya.
General Manager Taman Wisata Candi Borobudur I Gusti Putu Ngurah Sedana mengatakan, kegamangan serupa terjadi pada pengelolaan wisata candi. Karena cemas akan perkembangan situasi pandemi, hingga saat ini, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, belum menetapkan target kunjungan wisatawan untuk tiga candi.
Putu mengatakan, salah satu faktor yang memicu kecemasan di masa pandemi adalah kebijakan pemerintah terkait pembatasan kegiatan masyarakat. Kendati memahami bahwa kebijakan tersebut dikeluarkan demi menekan peningkatan kasus Covid-19, hal itu tetap saja mendebarkan dan membuat para pelaku usaha wisata khawatir.
”Kami khawatir aktivitas wisata tidak akan tenang karena terus-menerus dicekam ketakutan akan munculnya SE (surat edaran) baru tentang pembatasan kegiatan masyarakat,” ujarnya.
Setelah adanya kebijakan PPKM, saat ini, Putu mengaku, pihaknya pun khawatir akan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan PPKM mikro yang berlaku mulai 9 Februari lalu.
Tahun lalu, saat pertama kali dibuka kembali pada 2020, Candi Borobudur hanya diberi kuota 1.500 pengunjung per hari. Sekalipun di awal sulit dipenuhi, jumlah wisatawan tetap terus meningkat. Seiring dengan adanya penambahan kuota menjadi 4.000 orang per hari, pada musim liburan Natal dan Tahun Baru, jumlah wisatawan ke Candi Borobudur mencapai 2.000-4.000 orang per hari.
Namun, tahun ini, situasi pun berubah setelah muncul kebijakan PPKM. Sejak pertengahan Januari lalu, jumlah wisatawan pun kembali berkisar 200-300 orang per hari.
”Saat ini, kami merasa harus kembali berjuang, memulai semuanya dari nol lagi,” ujarnya.
Padahal, Putu mengatakan, pihaknya sudah berupaya menjamin keamanan dan kenyamanan pengunjung dengan cara memenuhi segala sesuatunya sesuai dengan standar protokol kesehatan. Selain menyediakan sembilan tempat cuci tangan baru di pintu masuk utama Candi Borobudur dan di sepanjang jalur pengunjung menuju candi, suhu tubuh dan kondisi kesehatan pengunjung masih terus diawasi secara ketat.
Jika ada wisatawan yang memiliki suhu tubuh di atas 37,3 derajat celsius, maka yang bersangkutan wajib beristirahat di ruang isolasi yang tersedia di area candi. Satu ambulans juga terus disiagakan untuk membawa pasien yang sakit ke rumah sakit terdekat. Dengan semua upaya kesiapan dan standar pelayanan yang sesuai protokol kesehatan, maka Taman Wisata Candi Borobudur pun saat ini sudah mendapatkan sertifikat CHSE.
Dengan semua apa yang sudah dilakukan agar memenuhi protokol CHSE, Putu berharap pemerintah mau memikirkan strategi tepat agar dunia pariwisata, terutama wisata Candi Borobudur, tidak terus-menerus terpuruk.
”Di kawasan Borobudur ini ada begitu banyak orang yang mengggantungkan hidup pada aktivitas wisata candi,” ujarnya.
Baca juga: Standar CHSE Jadi Strategi NTB Gairahkan Kembali Pariwisata
Juru bicara Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Magelang, Nanda Cahyadi Pribadi, mengatakan, kebijakan terkait pembatasan kegiatan masyarakat adalah bagian dari upaya mencegah terjadinya kerumunan.
Terkait hal ini, Pemerintah Kabupaten Magelang juga terus berupaya mencegah kerumunan massa dengan terus membatasi jumlah orang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat ataupun di destinasi wisata. Di tempat wisata, jumlah wisatawan dibatasi hanya sekitar 30 persen dari kondisi normal, sedangkan jumlah orang yang terlibat dalam kegiatan di masyarakat dibatasi hanya 50 orang saja.
”Kami berupaya mencegah kerumunan sebagai bagian dari upaya untuk meminimalkan terjadi penularan Covid-19,” ujarnya.
Pandemi pun terus menimbulkan kegamangan bagi setiap orang, memberikan pilihan yang terus menyisakan kebingungan, bagaimana agar tetap bertahan, dan bagaimana mencegah penularan. Sebab, menjaga kebersihan dan kesehatan itu saja tidak cukup….