Pengembangan Candi Borobudur Wajib Libatkan Umat Buddha
Pengembangan Candi Borobudur sebagai destinasi prioritas membutuhkan campur tangan banyak pihak. Umat Buddha pun harus berperan serta karena candi ini juga merupakan obyek wisata spiritual.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (nomor tiga dari kiri) berdampingan dengan Bhante Pannavaro menyaksikan panorama dari Bukit Dagi di kawasan Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (17/2/2021).
MAGELANG, KOMPAS — Pengembangan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sebagai destinasi wisata super prioritas harus melibatkan sejumlah pihak ,termasuk di dalamnya rohaniwan dan umat Buddha. Peran, masukan, dan keterlibatan dari sisi religi sangat dibutuhkan karena candi ini adalah bangunan sakral bagi umat Buddha.
”Tidak hanya sebagai warisan budaya, pengembangan Candi Borobudur sebagai destinasi super prioritas juga tetap harus memperhatikan bahwa bangunan ini adalah obyek wisata spiritual bagi umat Buddha,” ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam kunjungannya ke Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (17/2/2021).
Selain kalangan umat Buddha, pihak yang juga harus berperan aktif terlibat dalam pengembangan Candi Borobudur sebagai destinasi super prioritas adalah Pemerintah Kabupaten Magelang sebagai penguasa wilayah tempat candi ini berada. Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama juga harus terus berperan aktif mengawal proses pengembangan candi dengan memperhatikan aspek budaya dan agama.
Di luar itu, Muhadjir mengatakan, pemerintah juga akan terus memberikan dukungan bagi pengembangan Candi Borobudur sebagai obyek wisata spiritual dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya penyelenggaraan acara-acara keagamaan di candi tersebut. Tidak hanya bagi umat dan masyarakat dalam negeri, dukungan juga dilakukan dengan memberikan keleluasaan, kelonggaran, sehingga umat Buddha dari luar negeri pun bisa turut hadir dalam acara ataupun aktivitas keagamaan di Candi Borobudur.
Peringatan untuk selalu menjaga jarak di jalur pengunjung di Taman Wisata Candi Borobudur, seperti terlihat, Rabu (10/2/2021).
”Upaya memberi dukungan, kelonggaran, dan keleluasaan ini adalah upaya sewajarnya yang harus dilakukan pemerintah sebagai bentuk penghormatan atas keanekaragaman agama dan keyakinan yang ada di Nusantara,” ujarnya.
Candi Borobudur, menurut dia, memang tidak menjadi salah satu tempat suci yang disebutkan dalam kitab suci agama Buddha, Tripitaka. Oleh karena itu, candi ini juga tidak akan menjadi pusat peribadatan agama Buddha tingkat dunia. Kendatipun demikian, candi tetap menjadi bangunan bernilai sakral, yang akan terus menjadi monumen penting yang dihormati oleh umat Buddha di seluruh dunia.
Agar umat Buddha dari beberapa negara, terutama dari Asia Tenggara, bisa lebih mengenal Candi Borobudur dan nilai sakralnya untuk kepentingan ibadah.
Bhante Pannavaro, rohaniwan Buddha, pendiri sekaligus kepala Wihara Mendut, mengatakan, pihaknya terus mendukung upaya pemerintah untuk mengembangkan Candi Borobudur.
Akan tetapi, ke depan, dia pun berharap agar pemerintah bisa lebih mengakomodasi berbagai keperluan terkait dengan kegiatan ibadah di candi tersebut. Upaya ini diperlukan agar umat Buddha dari beberapa negara, terutama dari Asia Tenggara, bisa lebih mengenal Candi Borobudur dan nilai sakralnya untuk kepentingan ibadah.
Sejumlah stupa di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (1/12/2020), terlihat tertutup kain terpal. Penutupan candi tersebut dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur untuk mengantisipasi kerusakan akibat guyuran hujan abu jika erupsi Gunung Merapi terjadi.
Sekretaris PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Emilia Eny Utari mengatakan, pihaknya juga akan terus mendukung upaya pemerintah untuk mengembangkan Candi Borobudur sebagai tempat wisata ziarah atau obyek wisata spiritual agama Buddha. Dukungan ini, dilakukan dengan membuka kunjungan sesuai degan standar operasional yang berlaku. Khusus pada situasi sekarang, standar yang diberlakukan mengacu pada protokol kesehatan.
Kondisi pandemi, menurut Emilia, membuat pihaknya kesulitan mengembangkan Candi Borobudur ataupun sebagai obyek wisata spiritual. ”Pada situasi sekarang, yang kami bisa lakukan adalah menjaga agar lingkungan candi tetap aman dan tidak terjadi penularan Covid-19,” ujarnya.