Terhambat Syarat Medis, 30 Persen Tenaga Kesehatan Sumsel Belum Divaksin
Sekitar 30 persen tenaga kesehatan di Sumatera Selatan mengalami penundaan atau tak bisa menjalani vaksinasi karena terkendala masalah kesehatan dan registrasi. Ini membuat target vaksinasi di Sumsel diperkirakan molor.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sekitar 30 persen sumber daya manusia kesehatan di Sumatera Selatan harus mengalami penundaan atau tidak bisa menjalani vaksinasi karena terkendala masalah kesehatan dan registrasi. Hal ini membuat target vaksinasi di Sumsel diperkirakan molor. Walau demikian, upaya vaksinasi terus dilakukan untuk mencapai kekebalan komunal.
Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Lesty Nurainy, Selasa (16/2/2021), di Palembang, menyebutkan, dari sekitar 55.000 orang sumber daya manusia kesehatan (SDMK) yang menjadi sasaran vaksinasi di Sumsel, sekitar 30 persen belum divaksinasi atau tidak bisa divaksinasi. Penyebabnya, kondisi kesehatan mereka tidak memadai dan masih ada kendala registrasi di lapangan.
”Kebanyakan dari mereka yang tidak lolos bermasalah karena mengidap hipertensi dan sejumlah penyakit komorbid lain,” katanya. Pemeriksaan pravaksinasi harus dilakukan secara ketat agar penerima vaksin tidak mengalami dampak fatal seusai divaksin.
Kendala lain adalah masalah registrasi yang masih terjadi di beberapa daerah walau sebenarnya proses registrasi dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem manual. Belum lagi adanya perubahan kriteria kelompok penerima vaksin. Mereka yang mulanya tidak bisa divaksin, tetapi karena perubahan aturan, kini diperbolehkan menerima vaksin, seperti tenaga kesehatan lanjut usia atau yang dalam masa menyusui.
Dengan perubahan aturan ini, lanjut Lesty, kemungkinan akan ada penambahan sasaran vaksin. ”Mulanya sasaran vaksin untuk SDMK berjumlah 55.000 orang, diperkirakan bertambah menjadi 59.000 orang,” ucapnya.
Dengan perubahan ini, kemungkinan butuh lebih banyak waktu untuk melakukan vaksinasi pada kelompok SDMK. ”Kami masih tetap menargetkan penyelesaian vaksinasi pada SDMK sampai akhir Februari. Kalaupun bergeser, kami berharap tidak jauh dari itu,” ucapnya.
Oleh karena jumlah vaksin masih terbatas, tidak semua tenaga kesehatan dapat divaksinasi. ”Kami masih memprioritaskan mereka yang melakukan pelayanan di sejumlah fasilitas kesehatan. Mereka yang tidak sedang melakukan pelayanan kemungkinan akan dimasukkan ke golongan masyarakat umum,” ujarnya.
Ahli mikrobiologi dari Universitas Sriwijaya, Yuwono, menuturkan, keberadaan vaksin sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Kian banyak orang divaksin, akan tercapai kekebalan komunal. Hanya saja, tidak semua orang yang masuk dalam sasaran vaksin dapat divaksinasi. Hal itu sangat bergantung pada kondisi kesehatannya. ”Jika memiliki komorbid atau riwayat penyakit yang berisiko, tentu vaksinasi belum bisa dilakukan,” ucapnya.
Contohnya, ketika kondisi tekanan darah meningkat, tentu vaksinasi harus ditunda sampai tekanan darah normal. Jika tetap dipaksakan, dikhawatirkan akan timbul dampak yang berbahaya bagi penerima vaksin. Hal itu karena vaksinasi dapat memberikan dampak langsung, misalnya karena alergi atau bisa menjadi pemicu munculnya penyakit lama.
Di sisi lain, lanjut Yuwono, bagi orang yang menderita penyakit tertentu, tetapi sudah dapat terkontrol, vaksinasi bisa saja dilakukan. ”Namun, tentu harus berdasarkan pengawasan yang ketat, misalnya saja dengan pendampingan dokter anestesi,” ucap Yuwono yang juga menjabat sebagai Direktur Utama RS Pusri ,Palembang.
Terkait partisipasi sasaran vaksinasi, dia menyampaikan, hal itu sangat bergantung pada langkah sosialisasi yang dilakukan. Di rumah sakit yang ia pimpin, misalnya, dari 315 tenaga kesehatan yang masuk dalam sasaran vaksinasi, 87 persen di antaranya sudah divaksinasi.
Dia berharap ada langkah yang lebih efektif untuk mengajak masyarakat ikut berpartisipasi dalam vaksinasi. ”Sosialisasi mengenai manfaat vaksin juga harus terus disuarakan sehingga mereka mau menerima vaksin,” kata Yuwono.
Sebelumnya, pakar epidemiologi dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, menuturkan, untuk mencapai kekebalan komunal, setidaknya 66-70 persen dari kelompok tersebut harus divaksin. ”Karena mereka yang divaksinasi akan melindungi orang lain yang tidak bisa divaksinasi,” ucap Iche.