Kawasan Gambut Dalam Terbakar, Sumsel Segera Berstatus Siaga Darurat
Kebakaran lahan terjadi di area gambut dalam di kawasan Muara Medak, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (10/2/2021). Ini menjadi kebakaran lahan pertama di Sumatera Selatan sepanjang 2021.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
MUARA MEDAK, KOMPAS — Kebakaran lahan terjadi di area gambut dalam di kawasan Muara Medak, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (10/2/2021). Ini menjadi kebakaran lahan pertama di Sumsel sepanjang 2021. Melihat kondisi tersebut, pemerintah segera menetapkan siaga bencana lebih cepat, yakni pada Maret 2021.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah Sumatera Ferdian Krisnanto, Rabu (10/2/2021), menyampaikan, kebakaran lahan terjadi di kawasan Muara Medak sejak Selasa (9/2/2021) malam hingga siang ini. ”Kebakaran menyebar di beberapa titik. Petugas Manggala Agni dibantu pihak TNI/Polri masih melakukan pemadaman di sana,” ujarnya.
Kebakaran lahan kali ini merupakan kasus pertama yang terjadi di Sumsel sepanjang 2021. Hanya saja, lahan yang terbakar merupakan kawasan gambut dalam yang menyimpan banyak bahan bakar. ”Walau kebakaran sudah terkendali, kami masih harus waspada karena mungkin saja api bisa muncul lagi,” kata Ferdian.
Ferdian menuturkan, kawasan ini menjadi perhatian karena pada 2019 pernah terjadi kebakaran lahan yang besar. Berdasarkan catatan Kompas, kebakaran di Muara Medak pada Agustus 2019 menghanguskan lebih dari 3.000 hektar lahan. Bahkan, kebakaran menyebabkan sekitar 500 warga dievakuasi dan asapnya sampai ke Jambi.
Alhasil, sejak Januari lalu, timnya sudah bersiaga di sana untuk memantau perkembangan, tidak hanya mengenai potensi kebakaran, tetapi juga pergerakan masyarakatnya. ”Ada sebuah pos kerja yang didirikan di kawasan tersebut bekerja sama dengan TNI/Polri dan instansi terkait. Itulah sebabnya, kebakaran lahan di Medak bisa diketahui dan ditanggulangi segera,” ujar Ferdian.
Walau kebakaran sudah terkendali, kami masih harus waspada karena mungkin saja api bisa muncul lagi. (Ferdian Krisnanto)
Dalam pemadaman, lanjut Ferdian, petugas mengalami sejumlah kendala, seperti akses yang sulit ke titik api sehingga kendaraan harus memtuar ke Jambi sebelum masuk ke kawasan yang terbakar. Selain itu, kawasan ini juga merupakan gambut dalam yang jika terbakar akan sulit dipadamkan.
Bukan hanya Musi Banyuasin, kawasan Ogan Komering Ilir juga menjadi perhatian karena luasnya kawasan gambut dalam. Namun, setelah pemeriksaan lapangan, ujar Ferdian, kebanyakan gambut di Ogan Komering Ilir masih tergenang air sehingga potensi kebakaran lebih kecil.
Sejumlah upaya pencegahan, seperti patroli dan sosialisasi kepada masyarakat, kian gencar mengingat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi Sumsel memasuki puncak musim kemarau pada Juni-Juli 2021. Apalagi di Riau sudah mulai terjadi kebakaran dan kemungkinan akan merembet ke Sumsel dan Jambi.
Siaga darurat
Gubernur Sumsel Herman Deru memutuskan mengeluarkan status siaga darurat karhutla pada Maret 2021. Ini menjadi langkah pencegahan mengingat Sumsel akan memasuki musim kemarau pada April 2021.
Nantinya, langkah pencegahan akan difokuskan pada penerapan teknologi modifikasi cuaca, yakni untuk membasahi lahan, terutama di kawasan yang rentan terbakar, dengan sistem hujan buatan. Cara ini dianggap efektif untuk meredam kebakaran lahan, terbukti pada 2020 karhutla bisa ditekan karena masih ada hujan walau di puncak musim kemarau.
Tidak hanya itu, Pemprov Sumsel juga sudah menyiapkan dana Rp 30,23 miliar untuk penanggulangan kebakaran. Dana ini digunakan untuk membangun sekat kanal, sumur bor, dan peralatan pemadaman. ”Tahun lalu, kami serahkan dana bantuan sekitar Rp 45 miliar kepada daerah yang rawan terbakar. Kini, Pemprov Sumsel yang mengelolanya,” kata Herman.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumsel Ansori menuturkan, ketika status siaga bencana karhutla ditetapkan, proses kerja tim akan lebih cepat. Bahkan, armada untuk pemadaman bisa segera diusulkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana, utamanya helikopter bom air.
Tidak hanya itu, sistem koordinasi dengan instansi terkait juga bisa lebih lancar. Ini perlu dilakukan lantaran Sumsel akan memasuki musim kemarau pada April dan mengalami puncaknya pada Juni-Juli 2021. Ansori memaparkan, pada 2020, kebakaran lahan di Sumsel bisa ditekan 946,33 hektar. Kebakaran terjadi di 10 daerah di Sumsel dengan kawasan yang paling luas terbakar adalah Ogan Komering Ilir, yakni seluas 531,03 hektar.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan kebakaran tahun 2019 seluas 428.356 hektar. ”Kita tertolong karena kemarau tahun 2020 adalah jenis kemarau basah,” ujarnya. Namun, lanjut Ansori, kemungkinan Sumsel akan mengalami kemarau yang hampir mirip seperti tahun 2019. ”Kewaspadaan adalah yang utama,” kata Ansori.