Banjir di Pantura Semarang Diperparah Cuaca dan Penurunan Muka Tanah
BBWS Pemali Juana telah mengirim tiga pompa portabel ke sekitar Terminal Terboyo, tetapi kondisi air saat ini masih tinggi karena dampak dari pasang surut air laut dan cuaca. Selain itu, ada faktor rendahnya muka tanah.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Banjir di kawasan pantai utara Kota Semarang yang berbatasan dengan Kabupaten Demak, Jawa Tengah, belum surut hingga Senin (8/2/2021) siang. Sejumlah pompa yang difungsikan tak membuat banjir cepat surut karena genangan diperparah kondisi cuaca dan muka tanah yang kian rendah.
Berdasarkan pantauan, Senin siang hingga sore, Jalan Komodor Laut Yos Sudarso atau jalan arteri Kota Semarang sudah tak tergenang. Namun, sebelah utara jalan tersebut, yang posisinya lebih rendah, masih tergenang. Salah satunya di dekat Pelabuhan Tanjung Emas yang masih tergenang berkisar 30-40 sentimeter (cm).
Di bawah jembatan Jalan Tol Kaligawe, banjir setinggi lebih dari 50 cm belum surut. Akibatnya, sejumlah pengemudi truk yang hendak berbelok dari jalan arteri ke arah Demak melambatkan kendaraan. Sejumlah pengendara mobil memilih masuk jalan tol dengan naik jembatan, sedangkan beberapa pesepeda motor terpaksa mendorong motornya yang mogok. Hujan mengguyur Kota Semarang sejak pagi hingga sore meski beberapa kali sempat reda.
Nur Ichsan (39), warga Kabupaten Demak, tak mengira banjir masih menggenang di Kaligawe, yang membuat perjalanan menuju rumahnya terhambat. ”Saya dengar di Semarang banjir sudah surut, tetapi ternyata di bagian sini belum. Kalau dipaksa, kayaknya motor bakal mogok, apalagi masih hujan terus. Mungkin saya cari jalan lain (tidak lewat Kaligawe),” ujarnya.
Dua tahun terakhir, banjir di Kaligawe tidak pernah setinggi kali ini. Namun, kali ini air lama surut. Hujan pada awal tahun ini memang lebih lebat daripada sebelumnya. (Muhamad Rizal)
Sementara itu, Muhamad Rizal (28), warga Genuk, Kota Semarang, menuturkan, sekitar dua tahun terakhir, banjir di Kaligawe tidak pernah setinggi kali ini. Namun, kali ini air lama surut. Menurut dia, hujan pada awal tahun ini memang lebih lebat daripada sebelumnya.
Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Yulius, di Kota Semarang, Senin, mengatakan, pihaknya telah mengoptimalkan dua rumah pompa untuk mengendalikan banjir di sekitar Kaligawe dan Genuk. Keduanya yaitu Rumah Pompa Kali Tenggang dengan kapasitas 6 x 2 meter kubik per detik dan Rumah Pompa Kali Sringin berkapasitas 5 x 2 meter kubik per detik.
BBWS Pemali Juana bahkan telah mengirim tiga pompa portabel ke sekitar Terminal Terboyo. ”Namun, kondisi air saat ini masih tinggi karena dampak dari pasang air laut dan cuaca. Dalam kondisi seperti itu, tidak akan bisa maksimal karena air yang datang (debitnya) sangat besar sehingga kami tak bisa memprediksi kapan banjir akan surut,” kata Yulius.
Selain itu, lanjut Yulius, banjir di pantura Semarang juga dipengaruhi muka tanah yang rendah. Berdasarkan data, laju penurunan muka tanah di Semarang hingga sekitar 10 cm per tahun. Namun, ia berharap cuaca segera membaik sehingga penanganan banjir di sekitar Kaligawe dapat optimal. Adapun penanganan lebih lanjut, baru dapat dilakukan pascabanjir dengan pengerjaan dua paket penanganan rob Semarang-Demak.
Sementara di wilayah barat Kota Semarang, BBWS Pemali Juana memiliki paket pekerjaan normalisasi Sungai Beringin dengan total panjang 4,2 kilometer yang dijadwalkan selesai tahun 2022. ”Pekan ini, LARAP (rencana penanganan dampak sosial akibat pengadaan lahan) sebagai dokumen pembebasan tanah selesai dan kami kirim ke Wali Kota Semarang. Namun, kami juga telah menginstruksikan penyedia jasa agar segera memulai pekerjaan,” kata Yulius.
Sebelumnya, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyatakan akan menambah dan meningkatkan kapasitas pompa milik Pemerintah Kota Semarang. ”Selain itu, drainase juga harus diperbaiki karena saluran-saluran sudah tak mampu menampung. Ini menjadi program prioritas. Kami juga berharap pada normalisasi sungai dan pengerjaan tol yang sekaligus berfungsi sebagai tanggul laut yang kini sedang dikerjakan Kementerian PUPR,” kata Hendrar.
Guru Besar Bidang Oseanografi Universitas Diponegoro, Semarang, Denny Nugroho Sugianto memaparkan, tingginya curah hujan memang menjadi aspek dominan pada banjir di Semarang kali ini. Namun, jika ditilik lebih jauh, ada faktor penurunan muka tanah yang ikut memengaruhi. Di Kota Semarang, penurunan muka tanah berkisar 8-10 cm per tahun.
Dengan muka tanah yang semakin rendah, ada potensi banjir kembali terjadi, terutama saat curah hujan sangat tinggi. (Denny Nugroho Sugianto)
Dengan muka tanah yang semakin rendah, ada potensi banjir kembali terjadi, terutama saat curah hujan sangat tinggi. ”Penurunan muka tanah berkait dengan pengambilan air tanah. Karena itu, layanan seperti PDAM harus terjamin bagi warga. Jika tidak, warga akan memanfaatkan air tanah. Di samping itu, sistem drainase juga sangat penting. Termasuk juga bagaimana meninjau kembali tata ruang kota,” ujar Denny.
Tidak hanya di Kota Semarang, banjir juga melanda sejumlah daerah lain di Jateng dengan cakupan dampak beragam. Sejumlah daerah terdampak banjir itu di antaranya Kota Pekalongan, Kabupaten Kendal, Demak, Kudus, dan Pati.
Di Kudus, misalnya, menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus, sejak Kamis (4/2/2021), sedikitnya 13 desa dari tiga kecamatan terdampak banjir, yakni Jati, Undaan, dan Mejobo, akibat limpasan Sungai Wulan dan Lusi. Bahkan, ketinggian banjir hingga lebih dari 1 meter sehingga membuat ribuan jiwa terdampak.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Kudus Budi Waluyo, Senin, menuturkan, pendataan masih dalam proses. Namun, sejumlah wilayah masih terdampak banjir, antara lain karena pengaruh intensitas hujan tinggi sehingga debit sungai belum surut.
Di Kabupaten Demak, hingga Senin, dilaporkan sejumlah kecamatan terdampak banjir, yakni Sayung, Karanganyar, Karangawen, Guntur, Karangtengah, dan Mranggen, dengan ketinggian mencapai lebih dari 1 meter di beberapa titik. Di Sayung, banjir terjadi akibat luapan Kali Seruni menuju Kali Dombo yang menyebabkan permukiman tergenang.
Selain pengaruh curah hujan tinggi, pendangkalan dan penyempitan sungai juga menjadi salah satu pemicu banjir. ”Selain itu, banyak tanggul sungai kritis, daerah aliran sungai atau DAS di hulu rusak, dan juga penumpukan sampah,” kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Demak Agus Nugroho.