Pengetatan Kegiatan Masyarakat di DIY Belum Efektif Redam Penularan
Kebijakan pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai tak efektif menurunkan penularan Covid-19. Kebijakan tersebut belum signifikan menurunkan mobilitas warga.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat atau PTKM di Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai tidak efektif menurunkan laju penularan penyakit Covid-19. Kebijakan tersebut tidak bisa menurunkan mobilitas masyarakat secara signifikan sehingga penularan tak tertekan optimal.
”Kebijakan PTKM di DIY tidak cukup mampu menghentikan penularan,” kata epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad, Selasa (2/2/2021), di Yogyakarta.
PTKM di DIY merupakan kebijakan yang mirip dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di beberapa daerah lain di Jawa dan Bali. Kebijakan PTKM di DIY awalnya diberlakukan pada 11-25 Januari 2021, lalu diperpanjang kembali pada periode 26 Januari-8 Februari 2021. Tujuan utama kebijakan itu adalah menurunkan laju penularan Covid-19.
Penerapan PTKM di DIY mencakup beberapa aturan. Salah satunya penerapan kebijakan bekerja dari rumah (work from home/WFH) dengan persentase 75 persen dari total pegawai sehingga pegawai yang bekerja dari kantor (work from office/WFO) hanya 25 persen. Kebijakan ini berlaku untuk instansi pemerintah ataupun perusahaan swasta.
Pengetatan lain adalah kegiatan makan-minum di tempat untuk restoran dibatasi hanya 25 persen dari kapasitas. Selain itu, jam operasional untuk pusat perbelanjaan hanya diizinkan sampai pukul 20.00. Adapun penggunaan tempat ibadah dibatasi hanya 50 persen dari kapasitas.
Riris menyatakan, untuk melihat efektivitas PTKM di DIY, harus dilihat efektivitas kebijakan tersebut dalam menurunkan mobilitas masyarakat. Pasalnya, laju penularan Covid-19 hanya bisa diturunkan secara signifikan apabila ada penurunan mobilitas masyarakat yang juga signifikan.
”Kalau mau melihat dampak langsung dari PTKM, ya, pada mobilitas masyarakat. Apakah PTKM bisa menurunkan mobilitas orang di DIY secara signifikan?” ujar Riris.
Salah satu cara untuk melihat kondisi mobilitas masyarakat di suatu tempat pada kurun waktu tertentu adalah melalui laporan mobilitas masyarakat yang dirilis secara rutin oleh perusahaan internet Google. Melalui laporan yang disebut Google Mobility itu, bisa terlihat apakah mobilitas masyarakat di DIY selama PTKM menurun signifikan dibanding periode sebelumnya.
Riris memaparkan, berdasarkan data Google Mobility, mobilitas masyarakat di DIY selama pemberlakuan PTKM hanya turun sekitar 5 persen dibanding waktu sebelumnya. Penurunan mobilitas sebesar 5 persen itu dinilai tidak signifikan sehingga tak bisa menurunkan laju penularan Covid-19 secara signifikan.
”Penurunan mobilitas sebesar 5 persen itu menurut saya tidak cukup mampu untuk sampai mengendalikan penularan,” tutur Riris.
Kebijakan PTKM di DIY tidak cukup mampu untuk menghentikan penularan. (Riris Andono Ahmad)
70 persen populasi
Riris menambahkan, untuk menurunkan laju penularan secara signifikan, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY harus membuat kebijakan yang bisa menghentikan mobilitas masyarakat hingga 70 persen. Penghentian mobilitas itu harus dilakukan selama tiga minggu atau dua kali masa penularan virus SARS-CoV-2 yang selama 7-10 hari.
”Kalau kita bisa menghentikan mobilitas sekitar 70 persen populasi dalam durasi sekitar tiga minggu, kita akan bisa menekan angka penularan secara bermakna,” ungkapnya.
Untuk menjalankan kebijakan penghentian mobilitas 70 persen warga itu, pemerintah harus mengidentifikasi sektor-sektor yang melibatkan banyak orang. Setelah identifikasi dilakukan, sektor itu harus diminta menjalankan kebijakan bekerja dari rumah agar mobilitas mereka terhenti.
Selain itu, pemerintah harus memastikan warga yang tinggal di rumah tidak kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok seperti makanan. Hal ini penting agar warga benar-benar bisa tinggal di rumah dan tidak terpaksa ke luar rumah untuk mencari penghasilan supaya bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Pemenuhan kebutuhan pokok itu bisa dilakukan melalui pemberian bantuan oleh pemerintah atau melalui skema gotong royong di antara warga. ”Kita bisa memobilisasi komunitas masyarakat agar bisa saling berbagi selama tiga minggu sehingga mereka yang tinggal di rumah bisa bertahan hidup. Kalau itu bisa digerakkan dalam skala besar, tentu efeknya cukup kuat sehingga orang mau tinggal di rumah,” papar Riris.
Selain mobilitas masyarakat yang tidak turun secara signifikan, jumlah kasus Covid-19 selama masa PTKM di DIY juga masih tinggi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY, saat masa PTKM tahap pertama pada 11-25 Januari 2021, jumlah kasus Covid-19 di DIY sebanyak 4.800 kasus atau rata-rata 320 kasus dalam sehari.
Angka itu meningkat dibandingkan dengan kondisi sebelum pemberlakuan PTKM. Pada periode 15 hari sebelumnya atau 27 Desember 2020 hingga 10 Januari 2021, jumlah kasus Covid-19 di DIY sebanyak 4.002 kasus atau rata-rata 266 kasus per hari.
Selain itu, pada masa PTKM kedua di DIY yang masih berlangsung, jumlah kasus Covid-19 juga masih relatif tinggi. Hal ini terlihat dari jumlah kasus Covid-19 di DIY pada 26 Januari-2 Februari 2021 mencapai 2.544 kasus atau 318 kasus per hari.
Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih mengatakan, tingginya kasus Covid-19 di DIY selama pemberlakuan PTKM belum bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan kebijakan PTKM gagal. Hal ini karena sebagian kasus Covid-19 yang ditemukan pada masa PTKM berasal dari tracing atau penelusuran kontak kasus sebelumnya.
Oleh karena itu, bisa jadi, penularan yang menyebabkan munculnya kasus-kasus baru tersebut terjadi sebelum pemberlakuan PTKM. Meski begitu, Berty mengakui tingginya jumlah kasus menunjukkan penularan Covid-19 di DIY masih tinggi.
”Ini menunjukkan penularan di DIY memang tinggi dan masyarakat belum optimal mendisiplinkan diri dengan melakukan protokol kesehatan dengan baik,” ujar Berty.