Lonjakan Kasus Tak Terbendung, Pemprov Sultra Dianggap Tak Mampu Tangani Persoalan Dasar
Delapan bulan pandemi, angka Covid-19 di Sultra terus melonjak. Padahal, jumlah tes PCR sangatlah rendah, hanya 1,1 persen dari total penduduk selama ini. Pemprov dianggap tak mampu menangani persoalan mendasar.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sekitar dua pekan setelah Pilkada Serentak 2020, kasus Covid-19 di Sulawesi Tenggara terus melonjak. Angka kematian juga terus meninggi, lebih dari angka rata-rata nasional. Pemerintah provinsi dianggap tidak bisa menghentikan kasus, bahkan untuk sekadar mengatasi persoalan mendasar, yaitu memperbanyak alat dan jumlah tes spesimen.
Data Satuan Tugas Covid-19 Sulawesi Tenggara, hingga Minggu (20/12/2020), angka sebaran kasus positif mencapai 7.537 kasus. Jumlah ini bertambah 948 kasus sejak awal Desember, atau bertambah 537 kasus setelah pilkada serentak berlangsung.
Di sejumlah kabupaten yang melaksanakan pilkada, kasus positif juga terus bertambah sejak awal Desember. Di Konawe Utara, dari 67 kasus menjadi 94 kasus. Di Wakatobi, dari 8 kasus melonjak menjadi 28 kasus. Penambahan kasus paling tinggi terjadi di Konawe Selatan, yaitu dari 87 kasus menjadi 142 kasus.
”Angka ini pun bukan angka real time (aktual) karena apa yang dites hari ini, hasilnya akan keluar dua hari atau seminggu ke depan. Bagaimana mau melihat angka sebenarnya kalau seperti ini,” ujar epidemiolog Universitas Halu Oleo, Ramadhan Tosepu, di Kendari, Senin (21/12).
Ramadhan menduga, angka kasus yang terjadi di masyarakat jauh lebih besar dari apa yang tercatat. Terlebih lagi, pilkada serentak membuat kerumunan massa di daerah itu tidak terkontrol. Kerumunan massa terjadi mulai dari pendaftaran hingga setelah pemilihan berlangsung.
Di satu sisi, tutur Ramadhan, jumlah tes yang ada sangat rendah. Alat tes spesimen terbatas di beberapa daerah dan sebagian besar masih mengandalkan RS Bahteramas sebagai rujukan utama di wilayah ini.
Sampai sekarang persoalan ini tidak terselesaikan, bahkan untuk hal yang mendasar seperti alat tes spesimen.
Sejak awal pandemi, ia melanjutkan, pihaknya dan sejumlah elemen masyarakat lain terus menganjurkan agar alat tes spesimen PCR diperbanyak di beberapa daerah. Pengadaan alat bukan hal yang begitu mahal mengingat anggaran yang dialokasikan Pemprov Sultra lebih dari Rp 400 miliar.
”Sampai sekarang persoalan ini tidak terselesaikan, bahkan untuk hal yang mendasar seperti alat tes spesimen. Pemerintah, khususnya Pemprov Sultra, tidak mampu menyelesaikan hal mendasar seperti ini. Jadi, saat ini kita hanya berkutat di soal ini saja,” tuturnya.
Mencontoh Sulawesi Selatan yang angka positifnya juga terus melonjak, Ramadhan menambahkan, juga dipengaruhi jumlah tes yang masif dilakukan beberapa waktu terakhir. Dengan mengetahui angka positif Covid-19 di masyarakat, pemutusan kasus bisa dilakukan dengan baik.
Tidak hanya angka positif yang melonjak, tetapi angka rata-rata kematian di Sultra juga tinggi, yakni mencapai 4,21 persen. Ini lebih tinggi dari rata-rata nasional yang berada pada kisaran 3,4 persen. Total jumlah kasus kematian pasien Covid-19 di Sultra mencapai 123 orang dari total 7.465 kasus.
”Paling tidak, yang terburuk itu memperbanyak tes uji cepat antigen. Itu sudah paling mending daripada tidak berbuat apa-apa untuk memperbanyak tes,” ujar Ramadhan.
Jumlah tes spesimen Covid-19 di Sultra memang sangat rendah, hanya berkisar 150 spesimen setiap hari. Dalam satu pekan, hanya ada sekitar 1.050 sampel. Adapun standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah tes spesimen yang direkomendasikan adalah minimal 1.000 per 1 juta penduduk. Dalam artian, tes satu pekan di Sultra tidak sampai setengah dari standar tersebut.
Hingga pekan ketiga Desember ini, atau delapan bulan setelah kasus pertama ditemukan, jumlah total tes spesimen hanya 26.101 sampel. Jumlah ini hanya berkisar 1,1 persen dari total penduduk.
Sementara anggaran penanganan Covid-19 di Sultra tidak dialokasikan untuk pembelian alat tes yang masif. Dana ratusan miliar rupiah tersebut disebar di 27 organisasi perangkat daerah (OPD), yang dialokasikan untuk berbagai macam kegiatan, baik pembangunan fisik, pembelian barang dan jasa, penyuluhan, maupun perjalanan dinas.
Sampai sekarang pun tidak terlihat mana bentuk penanganannya, tetapi anggaran meruap tidak tahu ke mana.
Ketua Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PuspaHAM) Sultra Kisran Makati menyampaikan, sejak awal pihaknya mendorong Pemprov Sultra untuk mengalokasikan anggaran pada tiga model penanganan utama, yaitu penanganan Covid-19, bantuan sosial, dan pemulihan ekonomi.
”Sampai sekarang pun tidak terlihat mana bentuk penanganannya, tetapi anggaran meruap tidak tahu ke mana. Seharusnya, dari awal, pengadaan alat dilakukan oleh provinsi yang disebar ke kabupaten/kota. Jadi, tes lebih masif dan anggaran tepat sasaran,” ujarnya
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Sultra Usniah menyampaikan, hingga akhir Desember ini memang tidak ada alokasi untuk penambahan alat tes PCR di tingkat provinsi. Selain karena anggaran daerah yang terbatas, daerah juga diarahkan untuk mengadakan alat tes sendiri.
Sejauh ini, tutur Usniah, telah ada beberapa daerah yang memiliki alat tes, seperti Kolaka Utara, Kolaka, dan Konawe. Kota Kendari juga telah memiliki alat yang segera difungsikan. ”Mau apalagi karena anggaran juga terbatas dan kabupaten/kota memiliki anggaran untuk penanganan Covid-19. Kalau (alat) ada di daerah, penanganan juga lebih cepat karena tidak perlu dikirim ke provinsi,” ucapnya.
Dengan alat yang ada, Usniah mengklaim, tes spesimen masih bisa dilakukan dengan baik. Padahal, alat PCR di RS Bahteramas berulang kali bermasalah sehingga spesimen harus dikirim ke laboratorium di Makassar.
Terkait dengan penambahan kasus positif setelah pilkada ini, ia melanjutkan, belum ada angka lonjakan besar yang terjadi. Meski demikian, pihaknya akan melakukan survei untuk mendata dengan detail sebaran kasus di daerah setelah proses pilkada. ”Untuk tingkat provinsi belum ada rencana penambahan alat. Untuk daerah, pada 2021 nanti ada beberapa yang bisa lakukan sendiri tesnya. Saya dengar Konawe Utara juga sudah mengajukan,” katanya.