Untuk Menarik Pemilih, TPS Dibangun Bak Goa Kelelawar di Purbalingga
Tempat Pemungutan Suara 02 di Desa Lamuk, Purbalingga, Jawa Tengah, didesain menyerupai Goa Lawa atau kelelawar untuk menarik minat pemilih. Petugas pun memakai kostum serta ikat kepala berdesain kelelawar.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Untuk menarik pemilih, tempat pemungutan suara di RT 006 RW 003 Desa Lamuk, Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, didesain menyerupai Goa Lawa atau goa kelelawar, seperti goa yang menjadi ikon wisata kabupaten itu. TPS dibuat semenarik mungkin agar warga yang takut datang karena takut tertular Covid-19 tertarik hadir. Bahkan, warga bergotong royong membangunnya sejak sebulan lalu.
”Ini salah satu cara menarik minat warga karena sebagian masyarakat merasa takut tertular Covid-19 saat datang memberikan suaranya,” kata Ketua Panitia Pemungutan Suara Desa Lamuk Andris Subekti, di Desa Lamuk, Purbalingga, Rabu (9/12/2020). Goa itu disebut goa demokrasi. Ada tulisan Goa Demokrasi berwarna putih di bagian atas goa.
Andris mengatakan, di desa ini terdapat 7 tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah pemilih sebanyak 2.809 orang. Dari 7 TPS, paling unik adalah TPS 02 itu. ”Di sini petugasnya kompak dan solid. Saya yang menggulirkan ide dan kemudian bergotong royong menyiapkan TPS ini sejak sebulan lalu,” tuturnya.
Menurut Andris, desain goa ini dibangun dari barang bekas, yaitu kantong semen. Kantong semen didapat dari warga yang membangun rumah dan kemudian dicat bersama. ”Anggarannya mencapai Rp 1,5 juta. Dari pemerintah Rp 850.000, sisanya kami iuran,” ujarnya.
Di TPS 02 itu, tidak hanya ruangan yang didesain menyerupai goa dengan hiasan tanaman yang menjulur di beberapa sudut, tetapi petugasnya juga mengenakan kostum bagaikan kelelawar. Kostum serba hitam menyerupai sayap kelelawar dan ikat kepala berbentuk kelelawar juga menyemarakkan suasana TPS. Di TPS ini, tercatat ada 425 pemilih. Hingga pukul 09.00 sudah tercatat 131 orang yang datang ke tempat itu.
Anggarannya mencapai Rp 1,5 juta. Dari pemerintah Rp 850.000, sisanya kami iuran.
Suwarti (60), salah satu pemilih, mengaku senang dan tidak bingung memasuki TPS ini karena ada petugas yang ramah dan mengarahkannya sejak dari awal. ”Senang suasana unik. Tidak bingung tadi di dalam,” kata Suwarti. Suwarti berharap siapa pun kepala daerah yang terpilih dapat dengan amanah mengemban tugasnya dan tidak korupsi.
Hal serupa disampaikan Kamisah (55). ”Yang penting jujur, jauh dari korupsi, jauh dari penyakit. Kami berharap masyarakat di sini maju dan pemimpin nanti memperhatikan yang tidak mampu,” kata ibu rumah tangga yang suaminya bekerja sebagai petani ini.
Slamet (45) dan Mungedi (45), warga setempat yang sehari-hari bekerja sebagai petani dan datang ke TPS untuk memberikan suaranya, mengharapkan pemimpin yang terpilih nanti serius memperhatikan nasib petani. Mereka mengaku kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi meskipun sudah mempunyai kartu tani. ”Tanah 100 ubin cuma dapat pupuk 15 kilogram, idealnya 60 kilogram,” ucap Mungedi.
Meskipun TPSnya menarik, pelaksanaan pemungutan suara di TPS itu tetap ketat. Petugas berulang kali mengingatkan pemilih untuk mencuci tangan dan memakai sarung tangan dan masker sebelum masuk ke TPS. Anak-anak pun dilarang ikut masuk ke area TPS. Petugas juga memakai masker dan pelindung wajah. Beberapa kali, tampak petugas menyemprotkan disinfektan ke sekitar TPS.
Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Purbalingga pada 2020 ini diikuti dua pasangan calon, yaitu petahana Dyah Hayuning Pratiwi yang berpasangan dengan Sudono. Mereka bernomor urut 02 dan didukung PDI-P, Golkar, PAN, PKS. Pesaingnya adalah Muhammad Sulhan Fauzi yang berpasangan dengan Zaini Makarim Supriyatno. Mereka berlatar belakang pengusaha, bernomor urut 01, serta didukung oleh PKB, Gerindra, PPP, Demokrat, dan Nasdem.