Pedang Tajam Antikorupsi Kembali Menghunjam Jawa Barat
KPK menangkap tangan Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, Jumat (27/11/2020). Kasus ini membuktikan bahwa banyaknya kepala daerah di Jabar yang terjerat kasus korupsi tak pernah menjadi pelajaran berharga.
Oleh
Cornelius helmy
·5 menit baca
Pedang hukum kembali tajam di depan kepala daerah di Jawa Barat, daerah dengan kasus korupsi tertinggi di Indonesia. Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi di Bandung, Jumat (27/11/2020) pukul 10.40.
Politisi PDI-P ini diduga terlibat korupsi kasus perizinan pengembangan RS Kasih Bunda Cimahi. KPK menyita uang Rp 420 juta dari kesepakatan sekitar Rp 3,2 miliar. Pandemi Covid-19 yang menyengsarakan rakyat tidak membuat niat korupsi para pejabat negara lantas menurun.
Kasus ini menjadi yang kedua kalinya di kota dengan hanya tiga kecamatan itu dalam empat tahun terakhir. Wali kota sebelumnya, Atty Suharti (2012-2017), terlibat korupsi proyek Pasar Atas Baru senilai Rp 57 miliar pada tahun 2016.
Ikut ditangkap kala itu suaminya, M Itoch Tochija, Wali Kota Cimahi dua periode, 2002-2012. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis penjara empat tahun penjara kepada Atty pada 30 Agustus 2017 dan Itoch tujuh tahun.
Kondisi ini membuat muram wajah penyelenggaraan daerah di Jabar. Mengacu catatan KPK, sebelum penangkapan Ajay, kasus korupsi di Jabar adalah yang terbanyak di republik ini. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, periode 2004-2020, ada 101 kasus korupsi di Jabar. Di bawahnya ada Jawa Timur dengan 93 kasus dan Sumatera Utara 73 kasus.
Hal itu dikatakan Firli saat KPK menahan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman, sebulan lalu. Budi diduga terkait kasus suap pengurusan dana alokasi khusus Tasikmalaya tahun anggaran 2018. Budi dijerat Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kepala daerah yang terjerat hukum sepertinya sulit belajar. Padahal, ada tiga kepala daerah aktif lainnya di Jabar dijatuhi hukuman penjara karena korupsi, setidaknya dalam dua tahun terakhir.
Bupati Indramayu Supendi, misalnya, dijatuhi hukuman penjara empat tahun dan enam bulan di Pengadilan Tipikor Bandung, 7 Juli 2020. Dijerat kasus suap proyek pembangunan jalan, ia mendapat pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih selama dua tahun.
Politisi Golkar itu menjadi kepala daerah ke-121 yang dijadikan tersangka oleh KPK sejak 2004. Tahun 2019, Supendi menjadi kepala daerah ke-8 yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Saat itu Supendi baru delapan bulan menjabat Bupati Indramayu. Dia menggantikan Anna Sophanah yang mengundurkan diri. Anna adalah istri Irianto MS Syafiuddin atau Yance, Bupati Indramayu 2000-2010. Yance pernah terlibat perkara korupsi pembebasan lahan pembangkit tenaga uap di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Indramayu, tahun anggaran 2004 yang merugikan negara Rp 4,1 miliar.
Akhir tahun 2018, hukum juga tak pandang bulu di Kabupaten Cianjur, daerah dengan tingkat indeks pembangunan manusia terendah di Jabar. Rabu (12/12/2018) subuh, KPK menangkap Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar dengan tuduhan terlibat korupsi dana alokasi khusus di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur. Politisi Nasdem ini divonis penjara lima tahun atas perbuatannya.
Kasus ini tidak lama setelah mantan Bupati Bandung Barat Abubakar divonis penjara 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta. Menjabat dua periode 2008-2013 dan 2013-2018, dia terbukti korupsi demi memenangkan istrinya, Erlin Suharliah, dalam Pilkada Bandung Barat 2018. Abubakar diminta mengganti kerugian negara Rp 485 juta. Erlin sendiri gagal menjadi bupati.
Dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung 17 Desember 2018, Abubakar terbukti melanggar Pasal 12A UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebelumnya, Abubakar terjaring operasi tangkap tangan KPK. Dari penangkapan tersebut, KPK menyita barang bukti Rp 400 juta.
Masih di tahun yang sama, KPK juga melakukan operasi tangkap tangan di Kabupaten Subang, 13 Februari 2018 malam. Bupati Subang Imas Aryumningsih menjadi salah satu target operasi tersebut. Politisi Golkar itu diduga terlibat korupsi yang merugikan keuangan negara. Pada September 2018, Imas divonis penjara 6,5 tahun. Selain itu, Imas juga dikenai denda Rp 500 juta, subsider kurungan tiga bulan.
Kasus ini ibarat episode tanpa ujung dinasti korupsi di Subang, berjarak sekitar 130 kilometer dari Jakarta. Setidaknya dalam 12 tahun, korupsi menjadi hama ganas yang menggerogoti salah satu lumbung padi nasional ini.
Kasus ini ibarat episode tanpa ujung dinasti korupsi di Subang, berjarak sekitar 130 kilometer dari Jakarta. Setidaknya dalam 12 tahun, korupsi menjadi hama ganas yang menggerogoti salah satu lumbung padi nasional ini.
Munculnya noda hitam Subang setidaknya sejak Bupati Eep Hidayat dituding korupsi. Salah satunya menyelewengkan dana biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan anggaran 2005-2008. Negara diperkirakan rugi hingga Rp 14 miliar.
Kasus ini memicu beragam kontroversi. Salah satunya vonis bebas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada 22 Agustus 2011 yang membuat sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di Subang menggelar aksi pro-Eep.
Eep bahkan pada 2008 dilantik bersama wakilnya, Ojang Sohandi. Petualangan Eep berakhir saat divonis bersalah oleh Mahkamah Agung dengan vonis penjara empat tahun pada 2012. Ojang mengisi kekosongan jabatan bupati. Dia bahkan menjabat Bupati Subang periode 2013-2018 setelah menang pilkada. Kala itu, Ojang berduet dengan Imas.
Di tangan Ojang, Subang pernah punya asa. Masih berusia 38 tahun, ia diharapkan melakukan beragam terobosan. Akan tetapi, hal itu pupus juga.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung tahun 2017, Ojang terbukti menyalahgunakan wewenang selama menjadi Pelaksana Tugas Bupati Subang (2011-2012) dan Bupati Subang (2013-2016). Dia melakukan pencucian uang Rp 60,3 miliar.
Selama Ojang diproses hukum, Imas naik pangkat. Dia menjadi bupati tahun 2016. Imas bahkan mencalonkan diri lagi untuk memimpin Subang 2018- 2023. Namun, beberapa jam setelah mendapat nomor urut peserta pilkada, KPK meringkusnya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil berkali-kali mengatakan sudah mengingatkan kepala daerah untuk tidak korupsi. Meski Jabar memiliki banyak sistem berbasis teknologi, integritas orang-orang di dalamnya tetap menjadi prioritas utama untuk menjauhkan diri dari perbuatan korupsi.
Tahun ini, ada tujuh kabupaten dan satu kota di Jabar yang akan menggelar Pilkada 2020. Daerah yang akan menggelarnya adalah Kota Depok, Kabupaten Cianjur, Bandung, Sukabumi, Tasikmalaya, Pangandaran, Karawang, dan Kabupaten Indramayu. Bersama segudang mimpi lainnya, janji manis tidak korupsi itu ditebarkan lagi. Entah di mana akan berujung.