Rumah Ramah Gempa Bisa Dibangun dalam Waktu Empat Jam
Rumah itu berbahan UPVC, yang biasa digunakan untuk pengganti kayu untuk pembuatan tembok, pintu, ataupun kusen. Sementara tiang dan atapnya menggunakan baja ringan. Rumah itu tahan panas hingga 220 derajat celsius.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KENDAL, KOMPAS — Universitas Diponegoro bersama PT Terryham Proplas Indonesia mengembangkan Rumah Ramah Gempa yang dapat dibangun dalam waktu empat jam. Prototipe rumah itu diharapkan segera dimanfaatkan sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana, salah satunya di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Rumah tersebut berbahan unplasticized polyvinyl chloride (UPVC), yang selama ini digunakan sebagai pengganti kayu untuk pembuatan tembok, pintu, ataupun kusen. Sementara tiang dan atapnya menggunakan baja ringan. Selain ramah gempa, rumah itu juga relatif tahan panas hingga 220 derajat celsius.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, di tempat produksi Rumah Ramah Gempa, di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis (26/11/2020), mengatakan, pengembangan itu sejalan dengan upaya melahirkan inovasi di bidang konstruksi. Salah satunya membuat bangunan yang sesuai dengan kondisi alam Indonesia.
”Saat gempa di Palu, setelah sebulan lebih, masih banyak yang tinggal di tenda. Tempat penampungannya tak mencukupi. Itu mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kebutuhan rumah siap bangun dan cepat di negara, seperti Indonesia menjadi keharusan,” ujar Bambang, dalam keterangan rekaman suara yang diterima Kompas.
Bambang pun mendorong Rumah Ramah Gempa yang diproduksi PT Terryham Proplas Indonesia menjadi standar dalam tanggap darurat bencana. Ia berharap, jika terjadi bencana, tenda hanya digunakan pada tiga hari pertama, setelah itu para pengungsi dipindah ke rumah yang sudah siap.
Kelebihan lain dari Rumah Ramah Gempa itu, yakni menggunakan bahan PVC yang sudah dihilangkan unsur plastiknya (menjadi UPVC). ”Sehingga, ini sejalan dengan komitmen Indonesia mematuhi Paris Agreement, yakni memitigasi perubahan iklim dan mengurangi emisi atau polusi,” kata Bambang.
Dihubungi terpisah, Ketua Tim Peneliti Rumah Ramah Gempa, Agung Dwiyanto, menuturkan, rumah yang diperuntukkan untuk tanggap darurat sebenarnya bukan baru pertama kali dibuat. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sudah melakukannya. Namun, tetap perlu dukungan untuk memenuhi kebutuhan mitigasi.
Kecepatan pembangunan Rumah Ramah Gempa menjadi keunggulan tersendiri. ”Rumah ini bisa dibangun dalam empat jam dengan pekerja berjumlah delapan orang. Pada prototipe, ukuran rumah tersebut, yakni tipe 36 atau luas 36 meter persegi,” kata dosen di Departemen Arsitektur Undip itu.
Adapun kerja sama Undip dan PT Terryham Proplas Indonesia, sebagai produsen UPVC, dimulai pada 2019. Penelitian dan pengembangan dilakukan untuk membuat UPVC menjadi material rumah mitigasi dan tanggap darurat bencana. Pengujian bahan pun sudah dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
”Hasilnya bagus. Memang masih di bawah sedikit jika dibandingkan standar Jerman, tetapi di Indonesia, ini sudah bagus. Untuk urusan gempa, ketahanan akan benturan, guncangan, serta kelenturannya baik. Memang, ada kelemahan jika kena angin, tetapi bisa digunakan juga pemberat,” katanya.
Sebelum pandemi Covid-19, lanjut Agung, direncanakan diproduksi industri, dengan harga berkisar Rp 60 juta-Rp 80 juta per unit. Rumah Ramah Gempa diklaim tetap layak untuk rumah yang bakal digunakan dalam jangka waktu lama.
Dalam kesempatan yang sama, dilakukan juga penandatanganan nota kesepahaman antara Undip, Universitas Mataram, dan PT Terryham Proplas Indonesia. ”Prototipe ini digunakan untuk meminimalkan dampak bencana di Lombok (Nusa Tenggara Barat), jadi kami bekerja sama dengan Unram, yang memang lebih tahu kondisi di sana,” ujar Agung.