Lima Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak di Buton Selatan Ditangkap
Aparat kepolisian menangkap lima pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak di Kabupaten Buton Selatan, Sultra.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Lima pelaku tindak kekerasan seksual terhadap anak-anak di Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, ditangkap aparat kepolisian setelah melarikan diri selama beberapa waktu. Dua di antara pelaku juga berusia anak. Selain menghukum maksimal pelaku, pendampingan korban juga harus diutamakan.
Kelima pelaku kekerasan seksual tersebut ditangkap di dua tempat setelah beberapa pekan melarikan diri. Empat pelaku bertahan di hutan selama dua pekan, sementara satu pelaku lain melarikan diri dengan perahu ke Kabupaten Wakatobi.
”Satu pelaku terakhir kami tangkap di Siontapina, Kabupaten Buton, Minggu (15/11/2020). Menurut pengakuan pelaku, ia melarikan diri ke Wakatobi dengan mendayung perahu selama tiga hari. Namun, ia dibawa keluarganya ke Buton sekaligus menyerahkan diri,” kata Kepala Satuan Reskrim Polres Buton Ajun Komisaris Dedi Hartoyo saat dihubungi dari Kendari, Senin (16/11/2020).
Dedi menjelaskan, tindak asusila itu dilakukan oleh pelaku sejak akhir 2019. Korban saat itu masih duduk di kelas IX di Kabupaten Buton Selatan. Seorang pelaku, SK (16), menjemput korban di rumahnya dan mengajak korban jalan-jalan mengendarai sepeda motor.
Di tengah perjalanan, SK membawa korban ke sebuah lokasi yang sepi, di mana empat rekannya telah menunggu. Lima pelaku lalu melakukan tindakan asusila sembari merekam dengan video ponsel. Pada akhir Oktober 2020, berselang hampir satu tahun, video yang pelaku ambil tersebar di media sosial. Korban bersama keluarga lalu datang melaporkan hal ini ke Polres Buton.
”Kami lalu bergerak cepat dan menyisir lokasi yang diduga menjadi tempat persembunyian pelaku. Empat pelaku kami tangkap Sabtu pekan lalu setelah mereka bersembunyi hampir dua pekan di tengah hutan. Satu orang kami tangkap kemarin,” kata Dedi.
Terhadap tiga pelaku dewasa, Dedi melanjutkan, mereka diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sementara itu, terhadap dua pelaku yang masih di bawah umur, prosesnya masih dilakukan pemeriksaan dengan lembaga perlindungan anak untuk penerapan hukumnya.
Terkait kondisi korban, Dedi melanjutkan, saat ini dalam kondisi sehat meski murung dan sedih. Pendampingan korban juga dilakukan agar kondisi mentalnya tidak terganggu dan bisa segera pulih.
Salah seorang pelaku, Igo (20), mengungkapkan, ia kabur ke Wakatobi dengan menggunakan perahu. Ia membawa bekal kasuami (makanan khas Buton berbahan singkong) dengan mengarungi lautan selama tiga hari tiga malam. ”Saya menyesal dengan perbuatan saya,” ucapnya.
Yustina Fendrita, Direktur Yayasan Lambu Ina, lembaga yang fokus dalam pendampingan korban kekerasan seksual di Sultra, menjelaskan, dengan terkuaknya kasus ini, aparat kepolisian harus bergerak cepat melakukan pendampingan kontinu kepada korban.
Apakah korban mengalami ancaman, itu juga harus diperhatikan.
Pendampingan bisa melibatkan instansi terkait, organisasi sipil, atau psikolog. ”Harus dilihat dulu seperti apa kondisi korban melalui asesmen yang dilakukan. Dari situ, langkah pendampingan bisa dilakukan. Apakah korban mengalami ancaman, itu juga harus diperhatikan,” ucap Yustina.
Tidak hanya itu, ia menambahkan, keluarga, lingkungan, hingga sekolah juga harus menjadi lingkungan yang mendukung korban. Dalam beberapa kasus, lingkungan atau institusi pendidikan justru menambah beban dan memberikan stigma yang buruk terhadap korban.
Korban kekerasan seksual, terlebih anak, harus dilindungi dan didampingi hingga permasalahannya tuntas. ”Mereka adalah korban, dan tidak boleh menjadi korban lagi. Kami berharap agar langkah pendampingan bisa dilakukan kepada korban. Bukan hanya korban di Buton Selatan ini saja, melainkan juga korban lain di luar sana,” ucap Yustina.
Kasus kekerasan seksual di wilayah Buton Selatan terus meningkat. Berdasarkan data Satuan Bakti Pekerja Sosial Perlindungan Anak Kementerian Sosial, pada 2019 terjadi 30 kasus asusila terhadap anak di bawah umur. Angka ini meningkat dari sebelumnya yang hanya di kisaran 20 kasus.