Saat ini ada dua kemungkinan skenario erupsi Gunung Merapi ke depan. Skenario pertama adalah erupsi eksplosif, sementara skenario kedua berupa erupsi efusif dengan laju keluarnya magma secara cepat.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi atau BPPTKG menyatakan ada dua kemungkinan skenario erupsi Gunung Merapi. Skenario pertama adalah erupsi eksplosif, yakni keluarnya magma disertai letusan atau ledakan. Sementara skenario kedua berupa erupsi efusif, yakni magma keluar tanpa letusan, tetapi dengan laju penambahan cepat.
”Saat ini muncul dua kemungkinan skenario. Kedua skenario itu berimplikasi pada estimasi waktu jeda yang pendek sampai kejadian erupsi yang membahayakan penduduk sehingga status Merapi dinaikkan menjadi Siaga,” kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida dalam konferensi pers secara daring, Rabu (11/11/2020), di Yogyakarta.
Sebelumnya, pada Kamis (5/11/2020) pukul 12.00, BPPTKG telah menaikkan status Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). BPPTKG juga menyatakan, potensi bahaya dari erupsi Merapi saat ini berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas dengan jangkauan maksimal 5 kilometer dari puncak.
Hanik menjelaskan, aktivitas kegempaan dan deformasi di Gunung Merapi saat ini telah melampaui kondisi menjelang erupsi efusif pada 2006. Erupsi efusif tahun 2006 itu kemudian diikuti pertumbuhan kubah lava di puncak Merapi. ”Seismisitas (aktivitas kegempaan) saat ini sudah melampaui kondisi menjelang munculnya kubah lava tahun 2006,” ujarnya.
Meski secara kegempaan dan deformasi sudah melampaui kondisi menjelang erupsi tahun 2006, menurut Hanik, saat ini belum tumbuh kubah lava baru di puncak Merapi. Kondisi itu yang kemudian membuat BPPTKG menyebut adanya kemungkinan Merapi kali ini akan mengalami erupsi eksplosif.
Namun, Hanik memaparkan, erupsi eksplosif tersebut diprediksi tidak sebesar erupsi tahun 2010. Hal ini karena aktivitas kegempaan dan deformasi yang terjadi sekarang tidak sebesar kondisi menjelang erupsi tahun 2010.
”Pada saat kami menaikkan status ke Siaga. Itu potensi bahayanya adalah kalau terjadi erupsi eksplosif. Saat ini, potensi bahaya itu jarak maksimalnya 5 kilometer,” ungkap Hanik.
Saat ini belum tumbuh kubah lava baru di puncak Merapi. Kondisi itu yang kemudian membuat BPPTKG menyebut adanya kemungkinan Merapi kali ini akan mengalami erupsi eksplosif. (Hanik Humaida)
Skenario kedua
Meski begitu, Hanik juga mengatakan masih ada kemungkinan skenario lain terkait erupsi Merapi ke depan. Berdasarkan skenario kedua itu, Merapi akan mengalami erupsi efusif seperti pada 2006. Dalam erupsi efusif, magma keluar ke permukaan dengan meleleh dan tidak disertai letusan seperti erupsi eksplosif.
Dalam skenario kedua yang disusun BPPTKG itu, magma dari dalam tubuh Gunung Merapi akan keluar ke permukaan dengan laju penambahan yang cepat. Magma yang keluar itu kemudian akan membentuk kubah lava di puncak Merapi. Apabila kubah lava itu terus tumbuh, kubah tersebut berpotensi runtuh dan menyebabkan munculnya awan panas.
Hanik memaparkan, BPPTKG telah menyusun skenario bahaya apabila laju ekstrusi atau keluarnya magma di Merapi mencapai 100.000 meter kubik per hari serta volume kubah lava mencapai 10 juta meter kubik. Saat kondisi itu terjadi, runtuhnya kubah lava diperkirakan bisa menyebabkan munculnya awan panas yang meluncur ke sejumlah aliran sungai yang berhulu ke Merapi.
Runtuhnya kubah lava diperkirakan bisa menyebabkan munculnya awan panas yang meluncur ke sejumlah aliran sungai yang berhulu ke Merapi.
Berdasarkan simulasi BPPTKG, apabila 50 persen kubah lava dengan volume 10 juta meter kubik runtuh, awan panas akan meluncur sejauh 9 km ke arah Kali Gendol, 6 km ke arah Kali Opak, dan 6 km ke arah Kali Woro. Kali Gendol dan Kali Opak merupakan sungai yang masuk wilayah Kabupaten Sleman, DIY, sedangkan Kali Woro masuk wilayah Kabupaten Klaten, Jateng.
Namun, perkiraan jarak luncuran awan panas itu baru simulasi karena saat ini belum ada kubah lava di puncak Merapi. ”Ini semua merupakan ancaman bahaya kalau nanti sudah ada pertumbuhan kubah lava. Tentunya harus dilihat kecepatan (penambahan volume kubah lava) dan volume maksimal (kubah lava) itu berapa,” ungkap Hanik.
Hanik menambahkan, sampai sekarang, magma dari dalam tubuh Gunung Merapi diperkirakan belum keluar di permukaan. Berdasarkan foto yang diambil BPPTKG menggunakan pesawat nirawak (drone) pada 3 November 2020, belum teramati adanya material magma baru di puncak Merapi.
Meski begitu, Hanik menyebut, magma di dalam tubuh Merapi kemungkinan sudah mendekat ke permukaan. Hal ini terlihat dari hiposenter atau pusat gempa yang terjadi di Gunung Merapi saat ini. ”Kami melihat posisi magma itu di mana dari pusat kegempaan atau yang disebut hiposenter,” katanya.
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso mengatakan, gempa vulkanik dangkal yang terjadi di Merapi sekarang berpusat di wilayah dengan kedalaman sekitar 1,5 km dari puncak. Oleh karena itu, tekanan magma saat ini juga diperkirakan berada di kedalaman sekitar 1,5 km dari puncak Merapi.