Meskipun sudah sangat berhati-hati, tenaga kesehatan tetap sangat rentan tertular Covid-19. Upaya warga mengikuti protokol kesehatan dan jujur melaporkan kondisi bisa membantu mencegah penularan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
HR Nurul Jaqin merupakan dokter pertama yang gugur akibat serangan Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dokter yang dikenal total dalam mengabdi itu meninggal dunia pada 23 Agustus 2020, setelah dirawat selama 10 hari di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Kabupaten Sleman, DIY.
Sehari-hari, Jaqin bertugas sebagai dokter bedah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Kabupaten Sleman, DIY. Ia mulai dirawat di rumah sakit pada 14 Agustus 2020. Awalnya, ia dirawat di ruang isolasi biasa. Namun, dua hari berselang, dokter Jaqin dipindahkan ke ruang perawatan intensif karena tim medis ingin memantau kondisi kesehatannya secara lebih ketat.
”Beliau tidak menunjukkan gejala (Covid-19). Keputusan dirawat di rumah sakit karena beliau mempunya komorbid (penyakit penyerta) diabetes melitus. Dalam masa perawatan itu, kondisinya terus menurun,” kata Direktur Utama, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Ahmad Faesol, saat dihubungi Kompas, Sabtu (7/11/2020).
Ahmad menjelaskan, Jaqin sempat menjalani tes usap satu pekan sebelum dinyatakan positif Covid-19. Saat itu, tes usap menunjukkan hasil negatif. Tes usap itu merupakan penapisan kesehatan rutin yang dilakukan pihak rumah sakit untuk mengecek kondisi kesehatan para tenaga kesehatannya.
”Beliau masuk (dinyatakan positif Covid-19) itu lewat proses tracing. Ada salah seorang anggota keluarganya, yang juga seorang dokter, dinyatakan positif. Beliau menjadi salah seorang pasien positif dari hasil tracing tersebut,” kata Ahmad.
Ahmad mengungkapkan, meski almarhum menjadi pasien positif Covid-19 lewat mekanisme tracing, tetap tidak bisa dipastikan penyebab tertularnya almarhum. Sebab, almarhum juga masih aktif menangani pasien di poliklinik bedah. Namun, mendiang memang tidak ditugaskan khusus menangani pasien positif Covid-19. Keputusan ini didasari adanya penyakit penyerta yang dimiliki almarhum.
Lebih lanjut, Ahmad menyampaikan, bisa saja almarhum tertular salah seorang pasiennya. Alat pelindung diri yang digunakan dokter di poliklinik tidak seketat dokter yang menangani langsung pasien positif Covid-19.
Adapun alat pelindung diri yang digunakan berupa masker dan pakaian gown. Masker yang digunakan setidaknya masker bedah. Di sisi lain, penapisan kesehatan bagi pasien yang memeriksakan diri lewat poliklinik rumah sakit hanya dilakukan dengan pengukuran suhu.
”Dari mana (tertularnya) sulit sekali untuk diketahui. Penanganan terhadap pasien Covid-19 memang tidak dilakukan beliau. Tetapi, kan, kami tidak bisa menjamin pasien yang periksa di poli ini bebas dari Covid-19 atau tidak. Jumlah pasien tanpa gejala, kan, banyak sekali,” kata Ahmad.
Berisiko tinggi
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo tak memungkiri fakta bahwa tenaga kesehatan menjadi kelompok yang punya risiko tinggi tertular, khususnya mereka yang berada di poliklinik. Mereka berurusan dengan banyak pasien setiap hari. Tidak bisa dipastikan pasien yang memeriksakan diri di poliklinik tertular Covid-19 atau tidak, mengingat banyaknya jumlah pasien tak bergejala.
Menurut data dari Dinas Kesehatan Sleman, pada Rabu (4/11/2020), jumlah pasien positif Covid-19 sebanyak 1.822 orang. Jumlah pasien positif tak bergejala mencapai 1.369 orang. Jumlah tersebut setara dengan 75 persen dari total kasus yang ada.
”Maka, kami terus-menerus mengingatkan kepada semua tenaga kesehatan untuk selalu aware terhadap keselamatan dan kesehatannya sendiri. Harus sadar betul menerapkan protokol kesehatan secara ketat,” kata Joko.
Keseharian Jaqin
Ahmad mengungkapkan, Jaqin adalah sosok dokter yang gigih. Almarhum punya semangat tinggi disertai dengan komitmen terhadap pekerjaan yang kuat. Kerap kali, almarhum kerja tanpa kenal waktu sehingga bisa dikatakan sebagian besar waktunya banyak dihabiskan di rumah sakit.
”Beliau kerja dari pagi sampai malam. Mungkin, kalau dihitung, waktunya lebih banyak dihabiskan di rumah sakit. Barangkali, kalau di rumah hanya tidur. Saya beberapa kali melihat sendiri, almarhum masih melakukan operasi hingga pukul 21.00,” kata Ahmad.
Dituturkan, almarhum juga bisa menjadi teladan bagi rekan-rekan kerjanya. Dedikasi almarhum terhadap pekerjaan begitu tinggi. Almarhum tetap getol melayani pasien meski ada ancaman penularan Covid-19 yang sangat nyata. ”Tidak mudah menjadi dokter yang all out untuk melayani pasien,” kenangnya.
Ahmad menambahkan, pihaknya merasa prihatin melihat kondisi masyarakat yang sebagian mulai kendur terhadap protokol kesehatan. Terlebih lagi di destinasi wisata. Padahal, laporan kasus positif Covid-19 juga masih terus bertambah setiap hari. Masyarakat bertindak seolah wabah ini tidak benar-benar terjadi, sedangkan dokter yang berada di garis depan digempur penambahan pasien baru setiap hari.
”Menurut saya, masyarakat harus diedukasi betul untuk kewaspadaan terhadap Covid-19 yang masih mengancam kita,” kata Ahmad.