Peresmian Bandara di Kepulauan Sitaro Bakal Dongkrak Potensi Pariwisata dan Perikanan
Bandara Balirangen, Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara, akan segera diresmikan dan segera dioperasionalkan. Keberadaan bandara ini diharapkan dapat mendorong ekspor perikanan dan mendongkrak pariwisata.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Bandara Balirangen di Kepulauan Siau Tagulandang Biaro atau Sitaro, Sulawesi Utara, akan diresmikan dan segera dioperasionalkan. Keberadaan bandara diharapkan dapat mendorong ekspor dari sektor kelautan dan perikanan serta menggairahkan pariwisata karena efisiensi waktu tempuh dari Manado.
Dihubungi dari Manado, Senin (9/11/2020), Kepala Dinas Perhubungan Sulawesi Utara Lynda Watania mengatakan, Bandara Balirangen akan diresmikan secara virtual oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis (12/11/2020) setelah sebelumnya dijadwalkan pada Selasa (10/11/2020). Bandara ini adalah bandara keempat di wilayah kepulauan Sulut.
Bandara Balirangen di Pulau Siau mulai dibangun pada 2013 dan rampung pada 2019, dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sekitar Rp 440 miliar. Bandara ini memiliki landasan pacu sepanjang 1.325 meter dan lebar 30 meter. Luas terminal sekitar 600 meter persegi dan dapat menampung 17.000 penumpang setiap tahun.
Berdasarkan hasil uji coba terbang oleh Kementerian Perhubungan dengan pesawat King Air 350i PK-CAQ pada 28 Oktober lalu, penerbangan Manado-Siau dapat ditempuh tidak sampai 30 menit. Waktu tempuh ini jauh lebih cepat atau hanya seperenam jarak tempuh dengan kapal cepat. Lynda belum bisa menyebut harga tiket pesawat jika dibandingkan dengan harga tiket kapal cepat kelas ekonomi, Rp 170.000-Rp 220.000 per orang.
”Kalau sudah diresmikan, artinya siap beroperasi. Memang belum ada penerbangan yang terjadwal karena kami harus menunggu surat keputusan dari kementerian. Sudah ada beberapa maskapai yang mengajukan permohonan membuka trayek kargo,” kata Lynda.
Pemangkasan waktu yang signifikan ini adalah kabar baik bagi transportasi kargo, terutama perikanan. Menurut Lynda, pemerintah provinsi mendorong Bandara Balirangen segera diresmikan agar produk-produk perikanan dan kelautan dari Sitaro dapat memenuhi kuota ekspor langsung sebesar 25 ton ke Jepang melalui penerbangan kargo.
Pemangkasan signifikan waktu tempuh ke Manado pun dapat menjaga kualitas hasil laut yang dikirim, terutama ikan tuna. Konektivitas dan peluang bisnis yang dibuka dari adanya jalur ekspor langsung ke Jepang dari Bandara Sam Ratulangi di Manado diyakini dapat memaksimalkan nilai guna dari Bandara Balirangen.
”Selama ini, kami memenuhi kuota itu dengan mendatangkan muatan dari Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, dan lain-lain. Tinggal menambah dari Sulut saja, salah satunya dari Sitaro, yang difasilitasi Bandara Balirangen,” ujar Lynda.
Tambah muatan
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Tienneke Adam berharap operasionalisasi bandara di Sitaro dapat menambah muatan ekspor tuna segar dari Sulut. Meski ada kuota 25 ton setiap pekan, sektor perikanan Sulut hanya mampu memasok 8-9 ton karena kurangnya ikan tuna klasifikasi grade A yang diminta pasar Jepang.
”Ikan adalah barang yang mudah rusak. Harganya tergantung dari mutu produk, semakin tinggi semakin mahal. Kalau waktu pengiriman semakin pendek, pasti mutunya makin bagus sehingga menguntungkan,” kata Tienneke.
Pemangkasan signifikan waktu tempuh ke Manado pun dapat menjaga kualitas hasil laut yang dikirim, terutama ikan tuna.
Pada 2014, diperkirakan hasil sektor kelautan dan perikanan Kepulauan Sitaro mencapai 16.066,59 ton. Sebanyak 16.019 ton di antaranya adalah ikan tangkap.
Menurut Tienneke, jumlah itu tidak terlalu banyak, tetapi sektor perikanan tangkap tetap dapat dikembangkan. Adanya penerbangan ke Manado diharapkan dapat meningkatkan harga ikan. Alasannya, mutu tidak turun selama pengiriman sehingga para nelayan dan pengusaha lebih bersemangat.
Akan tetapi, beberapa hal juga perlu dibenahi demi mencapai tujuan itu. Pertama, meningkatkan pasokan es di wilayah kepulauan. Kedua, para nelayan perlu dilatih untuk berhati-hati memperlakukan hasil tangkapan mereka agar grade-nya tidak turun. Ketiga, para pedagang pengumpul harus mampu memberikan harga yang pantas sesuai kualitas ikan.
”Karena banyak tuna yang tak terserap ekspor ke Jepang, kami mencoba membuka jalur ekspor ke China yang menerima tuna grade apa saja, begitu juga Singapura. Adanya bandara di Sitaro akan menggairahkan sektor perikanan tangkap,” kata Tienneke.
Pariwisata
Selain sektor perikanan, Lynda juga berharap pemerintah Kepulauan Sitaro dapat mengembangkan pariwisata. Dengan begitu, Bandara Balirangen akan terus beroperasi dan memberikan keuntungan bagi kabupaten.
Kepala Dinas Pariwisata Kepulauan Sitaro Novi Tamaka mengatakan, tujuh destinasi wisata di Sitaro akan dikembangkan, antara lain Pulau Mahoro, Pulau Makalehi, Danau Kapeta, dan patung Yesus Kristus di wilayah Balirangen. Infrastruktur penunjang pun penting untuk menggaet wisatwan sebanyak-banyaknya.
Pada 2019, sekitar 500 wisatawan mancanegara berkunjung ke Siau. Kunjungan menurun drastis pada tahun ini karena pandemi Covid-19. Namun, ia yakin bandara di Pulau Siau itu akan mampu membawa lebih banyak wisatawan asing karena kemudahan transportasi. ”Kita berharap peresmian lancar dan semua berjalan baik ke depan,” katanya.
Peresmian Bandara Balirangen bertepatan dengan lesunya penerbangan ke wilayah kepulauan Sulut, yaitu ke Bandara Naha di Kepulauan Sangihe dan Bandara Melonguane di Kepulauan Talaud. Penerbangan yang tadinya setiap hari, kini hanya satu atau dua kali sepekan. Penerbangan juga sering batal, diduga karena penumpang yang minim.