Mengapa Ingin Menjadi Aparatur Sipil Negara?
Menjadi aparatur sipil negara masih diimpikan banyak orang. Hampir setiap tahun, jutaan orang memperebutkan ratusan ribu posisi sebagai pelayan negara. Di sejumlah daerah, ASN masih dianggap prestise.
Aparatur sipil negara atau ASN menjadi impian banyak sarjana di Indonesia. Profesi ini dinilai menjanjikan karena menjamin kestabilan hidup hingga purnakarya. Di sisi lain, ASN juga perangkat negara dalam pelayanan publik.
Pada 30 Oktober 2020, pemerintah mengumumkan sejumlah 138.580 posisi dari 150.315 formasi jabatan terisi oleh Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2019. Peluang kerja sebagai ASN itu diperebutkan oleh jutaan pelamar.
Badan Kepegawaian Negara mencatat tren kenaikan jumlah pelamar CPNS. Ada 4,1 juta pelamar CPNS 2019, dan 3,7 juta pelamar CPNS pada tahun sebelumnya. Sementara tahun 2017, pelamar CPNS masih berjumlah 2,4 juta orang.
Baca juga: Inspirasi ASN Muda Berjejaring
Fadel (26) melamar sebagai CPNS di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 2017. Waktu itu, dia berstatus mahasiswa semester akhir di Universitas Andalas, Sumatera Barat. Ketika libur akhir semester, dia pulang ke kampung halamannya di Pekanbaru, Riau.
”Waktu itu, banyak teman saya mendaftar sebagai sipir. Terus, kepikiran juga, apa salahnya ikut mendaftar. Ternyata lulus,” ujarnya, ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Kini, Fadel menjadi sipir di salah satu rumah tahanan di Riau. Impian menjadi ASN sebetulnya sudah dirawat sejak kuliah. Menjadi ASN, katanya, berarti hidup aman sampai tua meskipun tak bergaji terlalu besar.
Pandemi Covid-19 membuat Fadel bersyukur dengan posisinya saat ini. Tak sia-sia dia meninggalkan perkuliahan yang sudah mendekati rampung itu. Sebab, teman-temannya yang bekerja di sektor swasta hampir semua terdampak. Sebagian di antara mereka dirumahkan bahkan diberhentikan dari pekerjaan.
”Sementara saya tetap berangkat kerja. Gaji juga tetap meskipun tunjangan hari raya (THR) kemarin dikurangi,” tambahnya.
Namun, menjadi ASN bukan berarti tak ada tantangan. Fadel dihadapkan pada hidup yang rutin. Berada di titik aman membuat keinginan untuk menggali potensi diri berkurang. Semasa kuliah dulu, ia masih sempat membaca buku untuk memperkaya pengetahuan. Sesekali, dia juga naik gunung. Kini, siklus hidupnya sudah jelas: bekerja dan sebentar lagi menikah. ”Ya, sekarang tinggal menjalani hidup saja,” katanya.
Namun, menjadi ASN bukan berarti tak ada tantangan. Fadel dihadapkan pada hidup yang rutin. Berada di titik aman membuat keinginan untuk menggali potensi diri berkurang. Semasa kuliah dulu, ia masih sempat membaca buku untuk memperkaya pengetahuan. Sesekali, dia juga naik gunung. Kini, siklus hidupnya sudah jelas: bekerja dan sebentar lagi menikah.
Pelamar CPNS lainnya adalah Dwitamari Junita (24). Alumnus Universitas Bengkulu jurusan Ekonomi Pembangunan ini lulus sebagai CPNS 2019 di Kemenkumham. Dia mendaftar di bidang pengelola pengadaan barang dan jasa atau PPBJ.
Bagi Tamari, ASN berpendapatan stabil, kesejahteraan terjamin, dan mendapat pensiun pada masa tua. ”Aku sebenarnya punya minat menjadi wirausaha sejak SMP. Sampai sekarang, aku masih jualan balon untuk perayaan ulang tahun. Akan tetapi, semakin ke sini, aku menyimpulkan sektor swasta itu rentan. Karena Covid-19 ini, misalnya, sektor swasta ikut terguncang,” ujarnya.
Kini, Tamari masih menunggu lokasi penempatan. Setelah bekerja nanti, dia akan mengutamakan tugas pokoknya di kantor. Jika memiliki waktu luang, dia akan meneruskan usaha yang sudah dimulai sejak SMP itu. Baginya, menjadi ASN bukan berarti menutup peluang untuk mengerjakan sesuatu sesuai passion.
Baca juga: Formasi CPNS 2021 Disesuaikan dengan Sistem Kerja Baru
Cerita Alnoferi (30), ASN di sekolah di Nias Selatan, Sumatera Utara, pun tak kalah menarik. Menjadi ASN membuatnya lebih dihargai oleh lingkungan. ”Dalam kebudayaan masyarakat kita, guru itu kan profesi mulia,” kata pria yang lulus CPNS 2018 ini.
Feri merupakan lulusan Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat. Dia memilih Nias Selatan bukan tanpa alasan. Di Sumatera Barat, katanya, persaingan tes CPNS untuk guru sangat ketat. Sebab, hampir semua perguruan tinggi di Sumatera Barat memiliki jurusan pendidikan. Makanya dia beralih ke Nias Selatan, mencari ruang bersaing yang masih longgar. Jadilah ia menjadi guru bimbingan konseling (BK) di sana.
Tantangan sebagai guru baru hadir setelah dia lulus CPNS dan bekerja di salah satu SMK di wilayah itu. Menurut dia, konseling akan lebih mudah bila menggunakan bahasa ibu, dalam hal ini bahasa Nias Selatan. Namun, dia masih belajar memahami bahasa tersebut. ”Jadi, selama konseling, saya pasti didampingi guru lain yang mengerti bahasa setempat,” katanya lagi.
Sebelum jadi ASN, pria yang tamat kuliah 2014 ini sudah bekerja di berbagai bidang. Dia pernah menjadi pegawai honor di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana, Sumatera Barat. Dia juga pernah menjadi wartawan televisi lokal di Sumatera Barat.
Baca juga: ”Normal Baru” Birokrasi
Dari semua profesi itu, ada satu kesamaan, yakni pendapatan yang tak menentu. Ada masanya dia harus mengadu kepada teman-temannya karena penghasilan tak cukup untuk menopang kebutuhan sehari-hari. Kini setelah menjadi ASN, hal itu tak pernah terjadi lagi.
”Memang agak berbeda, ya. Kini, saya menjadi pegawai pemerintah. Tidak bisa bekerja dengan seenaknya saja. Ada etika kerja yang harus diperhatikan. Sebagai guru, harus bisa jadi teladan bagi murid. Namun, ASN juga membuat saya berpeluang untuk menerapkan ilmu yang saya pelajari sewaktu di kampus dulu," tambahnya.
Berbeda dengan tiga orang di atas, Fremia Famela (25) masih berjuang untuk menjadi ASN. Dia gagal dalam seleksi CPNS 2019. Padahal, orangtuanya berharap dia bisa lulus agar punya pekerjaan tetap. Kini, Fremia bekerja sebagai kasir di salah satu tempat pangkas rambut di Kota Padang.
Sebagai lulusan bahasa Inggris, dia sebenarnya ingin bekerja di perusahaan asing. Namun, cita-cita ini kandas lantaran Covid-19 tak kunjung reda. Dan, ia pun membatalkan niatnya untuk melamar kerja di Jakarta.
”Selama belum bisa bekerja di perusahaan asing, aku akan terus nyoba tes CPNS. Nanti kalau sudah kerja di perusahaan, aku punya alasan kuat untuk menjelaskan kepada orangtua bahwa ada jalan lain selain ASN untuk bertahan hidup,” ujarnya.
Selama belum bisa bekerja di perusahaan asing, aku akan terus nyoba tes CPNS. Nanti kalau sudah kerja di perusahaan, aku punya alasan kuat untuk menjelaskan kepada orangtua bahwa ada jalan lain selain ASN untuk bertahan hidup.
Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Erwan Agus Purwanto, menjelaskan, tantangan ASN ke depan tak mudah. Pemerintah melalui agenda reformasi birokrasi memangkas sejumlah struktur jabatan agar birokrasi tak berbelit-belit.
Di saat bersamaan, pemerintah mengembangkan jabatan-jabatan fungsional yang mengharuskan pejabatnya untuk profesional dan kompeten. Profesional dalam artian meraka harus benar-benar menguasai bidangnya.
Selain itu, Erwan menyoroti penggunaan tenaga dari sektor swasta untuk mengisi jabatan-jabatan strategis di kementerian tertentu. Jabatan setingkat direktur jenderal, misalnya, bisa diisi oleh orang non-ASN.
Jika komposisi antara pegawai ASN dan non-ASN di pemerintahan meningkat, para ASN tak hanya bersaing dengan rekan sejawat. Mereka juga berkompetisi dari orang-orang terbaik dari sektor swasta.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di masa depan, dia memprediksi kultur hibrida sangat mungkin terjadi. Artinya, pemerintah memasukkan profesional dari swasta untuk mengefisienkan birokrasi. Sebaliknya, sektor swasta berpeluang merekrut para birokrat untuk divisi perusahaan yang mengurus pelayanan publik. "Jadi, penting untuk anak-anak muda kita untuk memahami bahwa sistem birokrasi di masa depan sangat mungkin berubah. Oleh sebab itu, persiapkan diri agar bisa profesional dan kompeten di bidang masing-masing," katanya.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan bahwa ASN harus berintegritas, profesional, netral, dan bebas dari intervensi politik, bebas dari KKN, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat. ASN pun harus mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.