Waspadai dan Perhatikan Gejala Covid-19 Setelah Liburan Panjang
Masa libur panjang dinilai berpotensi menimbulkan lonjakan penambahan kasus baru Covid-19. Oleh karena itu, masyarakat yang berlibur diharapkan mewaspadai gejala yang muncul dan segera memeriksakan diri.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nusa Tenggara Barat mengingatkan warga yang keluar rumah dan berlibur untuk waspada serta memperhatikan kondisi kesehatannya. Pemeriksaan dini ke sarana kesehatan harus dilakukan untuk mencegah penularan baru.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Nurhandini Eka Dewi di Mataram, Senin (2/11/2020), mengatakan, sebelumnya telah ada imbauan agar masyarakat tidak keluar rumah selama libur panjang. Namun, kata Eka, kenyataannya banyak penerbangan keluar daerah, perjalanan antarkota, dan tempat-tempat wisata yang ramai oleh keluarga.
”Pengalaman liburan panjang sebelumnya, terjadi lonjakan kasus, baik di kota asal mereka yang bepergian maupun kota tujuan pariwisata,” kata Eka.
Oleh karena itu, kata Eka, sebagai antisipasi, ia meminta masyarakat yang berlibur untuk memperhatikan beberapa hal. Pertama, apakah dalam libur panjang pergi ke daerah dengan zona merah atau risiko tinggi.
”Kedua, apakah saat bepergian ke daerah wisata, berkumpul bersama keluarga, kerabat, dan berada di tengah keramaian,” kata Eka.
Jika memang berada dalam kondisi demikian, kata Eka, masyarakat harus melihat gejala yang muncul, terutama seminggu ke depan. Misalnya demam disertai batuk atau pilek, demam tanpa batuk atau pilek, dan lemas.
”Apalagi gejala itu muncul, jangan menunda atau mengobati sendiri. Segera memeriksakan diri ke sarana kesehatan,” kata Eka.
Menurut Eka, dalam beberapa kasus kematian pasien Covid-19 di NTB, ditemukan ada yang menunda atau mengobati diri sendiri. Akibatnya, ketika datang ke sarana kesehatan, orang itu sudah bergejala berat.
”Akibatnya, kami di sarana kesehatan tidak bisa menolong secara maksimal sehingga berujung kematian,” kata Eka.
Eka menambahkan, selama pandemi ini, prinsip yang harus kita pegang adalah ”aman dan produktif”. Artinya, siapa pun boleh tetap bekerja, beraktivitas, tetapi keamanan harus dijaga. ”Termasuk di dalamnya waspada apabila timbul gejala setelah berkegiatan (berlibur) yang menimbulkan kerumunan dan keramaian,” kata Eka.
Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 NTB Lalu Gita Ariadi menambahkan, hingga Senin sore, total pasien positif di NTB 3.992 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 3.277 orang sembuh, 222 orang meninggal, dan 493 orang masih dirawat.
Meski jumlah pasien Covid-19 sembuh terus bertambah, bahkan saat ini jumlahnya 82,1 persen atau lebih tinggi dari rata-rata nasional 79 persen, angka kematian pasien Covid-19 di NTB juga tinggi. Menurut Eka, angka kematian yang masih 5,2 persen menempatkan NTB di posisi kedua setelah Jatim.
Pada saat yang sama, kata Eka, dia mendapat laporan di sejumlah daerah banyak masyarakat menolak tes usap. Padahal, itu menjadi upaya untuk melakukan penelusuran secara cepat sehingga jika terpapar, bisa ditangani lebih cepat.
”Keterlambatan penanganan disebabkan ketakutan mengikuti tes usap. Oleh karena itu, kami berharap masyarakat yang punya riwayat kontak dengan pasien positif mohon kerja samanya untuk bersedia tes usap,” kata Eka.
Menurut Eka, saat ini, sudah menjelang akhir tahun 2020, tetapi kasus Covid-19 masih tetap muncul. Oleh karena itu, Eka mengimbau masyarakat NTB untuk tidak meremehkan Covid-19.
”Berhenti menganggap Covid-19 tidak ada, berhenti menganggap Covid-19 itu karangan petugas kesehatan, dan berhenti menganggap Covid-19 buatan negara adidaya. Kita tahu kasus di negara adidaya dan Eropa meningkat kembali karena sedang mengalami puncak kedua dari Covid-19. Artinya, kita semua sama-sama menderita, baik negara miskin, berkembang, maupun maju,” kata Eka.