Pengusaha Kecil di Sektor Perikanan Mengarungi Ombak Pandemi
Pandemi Covid-19 bagaikan ombak besar bagi pelaku UMKM di sektor kelautan dan perikanan. Untuk bertahan, mereka kini memanfaatkan pasar digital sebagai media pemasaran menjangkau konsumen.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 ini bagaikan ombak besar yang menghantam pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah sektor kelautan dan perikanan. Meski begitu, berusaha tetap bertahan dengan berselancar melalui pasar digital.
Hanny Annisa (47), pelaku UMKM di sektor kelautan dan perikanan dengan nama usaha Yamois Indo Prima, menyampaikan, pandemi Covid-19 yang berdampak pada terbatasnya operasional hotel, restoran, dan kafe turut berimbas pada usahanya. Jumlah pemasok (supplier) yang pada awalnya mencapai 50 vendor kini hanya tinggal 5 vendor.
Tidak hanya itu, ombak pandemi kemudian datang setelah masa Lebaran pada Mei 2020. Ketersediaan tepung terigu, telur, dan bahan lain untuk membuat siomai sempat sulit ditemukan di pasaran.
Akibatnya, jumlah produksi yang awalnya mencapai 100 kilogram per hari kini menyusut menjadi 10 kilogram per hari. Menurunnya proses produksi juga berimplikasi pada penurunan jumlah karyawan dari 15 orang menjadi 10 orang. ”Saya jadinya memosisikan diri dari nol lagi. Ibaratnya dengan empasan (dampak pandemi Covid-19) seperti ini ya semua kembali lagi ke mental kita,” ujar Hanny saat dihubungi Kompas, Minggu (1/11/2020).
Pada awal pandemi, usaha yang dijalankan di Kota Malang, Jawa Timur, ini pun sempat ditutup selama satu bulan untuk menyiapkan protokol kesehatan. Setelah kembali buka, Hanny mendapati perilaku konsumen kini sudah berbeda. ”Pemasaran, kok, rasanya jadi susah. Akhirnya untuk pemasaran yang harus mengikuti tren ini saya serahkan sepenuhnya kepada anak-anak untuk mengelola media sosial dan jualan online (daring),” kata Hanny.
Yasinta Inna Salsabila (23), anak Hanny, mengatakan, pemasaran digital untuk Yamois Indo Prima saat ini dilakukan melalui Instagram dan Whatsapp. Pengiriman pun masih dibatasi di wilayah Jawa dan Bali untuk menjaga kualitas ikan.
”Sebelumnya pernah coba di marketplace, tetapi kami belum bisa mengirim ke daerah yang terlalu jauh karena bisa merusak kualitas produk. Jadi, saat ini kami kembangkan untuk wilayah yang dekat dulu,” kata Yasinta. Pengalaman serupa dijalani oleh Puspitaningrum Pratiwi (46), pelaku UMKM dengan nama usaha Gerai D’pita di Depok, Jawa Barat. Salah satu produknya, yaitu LesGo D’pita (lele siap goreng), juga terdampak pandemi Covid-19.
Tahun 2019, penjualan LesGo D’pita dalam sebulan bisa mencapai 400 kilogram karena bekerja sama dengan rumah makan. Namun, kontrak kerja sama kemudian dihentikan sehingga produksi tinggal 150 kilogram per bulan.
”Produksi menurun, perjuangannya menjadi dua kali lipat. Mulai dari pemasaran, menjajaki kemungkinan baru, mulai membuka diri dengan digital, hingga membuka peluang berjualan di marketplace, itu semua saya lakukan untuk tetap bertahan,” ujarnya.
Penjualan daring mulai dijajaki melalui Instagram, Facebook, Whasapp, dan platform e-dagang. Untuk wilayah pengiriman, selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, produk yang sudah mendapatkan sertifikat halal ini juga sudah sampai ke Yogyakarta, Semarang, Solo, bahkan Bangka Belitung.
Produk LesGo D’pita, kata Puspitaningrum, diharapkan dapat tetap menjadi pilihan menu bagi masyarakat karena merupakan healthy frozen food (makanan beku sehat), mulai dari pembibitan lele dengan pakan pelet hingga proses produksi yang higienis.
”Saya yakin, apa yang kita niatkan, tekuni, dan diimbangi dengan doa, itu pasti membuahkan hasil. Saya sudah membuktikannya sendiri dengan menjalankan usaha yang diawali dari niat untuk berbagi hingga akhirnya bisa bermanfaat bagi orang lain,” ujarnya.
Upaya naik kelas
Mewakili para UMKM, Puspitaningrum menyampaikan, mereka berharap proses perizinan legalitas usaha bagi UMKM diberi kemudahan oleh pemerintah, baik secara prosedur maupun keringanan biayanya.
”Terutama bagi produsen olahan frozen food seperti saya yang susah mendapatkan MD (makanan dalam) BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Soalnya masih terkendala lokasi produksi yang masih menyatu dengan rumah tinggal (satu pintu untuk masuk bahan baku dan keluar barang jadi),” kata Puspitaningrum.
Legalitas usaha sangat diperlukan bagi suatu produk untuk memberi rasa aman dan keyakinan konsumen atas produk UMKM. Dengan adanya sertifikasi, produk UMKM dapat masuk ke pasar modern untuk memperluas pemasarannya.
Pengemasan produk juga menjadi salah satu fokus UMKM untuk naik kelas. Yasinta berharap tidak hanya program pelatihan yang diberikan, tetapi diperlukan pendampingan bagaimana membuat desain kemasan hingga proses pengemasan. ”UMKM, kan, tergolong anak bangsa yang lahir dari teras rumah. Meski tidak ada investor, UMKM mampu menghasilkan produk berkualitas tetapi kalah di kemasan yang kurang menarik,” kata Yasinta.
Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Ditjen PDSPKP KKP) membuka peluang pasar digital melalui Pasar Laut Indonesia. Upaya ini bertujuan mendorong UMKM sektor kelautan dan perikanan untuk terjun dan memanfaatkan akses pasar digital.
Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP KKP Machmud menyebut, hingga 24 Oktober 2020 telah terjaring 345 UMKM unggulan dari 1.355 UMKM yang tergabung dalam Pasar Laut Indonesia. Selanjutnya, mereka akan difasilitasi pemasarannya melalui beberapa platform pemasaran daring.
Pada proses pengenalan, para UMKM akan melakukan dengan prosedur dan mekanisme yang berlaku pada setiap platform, antara lain jenis produk, standar (sertifikat) produk, cakupan wilayah, persyaratan administrasi, persyaratan teknis, pengklasifikasian, dan kurasi.
”Tentu ini menunjukkan kesiapan kita menuju puncak acara Pasar Laut Indonesia sebagai bagian dari Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) pada awal November 2020. Upaya ini untuk meningkatkan akses pemasaran produk UMKM terutama di masa pandemi Covid-19,” kata Machmud melalui keterangan pers.