TGPF Intan Jaya Serahkan Hasil Investigasi ke Menkopolhukam
TGPF Kekerasan di Intan Jaya, Papua, menyerahkan laporan hasil investigasi penembakan pendeta Yeremia Zanambani kepada Menkopolhukam Mahfud MD. TGPF menjamin proses investigasi berlangsung secara transparan.
JAKARTA, KOMPAS — Tim Gabungan Pencari Fakta Kekerasan di Intan Jaya, Papua, telah menyelesaikan laporan hasil investigasi atas penembakan Pendeta Yeremia Zanambani di Hitadipa yang terjadi 19 September 2020. Laporan tersebut telah diserahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Temuan tersebut akan disampaikan Mahfud MD kepada masyarakat, Senin (19/10/2020).
Ketua TGPF Intan Jaya Benny Mamoto dalam konferensi pers secara virtual, Sabtu (17/10/2020), mengatakan, selama 17 hari, tim telah mengumpulkan informasi di lapangan, serta memeriksa kembali informasi melalui audiensi dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Semua itu bertujuan untuk mencari titik terang peristiwa penembakan terhadap Yeremia.
Baca juga: Menko Polhukam Minta Publik Percaya Hasil Kerja TGPF Intan Jaya
Benny memastikan, proses investigasi berjalan secara transparan dan independen dengan memasukan pihak pengadu kasus itu ke dalam tim. Dalam proses penggalian informasi pun, tim selalu mengedepankan pendekatan kultural sehingga hasil yang didapatkan terbebas dari unsur paksaan.
”Jadi, pendekatan seperti ini penting. Janganlah mereka melihat kami itu sesuatu yang lebih tinggi atau tak setara dengan mereka. Jangan membuat mereka takut atau penuh tanda tanya karena akan ada resistensi,” ujar Benny.
Dalam konferensi pers, Benny didampingi Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Sesmenko Polhukam) Tri Soewandono, serta Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam yang juga menjadi anggota TGPF Intan Jaya Sugeng Purnomo.
Benny enggan membeberkan hasil investigasi TGPF Intan Jaya karena itu akan disampaikan langsung kepada publik oleh Mahfud MD. Ia hanya menyampaikan bahwa timnya telah mewawancarai 42 saksi terkait peristiwa penembakan Yeremia. Mereka terdiri dari istri korban, keluarga, orang-orang di Hitadipa yang ikut menolong korban sampai ke pemakaman, serta aparat penegak hukum setempat.
Untuk aparat hukum, rinciannya, tim telah memeriksa 16 anggota TNI. Lalu, di Distrik Sugapa, Intan Jaya, tim juga mewawancarai penyidik dan direktur reserse kriminal umum (dirkrimum) setempat.
”Semua kami wawancara dan cek silang informasinya. Jadi, dari sisi jumlah (saksi) mungkin, dengan waktu yang singkat, kami merasa sudah maksimal. Karena beberapa informasi signifikan sudah kami peroleh dan itu akan disampaikan oleh Pak Menko Polhukam. Dan, di antaranya tentu berkaitan dengan tindak lanjut penanganan peristiwanya,” tutur Benny.
Benny mengaku tidak menjalin komunikasi dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) untuk melengkapi proses investigasi. Sebab, yang terpenting adalah menampung suara dari keluarga, masyarakat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat setempat.
Sugeng Purnomo menambahkan, tim di Jayapura juga menjalin komunikasi dengan para pegiat HAM, serta Komisi Nasional (Komnas) HAM. Ia berharap, semua itu bisa dijadikan satu kesimpulan dan menjadi bagian dari rekomendasi yang bermanfaat bagi penyelesaian persoalan yang ada di Papua.
Kesamaan pola
Di Jayapura, Papua, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI Choirul Anam juga menyampaikan bahwa timnya juga telah melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap kasus Yeremia. Di Hitadipa, tim melalukan rekonstruksi peristiwa dan juga menggali keterangan dari saksi-saksi, serta pihak-pihak terkait lainnya.
Tim, lanjut Choirul, akan mengelola semua data yang didapatkan untuk menyusun kesimpulan. Jika dibutuhkan, Komnas HAM akan menguji beberapa temuan itu dengan para ahli agar temuan semakin solid.
”Sebenarnya, kami sudah menemukan titik-titik keyakinan, tetapi memang dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih kuat dengan ahli agar semakin terang, kuat, dan cepat menghadirkan keadilan,” ucap Choirul.
Dari hasil investigasi sementara, Choirul menyebut, kasus Yeremia tak berdiri sendiri. Selama 10 bulan terakhir, ada 22 kasus penembakan di Intan Jaya, yang menyebabkan tiga warga serta dua angggota TNI AD meninggal dunia dan delapan orang luka-luka.
”Kasus terjadi di lokasi yang sama sehingga harus kami lihat bagaimana peristiwa-peristiwa itu dalam tahun 2020, kok, bisa terjadi. Jadi, ada persoalan yang menurut kami serius, terutama di waktu yang cukup pendek dan jumlah kasus yang cukup banyak jika disbanding tempat-tempat lain. Makanya, kami melihatnya sudut pandang luas, bagaimana tata kelola keamanan di wilayah itu,” kata Choirul.
Di lokasi Yeremia meninggal, lanjut Choirul, juga terdapat banyak lubang peluru dengan berbagai ukuran dan tipologi peluru. Temuan itu juga akan diuji lebih lanjut oleh para ahli.
Baca juga: TGPF Diserang Saat Investigasi di Intan Jaya
”Ahli akan menguji, apakah ini penembakan jarak dekat atau jarak jauh, dan apakah kasus ini penembakan semata-mata atau ada tindakan yang lain,” tutur Choirul.
Ketua Perwakilan Komnas HAM Papua dan Papua Barat Frits Bernard Ramandey menambahkan, karakter kasus Yeremia sama dengan kasus penembakan lain yang terjadi di Intan Jaya. ”Sama persis karena semua rentetan kekerasan dan memakan korban meninggal baik masyarakat sipil dan aparat, baik TNI atau Polri. Polanya sama,” katanya.
Wajib diperiksa
Dewan Adat Papua meminta Komnas HAM dan TGPF Intan Jaya memeriksa semua anggota TNI AD yang berada di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa. Hal ini untuk mengungkap insiden penembakan Yeremia.
Sekretaris II Dewan Adat Papua John Gobay menuturkan, pihaknya telah mendapatkan kronologi kejadian dari tiga saksi kunci dalam insiden penembakan Yeremia. Ketiganya menemani Yeremia pasca tertembak pada pukul 18.00 hingga meninggal sekitar pukul 00.00 WIT.
Salah satu saksi kunci, istri almarhum bernama Miriam Zoani, menurut John Gobay, mengungkapkan bahwa dalam kondisi luka berat almarhum mengaku ditembak dan dianiaya empat anggota TNI ketika sedang menyiapkan makanan untuk ternak. Sebab, ia dituduh menyiapkan makanan untuk anggota Organisasi Papua Merdeka di Hitadipa.
”Kami berharap Komnas HAM memeriksa seluruh anggota TNI yang mendapatkan tugas patroli saat Yeremia ditembak. Tujuannya untuk membuktikan kebenaran pernyataan istri almarhum,” kata John.
Ia menegaskan, apabila terungkap oknum anggota TNI yang menembak mati Yeremia, hal itu tidak akan meruntuhkan nama baik Indonesia. Namun, hasil investigasi yang transparan dan jujur akan meningkatkan citra Indonesia di mata forum internasional.
”Kami tidak membenci institusi TNI, tetapi oknum anggota yang salah prosedur dalam bertugas. Jangan hanya perbuatan seorang anggota bisa merusak citra negara kita,” ujar John.
Adapun, sebelumnya, Kepala Penerangan Kogabwilhan III Kolonel (Czi) IGN Suriastawa membantah tuduhan TNI terlibat dalam pembunuhan Yeremias di Hitadipa. Ia pun memohon agar warga jangan terprovokasi dengan informasi bohong yang disebarkan kelompok tersebut melalui media sosial.
”Tidak mungkin anggota kami membunuh warga sipil yang juga tokoh agama di tempat tugas. Tuduhan ini untuk menyudutkan TNI yang melindungi warga Intan Jaya dari aksi teror mereka,” kata Suriastawa (Kompas.id, 21/9/2020).
Kepala Bidang Humas Polda Papua, Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, pihaknya akan memberikan pengawalan ketat agar proses autopsi jenazah Yeremia berjalan aman dan insiden penembakan anggota TGPF tidak terulang lagi.
Ia menuturkan, intensitas gangguan keamanan di Intan Jaya oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) sangat tinggi selama 10 bulan terakhir. Total sebanyak 22 aksi penembakan yang menyebabkan tiga warga serta dua angggota TNI AD meninggal dunia dan delapan orang luka-luka. KKB yang berada di Intan Jaya berjumlah sekitar 50 orang dan memiliki 17 pucuk senjata api yang dirampas dari aparat keamanan.
”Eskalasi gangguan keamanan di Intan Jaya masih tinggi. Seluruh aparat kepolisian terus meningkatkan kesiagaannya untuk menghadapi serangan kelompok itu. Biasanya mereka menyerang aparat keamanan di dua distrik atau kecamatan, yakni Sugapa dan Hitadipa,” papar Ahmad.