Komisi I DPR menyatakan penyebab sering terjadinya gangguan keamanan di Papua karena minimnya pasukan organik. Diperlukan penambahan personel untuk mencegah konflik yang tiada henti di tanah Papua.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Komisi I DPR mengupayakan penguatan aparat keamanan organik di daerah rawan konflik keamanan di Papua. Salah satunya adalah Kabupaten Intan Jaya yang selalu mengalami gangguan keamanan dalam sebulan terakhir.
Hal ini disampaikan anggota Komisi I DPR, Yan Permenas Mandenas, saat ditemui di Jayapura, Papua, Rabu (14/10/2020).
Yan mengatakan, dari hasil analisisnya selama pertemuan dengan pihak TNI dan Polri di Papua, terdapat dua penyebab daerah seperti Intan Jaya rawan gangguan keamanan, yakni minimnya jumlah personel aparat keamanan dan kondisi geografis yang sulit.
Ia mengungkapkan, jumlah anggota TNI dan Polri organik di sejumlah daerah rawan konflik di Papua rata-rata belum mencapai angka 50 persen dari angka ideal.
Kelompok kriminal bersenjata memanfaatkan minimnya jumlah personel dan kemampuan penguasaan kondisi medan yang sulit untuk melancarkan aksinya menyerang warga sipil dan aparat keamanan. (Yan Permenas)
Misalnya jumlah personel Polda Papua hingga semester satu tahun 2020 mencapai 11.646 personel. Padahal, jumlah personel yang ideal untuk seluruh wilayah Papua mencapai 23.069 personel. Polda Papua masih membutuhkan 11.423 personel.
”Kelompok kriminal bersenjata memanfaatkan minimnya jumlah personel dan kemampuan penguasaan kondisi medan yang sulit untuk melancarkan aksinya menyerang warga sipil dan aparat keamanan,” kata Yan.
Yan menuturkan, Komisi I DPR bersama kementerian terkait akan mengupayakan peningkatan jumlah personel organik untuk mengurangi gangguan keamanan yang terus terjadi di Papua. Penambahan personel ini akan ditempatkan di setiap polres dan kodim.
Lebih memahami
Ia berpendapat, dengan hadirnya aparat organik yang bermukim di daerah tersebut lebih memahami adat istiadat setempat, lebih mengenal masyarakat, dan tidak akan terlalu fokus dalam pendekatan keamanan, tetapi lebih dominan bimbingan teritorial di daerah tugas.
”Saat ini banyak pasukan non-organik yang beroperasi di sejumlah daerah rawan konflik keamanan di Papua. Mereka akan ditarik setelah adanya penambahan pasukan organik. Kami akan mengupayakan jumlah pasukan organik yang cukup di Polres dan Kodim di Intan Jaya,” tutur Yan.
Sekretaris Dewan Adat Papua John Gobay menyetujui usulan penarikan aparat keamanan non-organik dan lebih fokus memperkuat aparat organik di daerah tersebut. Sebab, kelompok sipil bersenjata itu selalu melakukan aksinya karena merasa terganggu dengan kehadiran aparat non-organik dalam jumlah yang banyak.
Seharusnya, kata John, pengiriman aparat non-organik ke daerah Intan Jaya atau Nduga dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat. Tujuannya untuk mencegah konflik antara kedua pihak yang menyebabkan warga menjadi korban. ”Aparat organik lebih efektif meredam konflik. Caranya dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat sehingga mereka bersinergi dalam pembangunan di daerahnya,” tutur John.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, intensitas gangguan keamanan di Intan Jaya oleh kelompok kriminal bersenjata sangat tinggi selama 10 bulan terakhir.
Total 22 aksi penembakan yang menyebabkan tiga warga serta dua anggota TNI AD meninggal dan delapan orang luka-luka. kelompok kriminal bersenjata yang berada di Intan Jaya berjumlah sekitar 50 orang dan memiliki 17 pucuk senjata api yang dirampas dari aparat keamanan.
”Eskalasi gangguan keamanan di Intan Jaya masih tinggi. Seluruh aparat kepolisian terus meningkatkan kesiagaannya untuk menghadapi serangan kelompok itu. Biasanya mereka menyerang aparat keamanan di dua distrik atau kecamatan, yakni Sugapa dan Hitadipa,” papar Ahmad.