Ribuan Mahasiswa di Sumut Gelar Aksi Damai Tolak RUU Cipta Kerja
Ribuan mahasiswa berunjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, di Medan, Sumatera Utara. Unjuk rasa yang dilakukan organisasi Kelompok Cipayung itu dilakukan dengan damai.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Ribuan mahasiswa kembali berunjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, di Medan, Sumatera Utara. Unjuk rasa yang dilakukan organisasi Kelompok Cipayung itu dilakukan dengan damai. Sehari sebelumnya, unjuk rasa di Medan berujung ricuh dengan perusakan sejumlah gedung.
”RUU Cipta Kerja menyengsarakan rakyat kecil, pekerja, dan petani. Kami menilai RUU ini hanya mengakomodasi kepentingan para pemodal,” kata Koordinator Wilayah Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Sumatera Utara Gito Pardede dalam orasinya di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumut, Jumat (9/10/2020).
Unjuk rasa itu diikuti sejumlah organisasi kemahasiswaan di Sumut yang tergabung dalam Kelompok Cipayung, yakni Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Mereka berasal dari sejumlah kampus di Medan.
Ribuan mahasiswa itu memadati Jalan Imam Bonjol dan Jalan Raden Saleh di sekitar Gedung DPRD Sumut. Mereka menyampaikan aspirasi dengan berorasi serta membentangkan spanduk dan poster. Beberapa mahasiswa juga membakar ban di jalan.
Aparat kepolisian mengamankan unjuk rasa dengan membuat pagar kawat berduri di depan Gedung DPRD Sumut dan DPRD Medan. Polisi juga menyiapkan kendaraan taktis meriam air, barakuda, serta pasukan yang mengenakan tameng dan tongkat.
Gito mengatakan, RUU Cipta Kerja mencederai rasa keadilan rakyat kecil. Aturan itu, antara lain, memangkas hak para pekerja, seperti hak pesangon, sistem kontrak kerja, hari kerja, dan cuti. ”RUU ini juga punya semangat sentralisasi yang mengembalikan sejumlah kekuasaan ke tangan pemerintah pusat,” kata Gito.
RUU Cipta Kerja mencederai rasa keadilan rakyat kecil. (Gito Pardede)
Gito juga mengingatkan agar masyarakat menyadari bahwa RUU itu tidak hanya mengatur soal ketenagakerjaan. RUU tersebut menghimpun UU dari banyak sektor dan disatukan dengan metode omnibus dalam satu paket UU.
”RUU ini, misalnya, juga mengatur sektor pangan dan pertanian yang melemahkan kedaulatan pangan. RUU ini berpihak pada kapitalisasi pertanian, sementara perlindungan terhadap petani kecil tidak ada,” kata Gito.
Ketua GMNI Sumut Paulus Gulo mengatakan, RUU Cipta Kerja bertentangan dengan semangat reformasi, antara lain pembagian kekuasaan agar tidak tersentralisasi di pemerintah pusat. Banyak kewenangan daerah yang kini dikembalikan lagi kepada pemerintah pusat melalui RUU Cipta Kerja.
Banyak juga hal yang sebelumnya dibatasi dalam UU kini pengaturannya diserahkan kepada pemerintah dengan mandat pembuatan peraturan pemerintah. Fungsi pengawasan dan prinsip pembagian kekuasaan pun menjadi semakin lemah. ”Ini sebenarnya memangkas sebagian kewenangan DPR karena diserahkan kepada pemerintah,” kata Paulus.
Ketua PMII Sumut Azlansyah Hasibuan mengatakan, mereka menyesalkan langkah pemerintah dan DPR yang melakukan pembahasan terburu-buru dan sosialisasi yang sangat minim. ”Padahal, RUU ini menyangkut banyak sisi kehidupan masyarakat karena merevisi banyak sekali UU menjadi satu paket RUU Cipta Kerja,” katanya.
Azlansyah menyatakan, penolakan yang terjadi di tengah masyarakat menggambarkan bahwa aspirasi masyarakat tidak menjadi bagian dari RUU Cipta Kerja tersebut. Karena itu, mereka meminta agar DPR dan pemerintah membatalkan pengesahan RUU tersebut. Kelompok mahasiswa menyebut akan terus melakukan unjuk rasa dalam beberapa hari ke depan.
Unjuk rasa itu juga menyebabkan kemacetan lalu lintas karena sejumlah jalan ditutup. Penutupan jalan terjadi di Jalan Diponegoro di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Imam Bonjol, di depan Kantor DPRD Sumut, dan Jalan Pengadilan di depan Pengadilan Negeri Medan.
Sehari sebelumnya, unjuk rasa yang diikuti ribuan mahasiswa, siswa, dan buruh di Medan berakhir ricuh. Pengunjuk rasa bentrok dengan polisi. Gedung DPRD Sumut dan DPRD Medan juga rusak dilempari pengunjuk rasa.