Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam PMII Kabupaten Temanggung berunjuk rasa, memprotes RUU Cipta Kerja dengan membawa keranda. Keranda menjadi simbol kematian keadilan bagi masyarakat.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau PMII Kabupaten Temanggung menggelar aksi unjuk rasa, memprotes Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di depan kantor DPRD Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (8/10/2020). Mereka membawa keranda sebagai simbol matinya keadilan bagi publik.
”Keranda adalah simbol dari matinya keadilan, matinya rasa kemanusiaan dari pemerintah dan anggota DPR yang telah menyetujui RUU Cipta Kerja,” ujar koordinator aksi, M Ulfi Fadli, saat ditemui di sela-sela aksi, Kamis (8/10/2020), di Temanggung.
Keranda itu ditutup dengan kain putih yang dicorat-coret berbagai tulisan, antara lain ”Kematian telah dibunuh” dan ”Inalillahi wa Inalilahi Rojiun Keadilan”. Di sekitar keranda, para mahasiswa menggelar aksi teatrikal dengan duduk dan menggelar doa seolah seperti mendoakan arwah yang meninggal dunia.
Ulfi mengatakan, sejak awal, pembahasan RUU Cipta Kerja sudah menyakitkan karena disusun secara diam-diam dan tidak melibatkan partisipasi publik serta aspirasi kalangan buruh.
Aturan dalam RUU Cipta Kerja, menurut Ulfi, juga sangat menyedihkan karena tidak berpihak kepada tenaga kerja Indonesia. Aturan itu disebutnya justru memperlebar peluang tenaga kerja asing bekerja di Indonesia. Ia mengatakan, isi RUU juga makin mengguncang perasaan karena disetujui di tengah pandemi saat seluruh warga bergumul dalam kecemasan penularan Covid-19.
”Sungguh tega DPR dan pemerintah menyetujui RUU dan menambah beban masalah yang dihadapi masyarakat di tengah wabah Covid-19,” ujarnya.
PMII Kabupaten Temanggung menuangkan protes dalam surat berisi lima pernyataan sikap. Surat itu kemudian dititipkan kepada anggota DPRD Kabupaten Temanggung untuk disampaikan kepada DPR RI.
Ketua DPRD Kabupaten Temanggung Yunianto mengatakan, berbagai kalangan di Kabupaten Temanggung memang sudah lama menyuarakan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja.
Sekitar dua bulan lalu, sejumlah perwakilan buruh juga datang dan menyampaikan aspirasi mereka ke DPRD Kabupaten Temanggung. Surat yang berisi usulan dari kalangan buruh tersebut juga langsung disampaikan kepada pemerintah pusat serta DPR RI. ”Surat sudah kami kirimkan dan sampai RUU disetujui, kami tidak mendapatkan respons apa-apa,” ujarnya.
Surat sudah kami kirimkan dan sampai RUU disetujui, kami tidak mendapatkan respons apa-apa.
Kendati demikian, Yunianto mengatakan, pihaknya menyadari bahwa tidak mungkin melakukan intervensi lebih jauh karena masalah penyusunan RUU menjadi wewenang pemerintah pusat bersama DPR RI.
Namun, di luar masalah penolakan tersebut, dia meyakini bahwa RUU sudah disusun dengan baik dan setiap pasalnya sudah dipertimbangkan dengan saksama. Menurut dia, setiap orang yang keberatan terhadap RUU Cipta Kerja diharapkan juga tidak terburu-buru kecewa ataupun protes karena saat ini sebenarnya masih terbuka peluang untuk dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
”Masih ada peluang untuk mengajukan uji materi dan pasal-pasal yang dinilai memberatkan, juga masih bisa diganti,” ujarnya.
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Temanggung Ajun Komisaris Besar Muhammad Ali mengatakan, penolakan masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja memang berpotensi memicu terjadinya demonstrasi secara berulang dari berbagai kalangan.
Terkait hal ini, Ali mengatakan, pihaknya sebenarnya tidak akan pernah memberi izin untuk pelaksanaan demo. ”Di tengah pandemi, kami tidak mungkin memberikan izin untuk demo karena kerumunan massa berpotensi menimbulkan terjadinya penularan Covid-19,” ujarnya.
Ketika kemudian ada kelompok yang tetap nekat menggelar aksi, polisi akan mengawasi secara ketat dan memastikan semua peserta tetap menjalankan protokol kesehatan.