Adu Sakti Bangun Transportasi Surabaya
Harapan warga ada transportasi massal di Surabaya, Jawa Timur, yang aman, nyaman, murah, dan tangguh berada pada dua pasang calon wali kota dan wakil wali kota yang berebut pada pemungutan suara 9 Desember 2020.
Transportasi publik menjadi salah satu isu penting dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Surabaya, Jawa Timur. Kedua pasangan calon kepala daerah mengampanyekan konsep transportasi publik yang nyaman untuk 3,1 juta warga Kota Surabaya.
Beberapa bulan lagi, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akan mengakhiri masa jabatan dua periode pemerintahan. Tiga lukisan Trem Surabaya berlatar masa kolonial Hindia Belanda masih menggantung di dinding lobi lantai dua Balai Kota Surabaya. Taswir yang masih terpampang seolah mewakili nasib trem yang menggantung.
Trem pernah menjadi moda transportasi yang menurut bahasa Suroboyoan, ciamik soro (amat bagus). Angkutan umum rel bertenaga uap dan listrik ini pernah beroperasi di Surabaya pada 1886-1975. Sisa kejayaan berupa depo, stasiun, halte, dan rel ada yang masih tegak berdiri meski sebagian tidak terawat. Adapun jaringan rel sudah lama terkubur jalan aspal.
Tujuh tahun lalu, Risma mencoba menggagas impian menghidupkan kembali operasionalisasi trem Surabaya. Program pembangunan fisik sarana penunjang khususnya di Terminal Joyoboyo dan sejumlah lokasi calon halte diwujudkan. Namun, akhir 2018, Risma terpaksa menyerah karena proyek yang memang menyedot dana Rp 4,5 triliun ini akan sulit diselesaikan sampai masa jabatan berakhir.
Baca juga: Proyek Trem Surabaya Bakal Tertunda Lagi
Boleh dibilang, trem ibarat zombi alias mayat hidup. Sewaktu-waktu bisa dibangkitkan kembali dalam konteks membangun jaringan transportasi massal. Peninggalan trem di Surabaya masih ada termasuk gedung parkir Terminal Joyoboyo, yang bisa menjadi jantung pemompa jejaring transportasi terpadu. Warga menunggu ”sang empu” atau penerus Risma dengan catatan membawa dan berusaha mewujudkan transportasi massal yang tangguh dan ciamik soro di Surabaya.
Pasangan calon nakhoda ”Bumi Pahlawan” di tepi selatan Selat Madura ini tersedia pada sosok Eri Cahyadi-Armuji dan Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno. Mereka akan berebut suara terbanyak dari sedikitnya 2,1 juta pemilih yang tersebar di 31 kecamatan dalam Pemilihan Kepala Daerah Surabaya pada 9 Desember 2020. Semoga yang terpilih mampu menjadi empu yang membangkitkan ”zombi” transportasi massal yang diandalkan seperti masa silam.
Tantangan
Riko Kurniawan (27), warga Surabaya, bergegas meraih gawai di saku celana dan membuka aplikasi ojek dalam jaringan (daring). Dia membuka menu ojek sepeda motor untuk pulang ke rumah di Ketintang setelah seharian berkantor di Basuki Rahmat.
”Kebetulan tidak bawa sepeda motor karena sedang servis di bengkel. Mau tidak mau pakai ojek daring biar gampang,” katanya.
Angkutan berbasis aplikasi internet menjadi pilihan kalangan warga seperti Riko jika bepergian tanpa kendaraan pribadi. Meski ada transportasi umum, yakni bus, angkutan kota (lyn), atau taksi, tetapi dianggap tak semudah dan senyaman ojek daring.
”Naik Suroboyo Bus harus bayar pakai sampah botol plastik, malah menyulitkan saya,” ujar Riko.
Baca juga: Gofood Luncurkan Program Digitarasa di Surabaya
Jumlah mitra penyedia jasa angkutan daring dengan sepeda motor atau mobil di Surabaya sampai saat ini belum terkonfirmasi. Pengelola aplikasi, terutama Gojek dan Grab, berdalih jumlah mitra fluktuatif karena ada yang berhenti atau keluar. Namun, dalam unjuk rasa pertengahan September lalu, ada setidaknya 1.000 tukang ojek dan mitra angkutan daring yang turun beraksi dari Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik.
Naik Suroboyo Bus harus bayar pakai sampah botol plastik, malah menyulitkan saya. (Riko Kurniawan)
Menurut data Dinas Perhubungan Kota Surabaya, pernah ada 58 trayek lyn dengan kekuatan 4.600 mobil. Namun, mereka kalah bersaing karena tidak diremajakan sehingga tidak lagi menarik penumpang. Warga pun beralih ke moda lain sehingga kini tersisa 35 trayek lyn yang dilayani sekitar 1.900 mobil. Nasib bus dan minibus kota setali tiga uang. Jumlahnya menyusut drastis dari 5.000 unit tahun 2011 jadi sekitar 100 bus saja.
Tulang punggung
Sebagai kota metropolitan berpenduduk 3,1 juta jiwa, Surabaya belum menghidupkan kembali tulang punggung transportasi massal. Pada era Risma, sempat diupayakan menjadikan monorail dan trem sebagai tumpuan jaringan transportasi massal meski sampai menjelang masa bakti belum bisa terwujud.
Namun, Risma mewarisi beberapa sarana penunjang terutama tempat parkir umum untuk mendorong warga berpindah dari kendaraan pribadi ke angkutan. Gedung ini telah dibangun di Joyoboyo, Mayjen Sungkono, Adityawarman, Genteng Kali, dan Kertajaya.
Sebanyak 20 unit Bus Suroboyo berbayar sampah botol plastik dioperasikan untuk melayani tiga rute utama, yakni Selatan-Utara (Terminal Purabaya-Rajawali), Barat-Timur (Unesa-ITS), dan Lintas MERR (Kenjeran Park-Gunung Anyar). Selain itu, prasarana diperpanjang dengan capaian penambahan 259,763 kilometer dalam sepuluh tahun terakhir. Surabaya saat ini memiliki 1.700 km panjang jalan kota, tidak termasuk jalan kecil dan gang yang total panjangnya 5.000 km.
Baca juga: Surabaya Tambah Akses Pintu Masuk Terintegrasi Angkutan Umum
Harapan warga akan adanya transportasi massal yang semakin baik, berada di tangan penerus Risma. Dalam Pilkada Surabaya 2020, ada dua pasang kandidat yang bersaing. Pasangan nomor urut satu, Eri-Armuji, diusung koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Adapun pasangan nomor urut dua, Machfud-Mujiaman, diusung koalisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golongan Karya, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, dan Partai Nasdem.
Eri, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya, menjanjikan pembangunan moda raya terpadu (MRT) di jalur tengah dan menjadikan lyn sebagai pengumpan. Konsep ini melanjutkan program Risma yang telah berlangsung sepuluh tahun terakhir.
”MRT yang belum tuntas pada masa Bu Risma akan dilanjutkan,” katanya.
Ketika proyek MRT berlangsung cukup lama, akan dikembangkan layanan Bus Suroboyo. Lyn diremajakan sebagai pengumpan. Angkutan kota yang lebih akrab disebut bemo ini perlu penyesuaian trayek, yakni dari kawasan permukiman warga menuju halte-halte bus.
Baca Juga : Transportasi Umum Lumpuh Setengah Hari
Machfud, mantan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, mengatakan, kematian lyn harus dibangkitkan kembali dengan peremajaan kendaraan dan penyusunan kembali trayek layanan. Bus kota yang saat ini hanya 14 unit di luar Bus Suroboyo harus ditambah setidaknya sampai 150 unit untuk melayani kebutuhan warga di jalan-jalan utama. Lyn memang lebih tepat diposisikan sebagai pengumpan.
”Jika terpilih sebagai wali kota, saya akan mendorong terwujudnya MRT untuk wilayah megapolitan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan),” kata Machfud.
Baca juga: Modal Politik Machfud Arifin
MRT untuk megapolitan Gerbangkertosusila merupakan kebutuhan bersama mengendalikan pergerakan atau mobilitas masyarakat dari dan ke Surabaya. Instrumen hukum, yakni Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkertosusila, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan, harus didorong untuk percepatan program pembangunan.
Pengganti sepeda motor
Hasil studi Surabaya Urban Transport Index 2018 mengungkapkan, ada 1,3 juta perjalanan komuter menuju Surabaya dan sebaliknya. Sebanyak 84 persen menggunakan sepeda motor; 10,9 persen dengan angkutan umum; 2,5 persen dengan mobil pribadi; 1 persen dengan sepeda; dan 1,6 persen dengan berjalan kaki.
Adapun Polda Jatim mencatat, sampai tahun lalu, ada 14 juta sepeda motor dan 1 juta mobil milik warga. Setiap bulan bertambah 17.000 kendaraan. Di Surabaya, setiap pagi, kendaraan dari luar kota yang masuk sekitar 200.000 unit sedangkan pada sore sekitar 25.000 unit.
Dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Hitapriya Suprajitno, berpendapat, program transportasi massal ke depan harus lebih menarik, lebih nyaman, lebih murah, dan tepat waktu jika ingin menggeser peran sepeda motor.
”Perlu jalur khusus dan harus disubsidi pemerintah agar bertarif murah,” kata Hitapriya.
Pada awal penguatan transportasi massal, kemungkinan jumlah penumpang belum sesuai harapan. Namun, warga perlu dibiasakan untuk menggunakan kendaraan umum jika ingin berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Eksekutif dan legislatif perlu satu suara agar transportasi massal yang dipilih bisa terwujud.
”Kemauan politik sangat menentukan,” ujar Hitapriya.
Mimpi besar realisasi transportasi Surabaya akan mulai diwujudkan dari tangan pemilih pada pemungutan suara.
Baca juga: Para Kandidat Bersaing Tawarkan Transportasi Massal