Tabrakan Maut di Sleman, Pengemudi Belum Punya SIM
Pemeriksaan terhadap pengemudi kecelakaan yang menewaskan empat orang di Jalan Magelang, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (3/10/2020), terus berlanjut. Salah seorang pengemudinya belum mengantongi SIM.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Pemeriksaan terhadap pengemudi kecelakaan maut yang menewaskan empat orang di Jalan Magelang, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (3/10/2020), terus berlanjut. Polisi mengungkap, salah satu pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan itu belum memiliki surat izin mengemudi dan usianya juga belum 17 tahun.
”Pengemudi belum punya SIM (surat izin mengemudi). Kalau dilihat usianya, kan, baru akan 17 tahun. Sedangkan, syarat dewasa untuk bisa mempunyai SIM adalah 18 tahun,” kata Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas, Satuan Lalu Lintas, Kepolisian Resor Sleman, Inspektur Satu Galan Adi Darmawan, saat ditemui di kantornya di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (5/10/2020).
Kecelakaan maut pada Sabtu kemarin melibatkan dua kendaraan roda empat, yaitu Honda Mobilio bernomor polisi H 8571 RG dan Mitsubishi Xpander bernomor polisi B 2004 BZP. Pengemudi yang belum mengantongi surat izin mengemudi tersebut merupakan pengemudi Honda Mobilio, yakni Wirangga Arrazi (17), warga Kota Semarang. Bahkan, status pengemudi masih pelajar.
Ada enam penumpang di dalam mobil yang dikemudikan Wirangga, empat penumpang di antaranya tewas dalam insiden tersebut. Mereka adalah Rizqi Badrul (19), Dava (14), Satria Danda (14), dan Abil (16). Masih ada dua orang penumpang lainnya yang selamat tetapi mengalami luka-luka. Semua korban merupakan warga Kota Semarang.
Sementara itu, pengemudi Mitsubishi Xpander adalah Noor Jahid (48), warga Kudus, Jawa Tengah. Tidak ada penumpang di dalam mobil yang dikemudikan Noor. Ia mengalami sejumlah luka akibat kecelakaan itu dan sempat dirawat di Rumah Sakit Akademik UGM. Namun, kini sudah bisa menjalani rawat jalan.
Galan menyampaikan, pihaknya menduga, terdapat kelalaian yang dilakukan pengemudi Honda Mobilio. Pengemudi tersebut melaju dengan kecepatan tinggi dan kehilangan kendali sewaktu akan mendahului mobil di depannya. Akibatnya, pembatas jalan dihantam pengemudi hingga mobilnya berpindah ke arus berlawanan. Lalu, mobil tersebut menghantam Mitsubishi Xpander yang juga tengah melaju di saat bersamaan.
”Untuk penetapan tersangka, belum bisa kami lakukan. Karena harus ada pemeriksaan awal. Sementara, kondisi (kesehatan) pengemudi Honda Mobilio (Wirangga) belum stabil dan belum bisa dimintai keterangan. Sempat pula terjadi penurunan kesadaran karena ada pendarahan di bagian kepalanya,” kata Galan.
Galan menyampaikan, pihaknya juga belum bisa memeriksa tiga korban selamat lainnya yang berada satu mobil dengan Wirangga. Mereka masih menjalani perawatan medis dan mengalami trauma sehingga belum dapat memberikan keterangan mengenai insiden tersebut kepada aparat kepolisian.
Sebelumnya, aparat kepolisian menemukan sedikitnya empat botol minuman keras dari dalam Honda Mobilio. Galan telah meminta pihak rumah sakit untuk melakukan uji sampel darah kandungan alkohol dalam tubuh pengemudi maupun penumpang yang terlibat kecelakaan itu.
”Hasil laboratorium (tes darah) sudah keluar. Namun, kami tetap berkoordinasi dengan dokter ahli untuk membacakan hasil laboratorium tersebut. Apakah kandungan alkohol itu benar ada? Kalau ada berpengaruh atau tidak terhadap kesadaran pengemudi? Itu yang masih kami dalami,” kata Galan.
Dihubungi terpisah, Dekan Fakultas Hukum UGM, Sigit Riyanto mengungkapkan, berkaca dari insiden maut ini, orangtua harus bisa melakukan pengawasan ketat terhadap anaknya dalam hal mengemudikan kendaraan bermotor. Dalam kasus ini, ada remaja yang belum mengantongi surat izin mengemudi, tetapi sudah berkendara jarak jauh.
Sikap permisif (orangtua) itu yang saya kira membahayakan dirinya dan orang lain. (Sigit Riyanto)
”Ini masalahnya pada orangtuanya. Mestinya, orangtua ikut bertanggung jawab dalam mendidik dan mengawasi anak-anaknya supaya tidak menggunakan kendaraan bermotor dengan cara atau dalam situasi yang bukan hanya membahayakan dirinya, tetapi juga orang lain. Nah sikap permisif (orangtua) itu yang saya kira membahayakan dirinya dan orang lain,” kata Sigit.