Balikpapan, Calon Tunggal dan Pandemi dalam Pilkada
Persoalan di Pilkada 2020 Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, berkelindan dari gagalnya partai politik memunculkan banyak pilihan, Covid-19 yang belum terkendali, dan masalah sanksi pelanggaran protokol kesehatan.
Pilkada 2020 Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, resmi diikuti satu pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota. Pilkada ini istimewa karena baru kali ini calon kepala daerah di Balikpapan bertarung dengan kotak kosong di tengah Covid-19.
Pada Kamis (24/9/2020), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Balikpapan menggelar pengundian letak kolom suara pasangan calon kepala daerah. Rahmad Mas’ud-Thohari Aziz yang menjadi calon tunggal mendapatkan posisi di kolom kanan dari posisi pemilih. Sementara, kolom kosong berada di posisi kiri pemilih.
Agenda itu dilakukan di dalam ruangan yang hanya dihadiri anggota KPU, perwakilan Bawaslu, dan pasangan calon kepala daerah. Tamu undangan lain, seperti kepolisian, TNI, dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Balikpapan, menyaksikan kegiatan dari luar ruangan melalui layar yang disediakan.
Meski hanya satu pasangan calon yang diawasi, penegak hukum diminta menindak tegas setiap kegiatan pilkada yang berpotensi menjadi sarana penularan Covid-19. Sebelumnya, saat pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah, terjadi arak-arakan yang dilakukan pendukung Rahmad-Thohari di depan kantor KPU Balikpapan pada Jumat (4/9/2020). Polisi dan Satpol PP yang berjaga tidak membubarkan kerumunan itu. Kerumunan baru bisa dikontrol ketika Rahmad-Thohari masuk ke kantor KPU.
Baca juga: KPU Larang Rapat Umum Hingga Konser Musik
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Herdiansyah Hamzah, mengatakan, persoalan pokok pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 ini terletak pada regulasi yang tidak kuat. Ia menilai, UU No 6/2020 tidak menjangkau aspek kesehatan masyarakat dalam pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19.
“Kalau bicara pilkada, mestinya diatur spesifik dalam UU Pilkada. Di tengah pandemi seperti ini, jika ada peserta pilkada yang mengumpulkan massa, seharusnya itu berdampak kepada sanksi administratif diskualifikasi. Itu bisa menekan peserta pilkada agar tidak melanggar protokol kesehatan,” ujar Herdiansyah, dihubungi dari Balikpapan.
Ia mengatakan, pemerintah lambat dalam mengantisipasi potensi penularan Covid-19 sejak awal proses pilkada. Hal itu terbukti dengan tidak adanya tindakan tegas saat proses pendaftaran calon kepala daerah. Tidak ada sanksi tegas bagi orang yang mengumpulkan massa dalam jumlah banyak saat pendaftaran calon kepala daerah.
“Semua kerumunan pada proses awal pendaftaran, baru bisa ditanggapi oleh teguran dari Menteri Dalam Negeri. Hanya petahana yang mendapat teguran. Yang bukan petahana, tidak bisa dijangkau oleh peraturan yang ada,” katanya.
Kalau bicara pilkada, mestinya diatur spesifik dalam UU Pilkada. Di tengah pandemi seperti ini, jika ada peserta pilkada yang mengumpulkan massa, seharusnya itu berdampak kepada sanksi administratif diskualifikasi.
Potensi adanya kerumunan masih terbuka di tahapan kampanye. Sebab, tidak ada basis regulasi yang memadai untuk memberi sanksi bagi peserta pilkada yang melanggar protokol kesehatan. Herdiansyah meminta penegak hukum tidak pandang bulu dalam menindak pelanggar protokol kesehatan dalam pilkada.
Baca juga: Pandemi Perlebar Kerawanan Pilkada
“Ada perlakuan yang berbeda dalam penegakkan hukum. Kafe-kafe disisir dan kerumunannya dibubarkan oleh Satpol PP. Namun, ada perlakuan berbeda dengan orang-orang tertentu saat pendaftaran pilkada. Elit politik juga tidak tegas terhadap protokol kesehatan,” ujar Herdiansyah.
Potensi penularan Covid-19 di Balikpapan perlu ditekan di tengah kasus yang belum terkendali. Balikpapan juga tercatat sebagai wilayah dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi di Kalimantan Timur. Pada 15-17 September, semua tempat tidur untuk pasien Covid-19 di rumah sakit Balikpapan terisi. Akibatnya, puluhan pasien Covid-19 dirawat di ruang UGD dan ICU.
Pasien yang dirawat baru menurun jumlahnya mulai Jumat (18/9/2020). Saat ini, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit berjumlah 204 orang. Artinya, dari 306 tempat tidur yang ada, keterisiannya melebihi 60 persen, lebih banyak dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pengawasan diperketat
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Balikpapan Ahmadi mengatakan, pengawasan dan penindakan pelanggar protokol kesehatan dalam agenda Pilkada 2020 akan diperketat. Bawaslu membentuk tim gugus tugas penanganan Covid-19 untuk memantau pilkada di tengah pandemi Covid-19.
“Tim terdiri dari 50 orang yang diketuai oleh Ketua Bawaslu Balikpapan. Tim itu terdiri dari polisi, KPU, Satpol PP, Bawaslu, dan tim gugus tugas Covid-19 Kota Balikpapan,” ujar Ahmadi.
Ia mengatakan, pasangan calon kepala daerah yang akan melakukan kampanye dan mengumpulkan orang, harus membuat pemberitahuan H-3 sebelum kegiatan. Dalam surat pemberitahuan itu, disertakan juga berapa orang yang akan hadir. Jika tidak mengirim surat pemberitahuan, maka akan dianggap melakukan kampanye di luar jadwal.
“Itu bisa masuk ranah pidana karena dianggap kampanye di luar jadwal sesuai UU No 10/2016 tentang Kampanye,” katanya.
Baca juga: Pilkada, Politisi, Simpatisan, dan Jurnalis di TengahPandemi
Jika terjadi kerumunan, Bawaslu akan memberi peringatan tertulis. Jika dalam satu jam setelahnya massa tidak dibubarkan, maka akan dibubarkan. Bawaslu akan berkoordinasi dengan kepolisian dan Satpol PP. Meski demikian, tidak ada sanksi administratif bagi peserta pilkada yang melanggar protokol kesehatan.
Kepala Polresta Balikpapan Komisaris Besar Turmudi mengatakan, polisi akan melakukan tindakan preventif dengan berkoordinasi dan mengimbau kepada tim pemenangan calon kepala daerah dan masyarakat secara umum. Jika terjadi kerumunan, peserta pilkada bisa dijerat dengan PKPU atau UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Ketika menemukan pelanggaran protokol kesehatan, kita bubarkan langsung. Maklumat dari Kapolri juga menjadi pegangan kepolisian dalam menindak,” ujar Turmudi.
Rahmad Mas’ud mengatakan, pihaknya berkomitmen melakukan kampanye sesuai peraturan. Ia akan lebih banyak melakukan sosialisasi dan kampanye di media sosial. Ketika ada kegiatan kampanye yang perlu mengumpulkan orang, ia akan membatasi sesuai peraturan, yakni maksimal 50 orang di dalam ruangan dan maksimal 100 orang di luar ruangan.
“Koordinasi juga akan kami gencarkan melalui rapat virtual. Kami tidak ingin pilkada ini menambah kluster baru Covid-19,” ujar Rahmad.
Kolom kosong
Fenomena kolom kosong di pilkada Balikpapan adalah yang pertama terjadi. Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Samarinda, Lutfi Wahyudi, mengatakan, fenomena kolom kosong bisa dimaknai sebagai gagalnya partai politik melahirkan kader yang mumpuni untuk menjadi pemimpin daerah.
”Balikpapan adalah wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di Kalimantan Timur. Dari sekian banyak orang, kenapa tidak ada sosok yang bisa dimunculkan menjadi calon kepala daerah?” kata Lutfi.
Baca juga: Kegagalan Kaderisasi Kembali Tampak
Lutfi juga menilai fenomena kotak kosong adalah bukti partai politik mengesampingkan kepentingan rakyat dalam pilkada. Dengan merapat ke satu pasangan, itu menandakan pragmatisme partai politik dalam bersikap demi kepentingan sesaat.
Rahmad Mas’ud adalah petahana yang sebelumnya menjabat Wakil Wali Kota Balikpapan. Ia diusung 8 partai politik dengan jumlah 40 kursi dari 45 kursi di DPRD Balikpapan.
Menurut Lutfi, adanya kolom kosong adalah bentuk kegagalan partai politik dalam memaknai kursi yang didapatkan di DPRD. Publik bisa memberi sanksi politik kepada parpol yang menyebabkan terjadinya pilihan tunggal dalam pilkada kali ini.
”Kita tidak bisa memberi sanksi kepada pasangan yang sudah mendaftar. Biar bagaimanapun, mereka sudah berusaha. Yang publik bisa lakukan, memberi sanksi politik kepada parpol dengan tidak memilih partai penyebab calon tunggal itu di pilkada selanjutnya,” tutur Lutfi.
Alternatif lain, publik bisa membuat gerakan politik dengan mengusung figur baru di pilkada selanjutnya melalui jalur independen. Hal itu mungkin dilakukan dengan mencari dan menyiapkan sosok yang murni diusung dari bawah meskipun tahapannya lebih berat.